SKOR.id - Menyebut nama Yogyakarta di kancah sepakbola nasional, tak bisa dilepaskan dengan tim PSIM yang kini ada di kasta Liga 2. Namun demikian, pada era kompetisi Galatama tahun 1980-1990-an, ada klub dari Yogyakarta lain yang eksis ikut serta pada persaingan penuh gengsi.
Klub yang dimaksud adalah Perkesa Mataram. Klub ini adalah tim pindahan dari Sidoarjo, Jawa timur yang bernama Perkesa 78. Pada masanya dulu, meski sebagai pendatang di Kota Gudeg nyatanya Perkesa Mataram sudah dapat tempat tersendiri di hati masyarakat.
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa sedikit saja wasit dinilai merugikan Perkesa Mataram, maka penonton akan langsung meyerang lewat caci-makinya. Dan sebaliknya demikian, penonton akan berpesta saat tim asuhan Iswadi Idris menang dalam pertandingannya.
Disebutkan pula dalam sejarahnya, hanya satu anak Yogyakarta eks PSIM yang memperkuat klub Galatama itu, yakni Mudiyanto. Tapi hebatnya, Perkesa benar-benar menjadi milik masyarakat Yogyakarta.
Awalnya, saat kali pertama tampil di Yogyakarta, laga Perkesa hanya disaksikan ratusan orang saja. Namun kemudian, seiring jalannya waktu, Perkesa bahkan mampu mengimbangi PSIM dalam hal mendapat dukungan dari masyarakat Yogyakarta.
Adalah sosok manajer merangkap pelatih, Iswadi Idris yang disebut-sebut menjadi salah satu faktor pendukung. Ini yang kemudian membuat pemain lebih terpacu untuk benar-benar menjadi macan yang menakutkan untuk lawan yang datang di kandang Perkesa Mataram yakni Stadion Mandala Krida.
Sumber lain menyebutkan bahwa Iswadi Idrus juga dikenal kehebatannya menyusun pertahanan tim serta mampu mematuhi aturan main yang digariskan Komda PSSI Yogyakarta, maupun para pejabat pemda.
Dikatakan saat itu bahwa Perkesa untuk tidak mengganggu PSIM yang sedang berusaha promosi ke Divisi Utama. Bahkan pujian juga meluncur dari walikota Yogyakarta saat itu, Djatmikanto. “Iswadi merupakan figur menarik, dia mampu mengundang simpati orang Yogya tanpa melecehkan PSIM," kata Djatmikanto.
Ya, memang kepindahan Perkesa dari Sidoarjo ke Yogyakarta membuat Iswadi Idris harus kerja keras. Apalagi tim ditinggalkan beberapa pemain intinya. Sebut saja Freddy Mulli andalan di barisan pertahanan yang hijrah ke Niac Mitra.
Lalu juga ada jenderal lapangan tengah, Yusuf Bachtiar bergabung dengan Persib Bandung. Dan dengan modal “pemain kampung”, nyatanya Perkesa bisa setidaknya mengangkat nama klub. Bahkan Perkesa sempat merasakan rekor tak pemah kalah di kandang. Ini yang membuat kemudian penonton berbondong-bondong ke Stadion Mandala Krida.
Dan kemudian dileburnya Galatama dengan kompetisi perserikatan membuat nama Perkesa Mataram berubah menjadi Mataram Putra. Nama kemudian kembali berubah menjadi Mataram Indocement pada tahun 1995/1996.
Sempat melambung dengan lolos 12 besar, meski gagal menembus semifinal. Sayangnya di musim berikutnya, tim asuhan Sinyo Aliandoe malah terdegradasi ke Divisi I. Dan musim 1997/1998, Mataram Indocement berpindah home base ke Cirebon yang berarti selesai sudah perjalanannya di Bumi Mataram.