- Para penggemar Michael Jordan berharap bintang idola mereka jadi pelatih selepas pensiun sebagai pebasket NBA.
- Namun Michael Jordan tidak pernah berpikir menekuni profesi seperti mantan pelatihnya, Phil Jacksons.
- Legenda NBA ini juga mengaku tidak bisa menghadapi tekanan media sosial jika masih bermain bola basket saat ini.
SKOR.id – Tidak semua pemain hebat bisa menjadi pelatih yang hebat, dalam dunia yang sama, dan begitu pula sebaliknya.
Beberapa pemain cukup bijaksana untuk menerima fakta itu, sementara untuk yang lainnya, itu menjadi sebuah pengalaman yang gagal.
Setidaknya, Hall of Famer NBA, Michael Jordan, termasuk ke dalam kelompok yang pertama.
Pada saat Michael Jordan – atau MJ – hampir pensiun, para penggemarnya sangat berharap bisa menyaksikan sang legenda dalam peran backend ini.
Namun, hal semacam itu tidak pernah terwujud.
Michael Jordan ternyata tidak pernah tertarik untuk menekuni profesi Phil Jacksons, pelatih yang bersamanya meraih enam cincin kejuaraan NBA untuk Chicago Bulls.
Tindakan Jordan untuk tetap terlibat dengan tim NBA adalah ketika ia mendapatkan saham mayoritas di Charlotte Bobcats, yang sekarang berubah nama menjadi Charlotte Hornets.
Dalam sebuah wawancara, Jordan pun memberikan refleksinya yang teramat jujur mengenai alasannya untuk tidak pernah menjalani karier kepelatihan.
“Saya tidak punya kesabaran untuk melatih. Dari sudut pandang kompetitif, fokus atlet saat ini dan fokus saya melihat pertandingan, bagaimana saya mengejar permainan, sudah berubah dan sangat berbeda."
Dia kemudian mencoba menjelaskan sudut pandangnya secara lebih mendalam.
MJ berkata, “Bagi saya meminta seseorang untuk fokus pada permainan dengan cara saya bermain, dalam beberapa hal, akan tidak adil bagi atlet yang harus menanggungnya.”
“Jika dia tidak sanggup melakukannya, tidak ada yang tahu bagaimana emosi saya akan meresponsnya. Saya tidak berpikir saya akan memiliki kesabaran untuk itu.”
Pada dasarnya, menurut MJ, menjadi pelatih adalah sesuatu yang tak pernah benar-benar bisa dia lakukan dari sudut pandang emosional.
“Karena saya jauh berbeda, saya memiliki persepsi yang berbeda tentang berbagai hal daripada yang dilakukan anak-anak pada zaman ini.”
Apalagi untuk mencoba menjadi sosok sesukses bekas pelatihnya, Phil Jackson.
Sebelas kali membawa timnya ke NBA Finals, enam di antaranya bersama Chicago Bulls dan Michael Jordan, Jackson masih dianggap sebagai GOAT di antara para pelatih NBA.
View this post on InstagramMy Dad was always one of My Biggest inspirations ! Love you pops #jordan #michaeljordan
Tahun 1998, ketika kontrak Phill Jacksons di Bulls tidak diperpanjang lagi, Michael Jordan juga meninggalkan jejaknya di NBA.
Pada zamannya, Jordan adalah salah satu anak muda yang tak ingin bermain untuk pelatih lain, selain favorit pribadinya.
Bisa dimaklumi jika Michael Jordan memahami kaum muda saat ini dan bagaimana mereka berfungsi dengan sangat berbeda.
Selain itu, dikenal sebagai sosok yang sangat kompetitif, dia tidak akan memasuki dunia, melakukan sesuatu, yang tidak dapat membuatnya dianggap hebat.
Phil Jackson: “...the difference between Michael and Kobe? The mitts that Michael had” ????????????????
pic.twitter.com/CBTrhlB6gN— Jumpman History (@HistoryJumpman) August 16, 2019
Mungkin semua alasan ini yang menyakinkan dirinya untuk tidak pernah mengambil peran pekerjaan sebagai pelatih NBA.
Takut Media Sosial
Sepanjang hidupnya, Michael Jordan jarang menunjukkan kerentanannya.
Bertahun-tahun sebelum Larry Bird dan Magic Johnson meninggalkan NBA, sorotan mulai beralih kepadanya, yang selama 1990-an memenangkan enam cincin kejuaraan bersama Chicago Bulls
Yang konyolnya, legenda NBA itu mengatakan dia tidak sepenuhnya yakin bisa bermain bola basket pada hari ini karena begitu kuatnya tekanan jejaring sosial.
"Tiger Woods bermain di puncak kariernya saat saya menuju akhir karier saya. Yang berubah dari saat itu ke saat sekarang adalah kemunculan media sosial, Twitter, yang begitu mengkhawatirkan.”
Pada dasarnya Michael Jordan penasaran dengan privasi seseorang, termasuk di antaranya para atlet profesional, di era media sosial sekarang ini.
“Media sosial bisa serta merta menyerang pribadi dan waktu pribadi orang, memudahkan pihak kedua, pihak ketiga, untuk meraup keuntungan finansial untuk diri sendiri.”
Itu diutarakan Michael Jordan dalam sesi wawancara di saluran YouTube Cigar Aficionado
Jadi salah satu selebritas terbesar di dunia pada era 1990-an, Jordan masih memiliki privasi karena dia tidak beredar secara online - atau dibahas secara online - 24 jam setiap hari.
"Untuk seseorang seperti saya - dan ini juga yang dihadapi Tiger - adalah saya tidak tahu apakah saya bisa bertahan di masa Twitter seperti sekarang,” ujar Michael Jordan.
“Karena saya melihat Anda tidak memiliki privasi yang Anda inginkan, ketika Anda memilih hidup dalam dunia online. Tampaknya semua hal bisa disalahartikan.”
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita Entertainment Lainnya:
Kisah Janji Khabib Nurmagomedov dan Pesan Sang Ibu yang Jadi Senjata Rahasia
Ulang Tahun Ke-13, Putra Mendiang Jose Antonio Reyes Terima Hadiah Barang Tinggalan sang Ayah