- Sejak kali pertama digelar pada 1903, para pembalap yang turun di Tour de France baru mengenal sistem pemindah gigi pada 1940.
- Perkembangan material rangka terbilang paling pesat, dari baja hingga serat karbon.
- Bahan serat karbon rangka sepeda yang pernah digunakan Lance Armstrong memiliki standar sama dengan yang dipakai untuk pesawat terbang.
SKOR.id - Sebagai salah satu dari tiga ajang balap sepeda paling bergengsi dunia (grand tour), Tour de France kerap menjadi acuan perkembangan teknologi sepeda balap jalan raya (road bike).
Tour de France, yang kali pertama digelar pada 1903 (Giro d'Italia dimulai 1909 dan Vuelta a Espana di 1935), pun menjadi saksi seperti apa perubahan sepeda balap selama lebih dari 100 tahun.
Dari era rangka (frame) baja tipis yang dipakai Eddy Merckx pada awal 1970-an sampai frame monokok berbahan serat karbon teknologi tercanggih dengan berat hanya 790 gram di sepeda juara Tour de France 2020, Tadej Pogacar, Colnago V3Rs, sepeda balap mengalami transformasi yang sulit dinalar.
Meskipun evolusi sepeda balap sejak awal 1900-an hingga melibatkan teknologi olahraga seperti saat ini, bentuk umum road bike sekilas tidak banyak berubah.
Union Cycliste Internationale (UCI) selaku otoritas tertinggi olahraga sepeda di dunia memang menetapkan sejumlah regulasi yang mulai diberlakukan pada 1934.
Sebut saja diameter roda depan-belakang harus sama dengan ukuran antara 70 cm dan 55 cm. Atau berat minimal 6,8 kg dan rangka harus berbentuk segitiga.
Regulasi UCI tidak menghambat pengembangan teknologi sepeda balap. Faktanya, sepeda balap berubah sangat besar dalam beberapa dekade terakhir.
Era Awal
Saat memenangi Tour de France pertama pada 1903, Maurice Garin memakai sepeda La Francaise Diamant dengan rangka baja bulat (tubular) dengan berat mencapai 18 kg. Sistem gerak roda sepeda Garin kala itu juga fix, bukan freewheel.
Ukuran geometri sepeda membaik dengan dikenalkannya setang model drop (ujung melengkung ke bawah agar ergonomis) pabrikan Thomann-Joly.
Pada Tour de France 1914, sepeda yang digunakan bintang Belgia, Leon Scieur, terlihat sudah menggunakan setang drop ini. Saat itu juga terdapat pompa angin yang ditempel di selongsong untuk batang jok.
Kala itu, pembalap masih harus menangani sendiri gangguan teknis, termasuk jika ban kempis. Pasalnya, mendapat bantuan dari luar (penonton misalnya) merupakan pelanggaran dalam aturan Tour de France.
Sistem Perpindahan Gigi Dikenalkan
Tour de France 1937 menjadi ajang dikenalkannya sistem perpindahan gigi lebih dari satu untuk sepeda balap. Namun, untuk menaikkan atau menurunkan gigi, pembalap harus berhenti dan melakukannya secara manual.
Pada tahun 1937 itu pula penggunaan pelek berbahan aluminium menjadi standar bagi pembalap profesional. Sebelumnya, pelek Duralumin lansiran Mavic dengan berat 750 gram digunakan Antonin Magne untuk memenangi Tour de France 1934.
Namun, karena pelek itu dinilai tidak sesuai regulasi Tour, Magne konon mengecatnya serupa kayu agar tidak ketahuan penyelenggara.
Pada 1940, perusahaan pembuat komponen sepeda asal Italia, Campagnolo, menemukan sistem pemindah gigi (derailleur) yang membuat pembalap tidak harus turun dari sepeda.
Dinamai Cambio Corsa, Gino Bartali dari Italia menjadi pembalap pertama yang menggunakannya dan membuatnya jauh lebih cepat saat melibas trek pegunungan di Tour.
