- Mattia Binotto telah resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai team principal Ferrari.
- Sepeninggal Mattia Binotto, banyak tugas menanti diselesaikan oleh bos anyar Ferrari pada F1 2023.
- Setidaknya, ada lima masalah utama Ferrari dalam kompetisi F1 beberapa musim terakhir yang mendesak untuk dicarikan solusi.
SKOR.id - Team principal Ferrari, Mattia Binotto, resmi mengundurkan diri pada Selasa (29/11/2022) kemarin.
Mundurnya Mattia Binotto menjawab selentingan yang beredar belakangan ini bahwa pria asal Italia tersebut bakal didepak dari Tim Kuda Jingkrak.
Sepeninggal Binotto, tugas berat menanti siapapun yang ditunjuk menjadi prinsipal anyar Ferrari pada F1 2023.
Dilansir dari Crash, berikut lima problem utama Ferrari yang mendesak diselesaikan oleh prinsipal baru Ferrari.
1. Memperbaiki strategi tim
Kacaunya strategi menjadi salah satu penyebab utama bapuknya penampilan Ferrari pada F1 2022.
Seperti diketahui, hasil balapan F1 seringkali ditentukan oleh strategi yang tepat, seperti pemakaian ban dan pengaturan timing masuk pit.
Salah satu contoh buruknya strategi Ferrari terjadi pada GP Monako 2022. Akibatnya, Charles Leclerc yang merebut pole position mesti finis di urutan keempat.
Hal serupa terjadi pada GP Inggris 2022 ketika Ferrari tak memanggil Leclerc untuk masuk pit saat safety car yang membuatnya disalip Carlos Sainz Jr, Sergio Perez, hingga Lewis Hamilton.
Jika dirunut lebih jauh, buruknya strategi Ferrari sudah berlangsung sejak lama saat mereka gagal membantu Sebastian Vettel merebut gelar juara dunia pada musim 2017 dan 2018.
2. Mendukung Leclerc
Tak dapat dimungkiri, Charles Leclerc adalah bintang utama Ferrari saat ini dibandingkan Carlos Sainz Jr.
Dengan kontrak yang berakhir pada 2024 mendatang, Tim Kuda Jingkrak mesti berjuang mati-matian untuk memaksimalkan performa pembalap asal Monako tersebut.
Secara skill, Charles Leclerc jelas tak kalah dari Max Verstappen atau bahkan Lewis Hamilton. Sayang, mobil yang buruk membuatnya kesulitan mengimbangi dua rivalnya tersebut.
Memang, Sainz menunjukkan performa solid pada F1 2022. Namun, kecepatan pembalap Spanyol tersebut bukan tandingan Leclerc maupun Verstappen.
Ferrari perlu mencontoh Red Bull Racing yang menyesuaikan setelan mobil dengan pembalap terbaik mereka.
Jika gagal memberi Leclerc mobil terbaik dalam waktu dekat, bukan tidak mungkin Leclerc berpaling ke Mercedes, seperti yang santer dirumorkan belakangan ini.
3. Mengubah mentalitas tim
Sebagai tim yang tidak pernah meraih gelar juara dunia sejak 2007, mentalitas Ferrari sebagai tim elite F1 mulai dipertanyakan.
Kesempatan untuk bangkit sebenarnya datang pada awal F1 2022. F1-75 menjadi mobil tercepat di grid setidaknya hingga GP Belgia.
Namun, performa luar biasa yang ditampilkan Max Verstappen membuat hasil apik di awal F1 2022 segera dilupakan.
Binotto yang selalu mengagung-agungkan progres Ferrari di F1 2022 pun dengan segera diabaikan.
Walau Ferrari memang meningkat ketimbang dua musim sebelumnya, namun hasil 4 kemenangan dari 22 balapan jelas tak bisa diterima dari tim yang pernah merajai F1 pada masanya.
4. Pengembangan mobil
Pada F1 2022, pengembangan mobil sepanjang musim menjadi salah satu masalah paling krusial yang dihadapi Ferrari.
Binotto kembali jadi sosok "antagonis" bagi Ferrari, dengan mengatakan bahwa pihaknya terpaksa menghentikan beberapa upaya pengembangan sebelum waktunya.
Kebijakan tersebut membuat mereka nyaris tersusul Mercedes yang memulai musim 2022 dengan keteteran.
Situasi ini mengingatkan pada era Fernando Alonso di awal dekade 2010-an dan era Sebastian Vettel pada 2017-2018.
Meningkatkan keandalan power unit menjadi salah satu isu utama yang harus dihadapi siapapun pengganti Binotto pada F1 2023.
5. Politik internal Ferrari
Alih-alih menjadi jabatan prestisius, posisi team principal Ferrari seakan menjadi kutukan dalam satu dekade terakhir.
Bagaimana tidak, sejak 2013 tercatat ada empat orang yang menjadi prinsipal Ferrari. Tak satupun dari mereka berhasil membawa Tim Kuda Jingkrak ke podium tertinggi alias juara dunia.
Desas-desus yang beredar menyebut bahwa CEO Ferrari, Benedetto Vigna, terlalu mencampuri strategi tim, yang membuat para prinsipal tidak leluasa bekerja.
Belum lagi sang presiden, John Elkann, yang tidak bertindak tegas untuk memutus rumor-rumor tidak sehat, seperti yang terjadi di kasus Binotto.
Jadi, siapa pun pengganti Mattia Binotto sepertinya harus bisa mengatasi para senior di Tim Kuda Jingkrak.
Berita Formula 1 lainnya:
Skor 6: Prinsipal Tim Ferrari F1 dengan Masa Tugas Terlama
Lewis Hamilton Tegaskan Belum Akan Pensiun dari F1 dalam Waktu Dekat
Breaking News: Mattia Binotto Mengundurkan Diri sebagai Prinsipal Tim Ferrari F1