SKOR.id – Sejumlah bukti menunjukkan bila contoh awal batik telah ditemukan di Timur Jauh, Timur Tengah, Asia Tengah, dan India lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Bisa jadi daerah-daerah tersebut berkembang secara mandiri, tanpa pengaruh perdagangan atau pertukaran budaya. Namun kemungkinan besar kerajinan tersebut menyebar dari Asia ke Kepulauan Melayu dan barat ke Timur Tengah melalui jalur perdagangan kafilah.
Di Cina, batik sudah dipraktikkan sejak Dinasti Sui (581-618 M). Batik sutra berbentuk layar juga telah ditemukan di Nara, Jepang yang diperkirakan berasal dari zaman Nara (710-794 M).
Batik Nara ini kemungkinan besar dibuat oleh seniman Cina karena motifnya berupa pepohonan, binatang, pemain seruling, pemandangan berburu, dan pegunungan yang dibuat sedemikian rupa.
Sejauh ini memang tidak ada bukti adanya batik katun yang sangat tua yang ditemukan. Namun lukisan dinding di gua Ajanta di negara bagian Maharashtra, India, menggambarkan penutup kepala dan pakaian yang kemungkinan besar merupakan batik.
Begitu pula candi-candi seperti di Borobudur dan Prambanan di Jawa yang memuat sosok-sosok yang mengenakan pakaian bermotif batik. Ukiran batu pada sebuah candi yang dibangun pada abad ke-13 di Jawa Timur, juga memperlihatkan pola batik.
Di Mesir, kain kubur linen dari abad ke-4 SM telah digali yang menunjukkan pola putih dengan latar belakang biru nila, kemungkinan dibuat dengan menggoreskan desain pada lilin. Di Afrika, penolakan pewarnaan menggunakan singkong dan pasta beras telah ada selama berabad-abad di suku Yoruba di Nigeria bagian selatan dan Senegal.
Indonesia, khususnya Pulau Jawa, merupakan tempat di mana batik mencapai puncak kejayaannya. Di sini, para pedagang asal Cina, Arab, India, dan Eropa yang membeli dan menjual tekstil dan batik pertama kali disebutkan secara khusus pada tagihan kargo pada pertengahan abad ke-17.
Sejak sekitar tahun 1835, produsen tekstil di Belanda memulai upaya mekanisasi produksi batik dengan menggunakan penggulung tembaga dan bahan penahan resin.
Ketika orang Jawa terbukti tidak mau membeli kain ini, kain tersebut dibawa ke Afrika Barat, tempat kain ini memulai kehidupan dan tradisinya sendiri, yang berlanjut hingga hari ini sebagai “cetakan lilin”.
Di Jawa, pedagang tekstil menanggapi ancaman ini dengan mencari cara untuk mempercepat metode menggambar desain dengan tangan yang memakan waktu lama. Pencetakan balok kayu diadaptasi ke batik dengan penemuan stempel tembaga (atau dikenal dengan tjaps) untuk mengaplikasikan lilin panas.
Kain batik imitasi diproduksi di banyak perusahaan percetakan tekstil Eropa sepanjang abad ke-20, terutama di Inggris dan Belanda, dan hingga hari ini masih dibuat hanya di satu perusahaan – Vlisco di Helmond, Belanda – sebagai pengingat akan masa lalu kolonial.
Di Eropa, kain eksotik ini memicu gelombang kreativitas. Sekira era tahun 1890-an di Amsterdam, Belanda, sekelompok seniman muda memperkenalkan teknik batik pada dekorasi interior, perabotan, dan kemudian fesyen.
Hal ini terbukti sangat berhasil, dan terbukti sejak awal abad ke-20, batik dipraktikkan oleh ribuan seniman dan perajin Eropa dan Amerika. Puncak popularitasnya terjadi antara tahun 1918 dan 1925 ketika populer di Belanda, Jerman, Perancis, Polandia, dan Inggris.
Seni batik memudar di Barat hingga tahun 1960-an ketika kembali diambil, dieksplorasi, dan diadaptasi oleh sejumlah seniman, termasuk Noel Dyrenforth di London yang merupakan pendiri The Batik Guild.