Sistem sederhana namun efektif ini dioperasikan dengan dua tiang kecil (lever) di sisi kanan sepeda, tepatnya di palang menuju as roda belakang.
Lever atas diarahkan ke sisi luar agar as ban belakang bisa fleksibel bergerak saat lever bawah dimainkan untuk memindahkan rantai ke posisi gigi yang diinginkan.
Desain Rangka Mulai Jadi Fokus
Setelah Perang Dunia II berakhir (Tour de France dihentikan pada 1940-1946 karena perang), ukuran geometri rangka mengalami perubahan besar. Permukaan jalan yang semakin baik juga mengubah desain rangka menjadi lebih agresif.
Tetapi, secara umum bahan sepeda balap masih relatif sama. Sebut saja rangka dan gagang pengayuh pedal (crank) yang terbuat dari baja.
Sistem gigi juga mengalami perkembangan setelah Gran Sport mengeluarkan derailleur yang dioperasikan dengan kabel dan sepasang tuas di setang pada 1951 dan 1952.
Pada 1957, Jacques Anquetil mampu memenangi Tour dengan sistem pemindah gigi dari Simplex yang dia sebut "clangers".
Frame Baja Pilihan Utama
Rangka baja masih jadi pilihan utama untuk sepeda balap selama beberapa dekade setelah Jacques Anquetil memenangi Tour empat tahun beruntun pada 1961-1964 dengan sepeda bermerk Saint-Raphaël dan rangka lansiran Helyett.
Saat merebut gelar Tour pertamanya pada 1969 (dari total lima, lainnya pada 1970, 1971, 1972, 1974), Eddy Merckx menggunakan sepeda bermerk Faema berangka baja dari Reynolds dengan pemindah gigi Nuovo Record keluaran Campagnolo.
Ketika memenangi Tour de France 1972, berat rangka sepeda Merckx mencapai 9,6 kg. Saat ini, berat total sepeda balap rata-rata sedikit di atas 6,8 kg (standar UCI) dengan bobot rangka hanya 700-900 gram. Salah satu yang teringan adalah rangka Trek Emonda yang hanya 640 gram untuk ukuran 56 cm.
Bobot total sepeda mulai menjadi pusat perhatian saat Raleigh melakukan inovasi lewat Raleigh Team Professional pada 1972.
Ti-Raleigh dengan berat sekitar 10 kg disebut-sebut sebagai sepeda balap dengan rangka baja paling efektif setelah menempatkan Joop Zoetemelk memenangi Tour pada 1980.
Dengan rangka Reynolds 531 dan sistem pemindah gigi Campagnolo Record, Raleigh mampu memenang satu gelar Tour de France, 62 etape di Tour, 29 kemenangan lomba balap sepeda klasik, dan enam gelar juara dunia.
Pabrikan asal Nottingham itu juga masih menjadi satu-satunya produsen sepeda asal Inggris yang mampu menjuarai Tour de France.
Serat karbon baru menjadi pilihan utama bahan untuk rangka sepeda balap di abad 21. Namun, sejumlah pabrikan sudah mencoba mendesain rangka dari serat karbon di awal 1970-an.
Kendati terbukti kuat dan membuat sepeda jauh lebih ringan, saat itu sangat sulit membuat rangka dari serat karbon yang benar-benar bisa diandalkan.
TVT menjadi perusahaan pertama yang menggunakan serat karbon untuk rangka sepeda. Perusahaan asal Prancis itu memakai bahan dasar Kevlar yang dilapisi serat karbon. Bagian-bagian rangka itu diikat dengan penyambung (lug) berbahan aluminium.
Greg LeMond merebut gelar Tour de France pertamanya pada 1986 dengan menggunakan Look KG86 dengan rangka karbon dari TVT. Look pula yang menemukan pedal tanpa klip (penjepit sepatu) pertama pada 1984.
Pria asal Amerika Serikat yang menjuarai Tour tiga kali (1986, 1989, 1990) itu juga menjadi satu-satunya pembalap yang menggunakan sistem penggerak gigi dari Mavic walau di era itu Campagnolo sangat dominan.
