SKOR.id - Punya pemilik tajir tidak menjamin akan mudah meraih gelar.
Sejumlah klub Eropa yang berada di bawah kepemilikan pengusaha kaya raya tahu betul bahwa trofi belum tentu mengikuti uang.
Paris Saint-Germain (PSG) tahu hal itu. Klub asal Paris, Prancis, ini sudah tidak lagi bertarung di Liga Champions 2022-2023 ini.
Uang memang bukan faktor utama. Pada akhirnya, kemampuan sebuah tim memaksimalkan potensi yang mereka miliki menjadi salah satu kunci penting, seperti Manchester City saat ini.
Selain memiliki barisan pemain bintang berkelas dunia, Manchester City juga punya pelatih top berkelas dunia pula: Pep Guardiola.
Inilah yang membedakan antara PSG dan Manchester City. Manchester City memberikan kebebasan bagi Pep Guardiola untuk memilih pemain yang dia inginkan.
Dengan pemain-pemain yang bintang yang pernah dia datangkan ke Manchester City pula, Pep memberikan banyak trofi, termasuk empat trofi Liga Inggris.
Tapi, ada satu trofi yang hingga kini belum pernah diraihnya bersama Manchester City. Trofi yang justru menjadi penantian bagi pemilik dan fans The Citizens: Liga Champions.
Musim ini, Pep akan berusaha kembali untuk meraih trofi si Kuping Besar.
Malam ini atau Rabu (10/5/2023) dini hari WIB, Pep Guardiola akan membawa timnya ke Stadion Santiago Bernabeu menghadapi Real Madrid tim asuhan Carlo Ancelotti.
Pep tentu tidak ingin momen pahit musim lalu terulang. Ini memang laga pertama namun, yang terjadi musim lalu memberi pelajaran bahwa timnya harus memaksimalkan laga pertama dengan mencetak banyak gol.
Pep Guardiola memiliki peluang untuk mewujudkan misi tersebut di Bernabeu lawan Real Madrid, malam ini karena dia punya skuad terbaik.
Banyak yang menilai, sejak tiba di Manchester City pada 2016 lalu, skuad Manchester City saat ini adalah skuad yang paling terbaik dalam keriernya di tim asal Manchester itu.
Skuad terbaik seperti halnya ketika dia memiliki tim Barcelona pada 2008-2009. Karena itu, tim ini memilii value untuk meraih trofi Liga Champions.
Ya, bukan tidak mungkin inilah musim berakhirnya penantian gelar The Citizens.
Kerap Bereksperimen
Sebagai pelatih, Pep Guardiola selalu dikenal gemar bereksperimen dalam soal taktik. Dia memiliki guru yang mengajarkannya tentang sepak bola: Johan Cruyff.
Bagi Pep Guardiola, sepak bola bukan sesuatu yang pasti dalam soal strategi. Pep memang punya kecenderungan menggunakan pola 4-3-3 seperti halnya Barcelona.
Namun, dia bukanlah pelatih yang menutup pintu terhadap fleksibilitas. Bagi Pep, sepak bola adalah proses yang dinamis.
Filosofi inilah yang dibawanya baik di Barcelona, Bayern Munchen, dan kini di Manchester City.
Salah satu contoh eksperimen yang ketika itu dinilai aneh tapi akan selalu diingat adalah ketika dia menempatkan Lionel Messi sebagai false 9.
Padahal, ketika itu, Lionel Messi sudah dikenal sebagai pemain yang sangat efektif di sayap kanan.
Eksperimen terkait taktik dan strategi ini juga dilakukannya ketika di Bayern Munchen dengan sering menempatkan Joshua Kimmich sebagai bek kanan.
Philip Lahm bermain sebagai bek tengah bahkan gelandang bertahan di depan pertahanan dalam pola 4-1-4-1.
Di Manchester City, Josep "Pep" Guardiola menciptakan sistem yang bervariasi.
