SKOR.id - Di hari Sumpah Pemuda ini, mari mengingat saat para remaja Manchester United memenangi segalanya kala mereka diremehkan.
Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober setiap tahunnya, untuk mengenang ikrar yang diucapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada 28 Oktober 1928.
Ini menjadi salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Di sepak bola, ada juga tonggak bersejarah yang dilakukan oleh para pemuda dari Manchester, yang membuat para pemain muda kini jadi lebih dihargai dan tak lagi dilirik sebelah mata.
Semua berawal dari sebuah ucapan yang diungkapkan oleh pengamat sepak bola Inggris, Alan Hansen, kepada tim Manchester United yang saat itu diisi oleh para pemain muda.
"Anda tak akan memenangi apapun dengan anak-anak," ujar Alan Hansen saat itu.
Tak hanya membuktikan bahwa mereka mampu, para pemain muda Manchester United kemudian bisa membuktikan hal sebaliknya dan memenangi segalanya.
Mari kita simak kisahnya lebih dalam lewat artikel Skor Special berikut ini.
(Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Latar Belakang
Alan Hansen adalah legenda Liverpool dan sepak bola Inggris. Selama 14 musim di Anfield, ia memenangi delapan Liga Inggris dan tiga Liga Champions dengan total meraih 23 trofi bersama Liverpool.
Setelah pensiun pada 1991, Hansen beralih profesi menjadi pengamat sepak bola dan jadi pandit di BBC, termasuk di acara utama mereka yang membahas Liga Inggris, Match of the Day.
Di sisi lain, Manchester United asuhan Sir Alex Ferguson sedang dalam masa peralihan usai jadi juara Liga Inggris pada 1993 dan 1994, tetapi gagal juara pada 1995.
Awal musim itu, Setan Merah kehilangan Eric Cantona yang masih dalam masa hukuman delapan bulan, dan juga baru saja melepas pemain-pemain veteran seperti Paul Ince, Mark Hughes, dan Andrei Kanchelskis.
Ferguson tak mengganti mereka dengan pemain berpengalaman, tetapi justru mempromosikan para pemain dari tim muda seperti Phil dan Gary Neville, Nicky Butt, David Beckham, hingga Paul Scholes.
Laga pertama musim di kandang Aston Villa, semua seperti menjadi mimpi buruk bagi Man United.
Ian Taylor, Mark Draper, dan Dwight Yorke mencetak gol sebelum turun minum untuk Aston Villa, sedangkan Setan Merah hanya membalas sekali enam menit jelang bubaran lewat Beckham, dan harus kalah 1-3 di pekan pertama musim.
Memang, rata-rata usia pemain Man United musim itu hanya 26 tahun 137 hari, terbilang sangat muda.
Scholes, Beckham, Gary Neville, dan Nicky Butt sama-sama masih berusia 20 tahun saat itu, ditambah Ryan Giggs (21 tahun), hingga Andy Cole (23 tahun), dan Lee Sharpe (24 tahun).
Hal ini yang menurut Alan Hansen jadi masalah utama Manchester United saat itu, yang ia sampaikan di acara BBC Match of the Day.
"Saya rasa mereka punya masalah, bukan masalah yang besar. Sudah jelas, tiga pemain hengkang. Triknya adalah selalu beli pemain saat Anda punya tim yang kuat, jadi Ferguson perlu membeli pemain," ujar Hansen.
"Anda tak akan bisa memenangi apapun dengan anak-anak. Anda melihat line-up Man United dan Aston Villa, saat lawan melihat line-up ini akan memberi mereka semangat dan itu akan terjadi setiap Ferguson menurunkan para pemain muda. Dia perlu membeli pemain baru, sesimpel itu."
Hansen mengatakan bahwa Manchester United perlu pemain baru agar memiliki kedalaman skuad yang dibutuhkan untuk jadi juara.
Akan tetapi, ternyata Hansen salah besar, dan kesalahan ini salah satunya juga karena komentarnya tersebut yang menjadi pelecut semangat untuk para pemain muda Setan Merah.
Menangi Segalanya
Phil Neville yang saat itu berusia 19 tahun menceritakan apa yang terjadi dengan skuad Manchester United usai Hansen mengatakan hal tersebut.
"Hansen saat itu adalah pengamat sepak bola terbaik di TV. Dia adalah bintang utama di TV yang semua orang dengarkan perkataannya. Saat itu, Match of the Day adalah satu-satunya acara sepak bola dan dia adalah pengamat sepak bola terbaik di TV," ujar Neville.
"Kata-kata itu, saya bisa bilang selain menjadi motivasi bagi kami, hal itu juga membuatnya semakin terkenal!"
Usai keok di pekan pertama, Man United kemudian tak kalah sampai November saat mereka kalah 0-1 di kandang Arsenal.
Setan Merah lalu hanya kalah dua kali setelah Natal dan jadi juara Liga Inggris 1995-1996 dengan koleksi 82 poin, unggul empat angka dari Newcastle United.
Tak hanya itu, mereka juga tampil luar biasa di Piala FA, mencapai final sebelum menang 1-0 lawan tim kesayangan Hansen, Liverpool, dan jadi juara.
Tiga tahun kemudian, para pemain muda ini juga jadi tulang punggung utama saat Setan Merah meraih treble winners bersejarah yang melegenda.
Hansen, Kemudian
Kata-kata ini kemudian menjadi ciri khas Hansen sebagai pengamat sepak bola, ia bahkan kerap mengulangi kata-kata ini sebagai candaan.
"Kata-kata itu sedikit banyak membentuk diri saya sebagai pengamat sepak bola, hanya karena kata-kata ini ternyata salah besar," ujar Hansen.
"Toko suvenir Man United mencetak kata-kata ini di t-shirt dan mereka mengirimkan beberapa t-shirt itu kepada saya."
Meski begitu, Hansen tetap pada pendiriannya bahwa kata-kata ini tak sepenuhnya salah.
Hal ini karena di skuad Man United saat itu, tulang punggung utama tim tetap adalah para pemain berpengalaman.
Sebut saja Peter Schmeichel (31 tahun), Denis Irwin (29), Eric Cantona (29), Gary Pallister (30), hingga Steve Bruce (34).
"Jika United tak meraih dua gelar musim itu, Anda masih bisa mengatakan kata-kata tersebut sekarang. Meski musim itu Ferguson mempromosikan lima atau enam pemain muda, ia tetap memilih para pemain berpengalaman," kata Hansen.
"Jangan lupa tulang punggung utama tim itu di antaranya Peter Schmeichel, Steve Bruce, Gary Pallister, dan Eric Cantona. Tim itu menjadi contoh fantastis bagaimana membangun tulang punggung yang bagus dan baru melengkapi sisanya."