Eksperimen Aluminium
Sebelum serat karbon, sejumlah pabrikan sepeda juga mencoba membuat rangka dari aluminium untuk pada pembalap profesional di awal era 1970-an.
Aluminium tidak hanya lebih ringan daripada baja dan lebih kuat. Pada pertengahan 1980-an, perusahaan asal Prancis, Vitus memproduksi rangka dimensi bulat bernama 979 Dural.
Duraluminium, demikian nama lengkapnya, adalah bahan aluminium campuran (alloy) yang tidak hanya ringan namun juga kebih kuat dibanding bahan sebelumnya.
Pembalap asal Irlandia, Sean Kelly, menjadi raja sprint (poin) empat kali di Tour de France (1982, 1983, 1985, 1989), Paris-Nice tujuh kali beruntun (1982-1988), sekali Vuelta a Espana (1988), dan sejumlah lomba bergengsi dengan Vitus 979 ini.
Giant TCR diyakini sebagai sepeda balap pertama dengan geometri rangka paling kompak yang diproduksi massal. Rangka aluminium hasil desain Mike Burrows itu tidak hanya kuat dan ringan tapi juga dibuat agar lebih cocok dengan ukuran tubuh pembalap.
Laurent Jalabert, pembalap sepeda nomor satu dunia pada 1995, 1996, 1997, dan 1999, adalah salah satu pengguna Giant TCR saat membela Tim ONCE (1992-2000).
Meskipun sejumlah bahan terus dicoba, rangka berbahan baja tetap diproduksi sejumlah pabrikan. Pada 1994, Miguel Indurain menjadi pembalap terakhir yang menggunakan sepeda dengan rangka baja.
Saat itu, Indurain – juara Tour lima kali beruntun (1991, 1992, 1993, 1994, 1995) – menggunakan rangka Oria-TIG dari Pinarello, meski rumornya dibuat Dario Pegoretti.
Bobot sepeda Indurain saat itu hanya 9 kg dengan ukuran rangka sangat besar, yakni 59 cm, panjang tabung tempat dudukan jok dari as pedal (untuk pembalap dengan postur 183 cm-191 cm).
Usia aluminium sebagai bahan rangka sepeda balap sejak akhir 1980-an, ternyata tidaklah panjang. Marco Pantani menjadi pembalap terakhir yang mampu memenangi Tour de France dengan sepeda berangka aluminium pada 1998.
Saat itu, Pantani menggunakan Bianchi Mega Pro XL Reparto Corse dengan rangka tubular dari Electron dan gear Record dari Campagnolo dengan berat total sepeda hanya 7 kg.
Ringannya sepeda Pantani menimbulkan spekulasi bila rangka yang ia gunakan saat itu bukanlah aluminium melainkan boron.
Rangka Karbon dan Transmisi Elektronik
Sepeda balap yang seluruhnya berbahan karbon pertama adalah Trek OCLV 5200 milik Lance Armstrong untuk memenangi Tour de France 1999 (enam gelar beruntun berikutnya dicoret karena doping).
OCLV merupakan singkatan dari Optimum Compaction Low Void, serat karbon yang disusun sedemikian rupa untuk membentuk rangka. Standar serat karbon yang dipakai sama dengan yang digunakan untuk pesawat terbang.
Pada tahun 1999 itu pula untuk kali pertama Shimano, perusahaan sistem transmisi sepeda asal Jepang, berhasil memenangi Tour untuk kali pertama.
Sistem transmisi sepeda berkembang pesat pada dekade awal 2000. Dominasi Mavic sebagai pionir dan penguasa transmisi dengan merk Zap perlahan digeser oleh Shimano.
Pada 2009, Shimano memperkenalkan sistem transmisi elektronik untuk kali pertama. Sempat ditanggapi skeptis, Shimano Di2 dengan cepat mampu populer di Tour de France.
