- Hero Tito petinju asal Malang mengalami koma selepas bertarung melawan James Mokoginta, Ahad (27/2/2022).
- Kedua petinju sama-sama saling melakukan pertarungan sengit.
- Petinju dengan nama asli Heru Purwanto itu sempat dihitung oleh wasit.
SETIAP pekerjaan punya risiko. Setiap risiko tak bisa dipindahkan pada pihak lain, kecuali jelas-jelas melanggar ketentuan.
Hal ini perlu saya ketengahkan terkait dengan komanya Hero Tito petinju asal Malang selepas bertarung melawan James Mokoginta, Ahad (27/2/2022) malam di Holywings Cafe, Gatsu, Jakarta Pusat.
Tito dipukul di ronde tujuh dari rencana pertarungan 10 rode. Ia sempat bangkit, tapi kemudian jatuh lagi dan tak sadarkan diri.
Dari info yang saya peroleh, saat peristiwa terjadi, kedua petinju sama-sama saling melakukan pertarungan sengit. Dalam satu momen, pukulan keras James, patut dapat diduga mengenai rahang Tito. Artinya, Tito tidak dalam posisi dikurung dan dihujani bogem tanpa perlawanan. Sungguh sedih dan memprihatinkan.
SOP
Petinju dengan nama asli Heru Purwanto itu sempat dihitung oleh wasit. Lazimnya wasit menghitung hingga angka delapan, setelah itu wasit harus memanggil sang petinju yang terjatuh, lalu menerapkan operasional prosedur standar (SOP): "Siapa namamu, di mana kamu berada?"
Jika sang petinju tidak merespon pertanyaan, maka wasit wajib menghentikan pertarungan dan menyatakan KO. Jika petinju dapat merespon tapi kemudian melangkah sempoyongan, wasit juga wajib menghentikan pertarungan. Langkah ini untuk menyelamatkan petinju itu sendiri.
Seorang petinju yang tidak merespon atau melangkah dengan gontai, itu dapat diduga mengalami blank temporary ini istilah awam. Tidak sadar diri sesaat.
Kasat mata, petinju itu terlihat tidak apa-apa, matanya melek seperti biasa, hanya saja raut wajahnya dingin. Reaksinya hanya karena reflek semata. Mike Tyson pun sempat mengalami hal itu saat laga kedua melawan Evander Holyfield.
Tahun 1996, di Sao Paolo, saya menyaksikan hal demikian. Saat itu Kejuaraan Dunia Karate Tradisional, di Brasil. Nando, karateka kita, kebetulan saya ditugaskan oleh Ketum Inkai, Letjen TNI (purn) HBL. Mantiri yang kala itu menjadi Dubes RI untuk Singapura, menjadi manajer timnas, terjatuh saat menghadapi juara dunia dari Argentina.
Ia dengan cekatan bangkit, tapi wasit melihat ada yang tak beres. Nando diajak komunikasi, tak ada respon apa pun. Padahal matanya melek dan tubuhnya terus bergoyang-goyang seperti sedang pemanasan.
Sekejab, Nando dibawa keluar dan dinyatakan menang hanshoku-chui kemenangan karena kesalahan lawan. Dan lawan diberi hukuman shikaku atau diskualifikasi.
Saat dibawa Nando berjalan seperti biasa. Setelah satu jam, namanya dipanggil lagi, tiba-tiba ia turun dari tempat tidur. Saya dan beberapa ofisial satu di antaranya Sihang Albert Tobing, menahannya. Kami mengikuti saran dokter untuk bertanya.
"Do, kau mau lawan siapa?" tanya Sihang Albert.
"Argentina," jawabnya.
Itulah blank temporary (istilah ini tidak dikenal dalam ilmu kedokteran) atau lebih tepatnya menurut dr. Ari Sutopo, dokter akhli olahraga kita, Mild contusio cerebri. "Jika seseorang dipukul kepala, jatuh dan hilang kesadaran beberapa saat maka secara medis disebut Mild Contusio Cerebri (geger otak ringan)," begitu penjelasannya.
Nah, dalam kasus Tito, apa yang sesungguhnya terjadi saya tidak saksikan. Apakah wasit sudah melakukan SOP atau tidak, saya juga tidak tahu. Bagaimana situasi yang sesungguhnya, juga saya tidak mengetahuinya. Tetapi, kejadian itu pasti tidak berdiri sendiri.
Seperti di alinea pembuka, saya memasukkannya sebagai kategori risiko dari pekerjaan. Dengan begitu, kita tidak perlu untuk mencari siapa yang salah. Meski demikian, tentu kita memerlukan segala perangkat dan persyaratan yang mumpuni agar kedepan dapat kita kurangi kejadian semacam ini lagi.
Ya, batasnya hanya mengurangi, pasti bukan menghapus. Petinju yang meninggal langsung atau tidak dari pertarungan sudah puluhan di Indonesia bahkan ratusan di dunia internasional.
