SKOR.id – Tenis memiliki sejarah mode yang sangat fantastis. Dimulai ketika para pemainnya mengenakan korset, rok setinggi lantai, dan bahkan chapeaus kecil.
Awalnya dikenal sebagai tenis rumput, olahraga ini kali pertama muncul di Inggris pada tahun 1800-an, dan dimainkan oleh pria dan wanita zaman Victoria di lapangan rumput.
Meskipun para pemain tenis profesional saat ini sering kali mengenakan pakaian bergaya atletik yang berfokus pada performa dan kenyamanan, awal mulai gaya tenis membuat para pemain menerapkan pendekatan yang lebih flamboyan dalam berpakaian di lapangan.
Berikut perjalanan perkembangan mode pakaian tenis yang menakjubkan, dari yang bergaya bak putri kerajaan untuk wanita hingga yang sporty dan efisien tanpa meninggalkan mode dan tren.
Tahun 1800-an
Sepanjang era tahun 1800-an, terdapat peraturan yang mengharuskan semua petenis—pria dan wanita—mengenakan pakaian serba putih. Saat ini, turnamen Grand Slam Wimbledon masih mengikuti aturan ini, meskipun wanita kini diperbolehkan mengenakan celana dalam berwarna.
Apa yang terlihat kurang berwarna di lapangan pada tahun 1800-an, mereka gantikan dengan siluet ekstrem. Karena itu, bukan hal yang aneh bagi wanita untuk mengenakan korset ketat selama pertandingan, yang sering kali dikenakan di atas gaun setinggi lantai.
Kenapa penampilan itu tetap terlihat begitu manis? Pada saat itu, tenis dipandang sebagai olahraga kelas atas, dan sebagai hasilnya, lapangan terlihat sesuai dengan tren mode saat itu.
1920-an
Perubahan model pakaian tenis ini berlangsung cukup lama. Baru pada tahun 1920-an keadaan mulai mengendur. Trim berwarna perlahan-lahan diizinkan, dan perintis seperti petenis wanita Prancis Suzanne Lenglen menentang konvensi dengan mengenakan atasan lengan pendek atau tanpa lengan dengan rok (seperti siluet flapper pada zaman itu).
Sejak itu, pakaian tenis menjadi lebih kasual dan modis. Memang benar, sweater tebal dan rok panjang tidak memberikan fungsionalitas maksimal. Pada tahun 1929, Rene Lacoste memperkenalkan kaus tenis terkenal yang dengan cepat menjadi barang abadi.
1940-an
Dekade ini menjadi saksi akan perubahan bertahap dalam pilihan pakaian. Dimulai dengan Katharine Hepburn, yang dengan berani mengenakan celana pendek Bermuda berpinggang tinggi.
1950-an
Gaya dan model pakaian para petenis makin menarik, kendati masih “biasa”. Petenis wanita masih mengandalkan terusan ataupun rok mini. Sedangkan pria celana pendek dengan kaus dengan potongan lengan tinggi, seperti yang dikenakan juara Wimbledon 1954 Jaroslav Drobny di bawah ini.
1970-an
Petenis asal Swedia Bjorn Borg menjadi ikon dalam dekade ini setelah memenangi gelar Wimbledon pertama dari lima gelar berturut-turut, dimulai pada 1976. Penampilannya begitu populer dan flamboyan membuatnya meluncurkan lini pakaian dalamnya sendiri. Sejarah menunjukkan bila Borg masih menjadi salah satu petenis hebat yang pernah ada.
1980-an
Era tahun 1970-an dan 1980-an merupakan periode transformatif bagi tenis, tidak hanya sebagai olahraga namun juga sebagai gerakan budaya yang meninggalkan jejak yang tak terbantahkan pada mode global.
Inilah era ketika bintang tenis berevolusi dari sekadar atlet menjadi ikon gaya, dan fesyen di tepi lapangan menjadi sebuah pernyataan yang bergema jauh melampaui batas-batas olahraga.
Merek-merek seperti Nike, Puma, Lacoste, Ellesse, Sergio Tacchini, dan Adidas memanfaatkan semakin populernya tenis, menciptakan iklan ikonik yang memadukan penampilan dengan gaya, menjadikan pakaian atletik menjadi fenomena mode global.
Di era keemasan ini, tenis bukan hanya soal permainan melainkan juga tentang kepribadian yang memainkannya. Petenis-petenis seperti Borg, Andre Agassi, dan Steffi Graf menjadi terkenal tidak hanya karena prestasi mereka di lapangan tetapi juga karena gaya khas mereka. Lihat saja gaya rambut John McEnroe dan Chris Evert yang sangat terkenal di dekade 1980-an.
Pengaruh mereka melampaui tenis, berdampak pada tren mode di seluruh dunia. Para atlet ini menampilkan tipe baru yang keren—yang elegan, ramping, dan bergaya tanpa susah payah.
Ketika pertandingan tenis memikat penonton di seluruh dunia, berbagai merek menyadari potensi untuk memanfaatkan momentum ini. Mereka mulai membuat iklan yang menyoroti perpaduan unik antara atletis dan gaya yang ditawarkan tenis. Iklan-iklan ini bukan hanya tentang menjual produk; tujuan mereka adalah menjual gaya hidup—gaya hidup yang menggabungkan keunggulan kompetitif olahraga dengan kecanggihan mode.
1990-an
Magenta bisa dibilang menjadi warna favorit para petenis dunia di dekade ini. Para petenis sangat berani tampil beda saat itu. Agassi senang mengenakan celana pendek merah jambu atau celana pendek denim, atau kombinasi pink bicycle pant dengan celana pendek jins.
Pun begitu, banyak pula yang berpendapat, 1990-an mungkin menjadi dekade terkelam dalam fesyen dan mode di tenis karena topi-topi ala legiun, kaus-kaus polo berkualitas rendah, hingga pakaian ala pegolf, kerap dipakai di lapangan saat itu.
2000-an
Cara terbaik untuk menggambarkan gaya milenium baru mungkin terwakili dengan satu kata, “heboh”. Kakak beradik Williams, Venus dan Serena, serta petenis cantik Rusia Maria Sharapova termasuk di antara mereka yang berani mengenakan kreasi nyentrik para desainer hebat. Entah itu sukses besar atau gagal, silakan Anda yang menilai.
Saat Ini
Para petenis masa kini memilih bahan yang sangat teknis dan potongan yang lebih atletis. Intinya, saat ini apa yang dikenakan pemain di lapangan dirancang untuk satu fungsi utama: untuk membantu mereka menang. Ini lebih tentang fungsi dibanding fesyen.
Publik mungkin akan menertawakannya dalam 10 tahun ke depan. Namun, untuk saat ini, semua itu sedang populer!