Sistem permainan yang mampu beraptasi dan bertransformasi setiap waktu yang membuat pemain seperti bunglon bisa memainkan berbagai peran.
Pep kerap menggunakan pola 4-3-3 tapi soal pilihan pemain selalu menjadi "misteri". Baginya, pemain sayap harus bisa bermain di kedua sisi baik kanan dan kiri.
Gelandang juga bisa bermain sebagai gelandang tengah atau gelandang serang. Atau bek tengah yang harus bisa bergerak ke sisi untuk main sebagai full-back.
Pep Guardiola telah menciptakan tim yang elastis dari 11 pemain yang diturunkannya. Karena itu pula, faktor ini yang membuat Manchester City sangat sulit diprediksi oleh lawan-lawannya.
Joao Cancelo salah satu "korban" eksperimen dari Josep Guardiola. Dalam perjalanan kariernya, Joao Cancelo adalah bek kanan.
Bagi pemain, penting untuk bermain di posisi yang sangat dikenalnya. Namun, Pep justru menempatkannya di posisi sayap kiri.
Kabarnya, ini pula latar belakang yang membuat Joao Cancelo memilih untuk hijrah ke Bayern Munchen dengan status pinjaman.
Padahal, keputusan Pep membuat Joao Cancelo sempat dikenal sebagai sayap kiri terbaik saat ini.
Kepergian Joao Cancelo pada Januari lalu justru membuat Pep menciptakan hal baru dengan memaksimalkan bek tengahnya, John Stones.
Variasi Pola
John Stones dikenal sebagai bek yang memiliki kemampuan menguasai bola. Kemampuan inilah yang membuat John Stones selalu tepat ketika tim bermain dalam pola 4 bek.
John Stones bek tengah ideal yang sangat cocok untuk pola 4-4-2 atau 4-3-3.
Pep kerap menurunkan mantan pemain Aston Villa ini sebagai duet bersama Ruben Dias. Kepergian Joao Cancelo memberikan ruang bagi Nathan Ake dan Manuel Akanji sebagai full-back.
Di sisi lain, Pep tahu betul bahwa menjadikan Jack Grealish sebagai bek sayap sangat berisiko karena sang pemain tidak memiliki kemampuan yang bersih dalam menjaga lawan.
Musim ini, John Stones memiliki area posisi yang lebih luas yaitu sebagai gelandang bertahan, berdue dengan Rodri dalam pola 3-2-23.
John Stones bersama Rodri berperan sebagai double pivot dengan Rodri yang memiliki orientasi menyerang.
Dengan pola 3-2-2-3 ini, sebuah tim membutuhkan satu gelandang yang bisa bermain fleksibel bahkan di posisi mamapun di lini tengah.
Bernardo Silva memiliki kemampuan tersebut. Dalam sejumlah pertandingan saat laga berjalan, Bernardo Silva bisa bermain sayap sayap bahkan turun sebagai bek kanan.
Lalu Nathan Ake yang musim ini memiliki pengalaman penting sebagai pemain bertahan karena harus fleksibel main sebagai bek tengah dan juga bek kiri.
Namun, di antara pemain "elastis" dari sisi posisi yang paling menarik musim ini adalah John Stones tentunya.
Performanya ketika Manchester City lawan Bayern Munchen di laga pertama perempat final membuatnya menjadi perhatian publik.
Bermain sebagai gelandang bertahan dan gelandang jangkar memberikan kebebasan bagi Rodri untuk naik menyerang hingga akhirnya mampu mencetak gol.
Manuel Akanji sudah memiliki dasar sebagai pemain yang serbabisa di pertahanan. Karena itu, tidak sulit bagi pemain asal Swiss ini bermain sebagai bek tengah atau bek kanan.
Fleksibilitas inilah yang menjadi kekuatan Manchester City. Kehadiran Erling Haaland sebagai mesin gol semakin menyempurnakan kekuatan The Citizens untuk meraih trofi Liga Champions.