Apa yang dimulai pada tahun 1986 sebagai sekelompok kecil siswa Noel telah menjadi kumpulan pencinta batik, guru, dan seniman internasional.
Di Asia pun, para seniman mulai melihat potensi kerajinan nenek mereka dan kini batik berkembang baik sebagai seni tradisional maupun inovatif, bentuk seni kontemporer yang dicintai dan dipraktikkan oleh para seniman batik di seluruh dunia.
Banyak Atlet Dunia Menyukai Motif Batik Indonesia
Sejumlah atlet dunia juga terbukti menggemari batik. Pada Juli 2013 silam misalnya. Beberapa pesepak bola Arsenal FC terlihat senang mengenakan batik menjelang tur Asia saat itu.
Enam pemain Arsenal saat itu: Wojciech Szczesny, Olivier Giroud, Per Mertesacker, Tomas Rosicky, Lukas Podolski, dan Mikel Arteta, mengenakan dua model kemeja batik tradisional dengan logo klub di dada, untuk sesi pemotretan yang sangat istimewa.
Kemeja batik itu didesain khusus di Indonesia dan dikirim ke markas Arsenal menjelang tur Asia. Podolski menyebut sangat menyukai kemeja batik tersebut dan langsung menyimpannya. Sedangkan kemeja lainnya saat itu menjadi hadiah untuk sayembara Arsenal terkait tur Asia di Indonesia.
Juara dunia MotoGP enam (2013, 2014, 2016, 2017, 2018, 2019) kali Marc Marquez mungkin sudah tidak asing lagi dengan batik. Dalam beberapa kunjungannya ke Indonesia, pembalap Tim Repsol Honda itu hampir pasti memakai kemeja batik di acara-acara resmi.
Selain Marc Marquez dan Arsenal, ada pebasket NBA Justin Holiday. Pada Februari 2022 silam, saat masih menjadi guard Indiana Pacers, ia memesan batik di Blitar, Jawa Timur.
Saat itu, ia memesan kemeja batik spesial dengan logo klubnya di salah satu pusat batik di Blitar, tepatnya kepada seniman batik Yogi Rosdianta dan istrinya, Santika. Ini merupakan bagian dari upaya mempromosikan batik sebagai suvenir bagi fans melalui NBA Fashion Hits.
Pada Desember 2022, Kepala Konsulat Jenderal RI di Chicago, Amerika Serikat, Meri Binsar Simorangkir, memberikan hadiah batik untuk Holiday yang saat itu sudah memperkuat Atlanta Hawks, seusai pertandingan melawan Milwaukee Bucks.
Holiday kemudian mengunggah foto dan videonya mengenakan batik tersebut di akun Instagram @justholla7, di mana ia tampak sangat terkesan dengan pola, kualitas, dan model pakaian yang dibuat khusus agar sesuai dengan tinggi badannya yang menjulang 1,98 meter.
Ansambel batik tersebut merupakan hasil kolaborasi KJRI Chicago, desainer batik Ai Syarif dan Wahono, serta Holiday yang dimulai pada November 2021. Batik tersebut merupakan karya salah satu pemenang Kompetisi Batik Persahabatan Indonesia-AS bertajuk: “Yang Terbaik dari Kedua Dunia: Batik sebagai Jembatan Antara Dua Bangsa.”
Bertajuk Chakra Asih Pinager Lung, potongan batik tersebut mewakili kebijaksanaan, cinta, kebijaksanaan dan pengetahuan.
Menjelang akhir Maret 2022 silam, Kejuaraan Dunia MotoGP menyambangi Sirkuit Mandalika Internasional. Sejumlah pembalap MotoGP pun menunjukkan respeknya terhadap Indonesia yang saat itu baru kembali menggelar Kejuaraan Dunia Grand Prix Balap Motor sejak 1997.
Cara yang ditunjukkan Alex Rins (saat itu masih membela Team Suzuki Ecstar) dan duet Tim Pramac Racing, Johann Zarco dan Jorge Martin, juga unik. Mereka mengambil desain livery bermotif batik pada helm. Martin bahkan juga memasang peta Indonesia di bagian belakang helm.