- Jakarta menjadi kota yang menghasilkan banyak klub profesional di Indonesia.
- Mulai dari Pelita Jaya sampai Persija adalah klub yang didirikan di Ibu Kota Jakarta.
- Berikut adalah 5 klub swasta era Galatama yang pindah dari Jakarta kemudian 'mati'.
SKOR.id - Pada era Galatama, terdapat beberapa klub yang didirikan di kota Jakarta, tetapi setelahnya mereka pindah markas hingga akhirnya bubar.
Jakarta rupanya menjadi salah satu kota yang menghasilkan banyak klub sepak bola profesional.
Saat ini, mungkin yang paling dikenal oleh para pecinta sepak bola Tanah Air adalah Persija Jakarta.
Namun, pada era Galatama, terdapat beberapa klub yang didirikan dan sempat bermarkas di Kota Jakarta.
Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, klub-klub yang didirikan di Jakarta itu mulai berpindah markas ke luar Jakarta.
Entah kebetulan atau tidak, tetapi klub-klub era Galatama terutama yang didirikan oleh swasta di Jakarta itu justru mengalami nasib yang sama, yaitu dibubarkan.
Lantas siapa saja klub-klub swasta itu? Berikut Skor.id menyajikan daftar klub swasta yang didirikan di Jakarta, tetapi akhirnya bubar setelah berpindah dari Jakarta.
1. Pelita Jaya
Pelita Jaya pertama kali didirikan pada 1986. Ketika itu, pengusaha besar Indonesia, Nirwan Bakrie, membentuk Pelita Jaya untuk berkompetisi di Liga Sepak Bola Utama (Galatama).
Ketika itu, meski baru didirikan, Pelita Jaya langsung mendulang kesuksesan dengan menjuarai Galatama pada musim 1988-1989, 1990, serta 1993-1994.
Bahkan, Pelita Jaya sempat diperkuat oleh legenda timnas Argentina, Mario Kempes.
Kala itu, Stadion Lebak Bulus, Jakarta, merupakan kandang dari Pelita Jaya.
Pelita Jaya ini sempat berganti-ganti nama, mulai dari Pelita Mastrans, Pelita Bakrie, sampai Pelita Solo.
Ketika berganti nama menjadi Pelita Solo, klub itu berpindah kandang ke Stadion Manahan, Solo.
Semenjak pergi dari Jakarta, prestasi Pelita Jaya justru tidak semengilap ketika masih berada di Jakarta.
Solo bukan kota terakhir yang dijadikan kandang oleh Pelita Jaya, beberapa kali mereka justru berpindah-pindah kandang.
Dan dari semua kandang, tidak ada yang mampu menyamai kesuksesan ketika berada di Jakarta.
2. Arseto FC
Arseto FC, mungkin klub yang satu ini lebih identik dengan Kota Solo.
Memang ada benarnya Arseto sempat berada di Solo, akan tetapi sebetulnya klub ini pertama kali didirikan pada 1978 berkandang di Jakarta.
Arseto didirikan oleh putra mantan Presiden Soeharto, ri Sigito.
Pada tahun 1983, Arseto kemudian berpindah markas ke Kota Solo pada tahun 1983.
Berbeda dengan Pelita Jaya, Arseto butuh waktu yang lebih lama untuk meraih kesuksesan di Galatama.
Pada tahun 1985, Arseto sukses meraih trofi perdananya, yaitu juara Piala Liga I. Sedangkan pertama kali juara Galatama terjadi pada tahun 1992.
Bahkan, Arseto sempat mewakili Indonesia di ajang Liga Champions Asia 1993.
Sayangnya, nyawa klub ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1998, Arseto dibubarkan setelah berakhirnya era orde baru dan lengsernya Soehartp/
3. Perkesa 78
Perkesa 78 adalah salah satu tim yang dianggap unik pada era Galatama.
Pasalnya, materi pemain Perkesa 78 diisi oleh para pemain yang berasal dari Papua, padahal klub ini dibentuk di Jakarta Selatan.
Klub tersebut didirikan oleh mantan Gubernur Papua, Mayjen TNI (Purn) Acub Zaenal, pada tahun 1978.
Mereka memulai kompetisi Galatama pada musim 1979-1980, tetapi status mereka menjadi tim asal Bogor kendati didirikan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baru musim pertama di Galatama, Perkesa 78 langsung tersangkut skandal suap.
Ketika itu, Perkesa 78 disebut mendapatkan suap sebesar Rp1,5 juta agar mengalah dari klub Cahaya Kita.
Skandal itu terungkap setelah ada seseorang yang melaporkan hal tersebut kepada Acub Zaenal.
Acub Zaenal pun menindak tegas para pemain yang terlibat pengaturan skor dengan memecat.
Sejak saat itu, kondisi Perkesa 78 yang awalnya menjanjikan menjadi mulai goyah.
Beberapa kali mereka harus berpindah kandang, mulai dari Sidoarjo, Yogyakarta, hingga Mataram.
Hingga pada akhirnya tahun 1994, Perkesa 78 resmi dibubarkan seiring dengan dibubarkannya pula kompetisi Galatama.
4. Cahaya Kita
Cahaya Kita juga merupakan klub yang didirikan di Jakarta.
Jika menilik pada sejarah, klub Cahaya Kita mungkin kerap diidentikan dengan hal yang berbau negatif, yakni pengaturan skor.
Hal itu terjadi karena memang pada era Galatama musim 1979, Cahaya Kita terbukti terlibat pengaturan skor ketika berhadapan dengan Perkesa 78.
Kala itu kapten tim Perkesa 78, Javeth Sibi, disebut menerima suap dari sosok bernama Jeffry Suganda Gunawan untuk mengalah dari Cahaya Kita di Stadion Menteng pada 5 Juni 1979.
Ketika itu, Cahaya Kita berhasil menang dengan skor tipis 1-0 atas Perkesa 78.
Pada tahun 1984, PSSI akhirnya membekukan Cahaya Kita dari kompetisi sepak bola Indonesia.
Selain itu pemilik klub, yakni Rubianto Susilo alias Lo Bie Tek dan Kaslan Rosidi juga mendapatkan hukuman larangan mengurus sepak bola profesional di Tanah Air lagi.
Sebelum dibekukan, sebenarnya Cahaya Kita sempat berniat untuk berpindah kandang ke Kota Semarang, Jawa Tengah.
Bahkan mereka sempat menyurvei Stadion Citarum di Kota Semarang untuk menjadi kandang mereka.
Namun, semenjak dibekukan Cahaya Kita kemudian hilang dan tidak berlanjut lagi.
5. Bintang Timur
Mirip dengan Perkesa 78, Bintang Timur adalah klub yang didirikan di kota Jakarta, tetapi diperkuat oleh mayoritas pemain non-Jakarta.
Skuad Bintang Timur diisi oleh para pemain yang berasal dari Maluku.
Klub Bintang Timur ini berdiri di Jakarta ketika statusnya masih amatir, tetapi, setelah mengikuti Galatama, Bintang Timur kemudian memutuskan berkandang di Cirebon, Jawa Barat.
Sayangnya, Bintang Timur hanya bertahan dua musim di Galatama, yakni pada musim 1980-1982 dan 1982-1983,
Berita Skor 5 Lainnya:
Skor 5: Pelatih Futsal Karismatik dari Indonesia
Skor 5: GOAT Bulu Tangkis Indonesia dari Masing-masing Nomor
Skor 5: Kiper Timnas Indonesia yang Tampil di Piala Asia