Cadel Evans menjadi pembalap pertama yang mampu memenangi Tour de France dengan Di2 pada 2011. Pada 2017, setiap pemenang etape dan pemakai jersi (kuning, hijau, putih, dan polka dot) ternyata menggunakan Shimano Dura-Ace Di2.
Magnesium Menggebrak
Pinarello bisa dibilang pabrikan sepeda paling sukses di Tour dalam tiga dekade terakhir. Tak kurang 15 gelar juara Tour direbut para pengguna sepeda buatan pabrikan asal Italia itu.
Dimulai Pedro Delgado (juara pada 1988), Miguel Indurain dengan rangka besi hingga aluminium bersama Bjarne Riis (1996) sampai Bradley Wiggins (2012) dan Chris Froome (2013, 2015, 2016, 2017) dengan rangka karbon.
Pada 2006, Oscar Pereiro juara dengan Pinarello berangka magnesium. Mengambil desain rangka dari Pinarello Dogma 65.1 Think 2 – sepeda pemenang Tour 2012 dan 2013 milik Tim Sky – bahan rangka sepeda Pereiro adalah AK61 magnesium campuran.
Sepeda Pereiro juga menggunakan garpu depan Pinarell Onda berbahan serat karbon dengan desain segitiga belakang yang unik. Campagnolo Record 10 dipilih menjadi sistem transmisi dan pelek Bora Ultra "menyempurnakan" sepeda Pereiro.
Itulah sepeda berbahan magnesium pertama dan satu-satunya pemenang Tour karena Pinarello kemudian memilih mengembangkan serat karbon sebagai bahan rangka.
Semakin Ringan dengan Aerodinamika Super
Sejak UCI menetapkan berat minimal sepeda balap untuk profesional hanya 6,8 kg, semua produsen berlomba untuk membuat sepeda seringan mungkin. Kini, berat rangka sepeda balap canggih hanya sekitar 700 gram - 900 gram.
Salah satu rangka sepeda balap teringan adalah Trek Emonda yang hanya seberat 640 gram untuk ukuran 56 cm (untuk pembalap bertinggi 173 cm - 183 cm).
Berat rangka serat karbon Colnago V3Rs, sepeda yang dipakai Tadej Pogacar memang masih terbilang "berat", yakni 790 gram untuk ukuran frame 50 cm (setara ukuran 54 cm di sepeda balap biasa, untuk pembalap berpostur 168 cm - 175 cm).
Namun, dengan karena desainnya sangat cocok dengan Pogacar (tinggi-berat 176 cm-66 kg), Colnago V3Rs mampu membantu pembalap Slovenia itu merebut tiga jersi sekaligus di Tour de France 2020 lalu; klasemen umum (kuning), tanjakan (polka dot), dan pembalap muda (putih).
Saat rangka yang ringan sudah mampu dibuat, fokus selanjutnya adalah aerodinamika. Pinarello Dogma F8 andalan Froome di Tour 2016 atau Canyon Ultimate CF SLX yang membuat Nairo Quintana menjadi runner-up pada 2015, merupakan dua contoh sepeda dengan rangka ringan dan aerodinamis.
Harga Mencengangkan
Dengan sejumlah kecanggihan tersebut, tentu publik penasaran berapa harga sepeda-sepeda balap jalan raya itu di Indonesia.
Sebuah Pinarello Dogma F12 ukura rangka 46,6 misalnya. Sebuah toko khusus penjual sepeda-sepeda impor, di akun Instagram mencantumkan harga Rp280 juta!
Masih di toko yang sama, sebuah S-Works Venge Sagan Edition tahun 2021 dengan ukuran frame (dari karbon) 52 dijual Rp180 juta.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Berita Balap Sepeda Lainnya:
Senin Adrenalin: Mengenal Balap Sepeda Downhill
Terkait Emoji Berbau Rasisme dalam Tweet-nya, Pembalap Sepeda AS Di-Skors Tanpa Batas Waktu
Kevin Reza Klaim UCI dan Mayoritas Pembalap Sepeda Tak Peduli Isu Rasisme