Diawali Jimmy Koko yang meninggal setelah bertarung tahun 1948. Lalu, Rocky Kwang di tahun 1950. Tiga terakhir, M. Afrizal meninggal setelah kalah dari Irvan Barita Marbun (31/3/2012), Oxon Paule meninggal (20/12/2012) beberapa hari setelah kalah dari Berry Gio, dan tahun 2013, tepatnya 26 Januari, Tubagus Setia Sakti meninggal setelah melawan Ical Tobida, data wikipedia.
Bukan hanya cabor tinju yang memang melakukan jual-beli pukulan, tenis dan tenis meja yang nota-bene tak main gebuk-gebukan, juga berulang kali memakan korban.
Dari liputan-6, Rektor UPI Bandung, Prof. Furqon, meninggal saat bermain tenis 22/4/2017). Lalu Hakim PN Tanjungkarang, Surono juga meninggal saat bermain (25/11/2021). Tahun 2016, tepatnya 4 April, anggota DPRD Kepri, Sofian Samsir juga meninggal. Dan contoh terakhir, atlet Por-Prop Jambi, Suhaimi, meninggal saat main tenis-meja (19/11/2018).
Tingkatkan ilmu
Namun demikian, kita tampaknya perlu mengingatkan pada: ATI (Asosiasi Tinju Indonesia), KTI (Komisi Tinju Indonesia), dan KTPI (Komisi Tinju Profesional Indonesia), untuk duduk bareng. Ketiga Asosiasi pertinjuan pro itu, perlu meningkatkan kualitas keilmuan untuk para wasitnya. Bukan hanya ilmu pertinjuan yang terus berkembang, tapi juga ilmu keselamatan.
Selain itu, mereka juga perlu memberikan pembinaan dan pengetahuan yang terbaik untuk para praktisi tinju pro. Pengetahuan medis, kedaruratan, pertolongan, dan pengamanan sangat diperlulan untuk mereka yang bertugas menjadi pendamping.
Kemungkinan
Kasus Tito ini saya duga terjadi karena beberapa hal. Satu di antaranya adalah pengetahuan kedaruratan yang tidak mereka kuasai.
Biasanya disebabkan (meski tidak selalu):
Dari sudut petinju
1. Petinju kurang siap
2. Tim di sudutnya tidak paham kondisi bahaya
3. Tim di sudutnya tidak memiliki keberanian untuk menghentikan
Dari sisi wasit
1. Wasit kurang cekatan melihat
2. Wasit kurang sigap
3. Wasit tidak memiliki keberanian untuk menghentikan
Di atas ring hanya dua faktor yang dapat menghentikan pertarungan. Wasit sang pemegang kendali, dan helper (pembantu) di sudut petinju.
Ingat Mike Tyson vs Peter McNeely (18/8/1995). Kebetulan saya menyaksikan langsung di MGM Grand, Las Vegas, USA. Tyson yang baru keluar dari tahanan hanya membutuhkan waktu 89 detik. Pelatih McNeely, melempar handuk saat petinju disergap Tyson.
Catatan:
Richard Steele, wasit kelas dunia, lebih memilih dituntut oleh kubu petinju ketimbang membiarkan kematian mendekat.
Lima sampai enam pukulan tidak direspon dengan baik, Steele langsung menghentikan pertarungan. Wasit lain biasanya menghentikan jika sudah 9-10 pukulan.
Dari semua tuntutan, Steele memenangkan seluruhnya karena hakim justru melihat langkah Steele adalah langkah penyelamatan.
Kasus Tito bukan yang pertama dan pasti juga bukan yang terakhir. Pertarungan MMA atau UFC, sesungguhnya jauh lebih berbahaya, toh tetap saja bisa diselenggarakan. Sementara kematian, pasti datang di mana pun kita berada dan dengan cara apapun.
Ditanggung promotor
Sebelum saya akhiri tulisan ini, Armin Tan, anak muda yang jadi promotor, sudah berbicara pada saya. "Pak, mudah-mudah Tito bisa diselamatkan. Tapi, apa pun itu, dua anak Tito akan saya urus hingga mereka besar," tegasnya.
Bahkan menurut sumber yang tak ingin disebut namanya, seluruh pembiayaan Tito pun ditanggung Armin. "Sudah sangat besar biayanya," kata sumber itu.
Jujur, tak banyak promotor yang berani menyatakan hal semacam ini. Biasanya, sang promotor pergi perlahan tanpa suara.
Ohya, seorang wartawan muda bertanya: "Bang, apakah promotor tidak bisa dipersalahkan?" tanyanya polos.
Saya menegaskan, promotor hanya bertanggung jawab pada pelaksanaan event sementara di atas ring, wasitlah penanggung jawabnya. Wasit sendiri ditunjuk oleh asosiasi tinju yang membawahi pertarungan.
Tetapi, asosiasi pun memiliki keterbatasan yang tidak mungkin untuk dipersalahkan.
Sekali lagi, kita berdoa agar Tito diberi yang terbaik oleh Allah SWT, dan kita juga berdoa agar pernyataan sang promotor sungguh-sungguh mengambil tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak Tito. Dan dunia tinju pro kita bisa kembali melahirkan juara-juara dunia seperti Elly Pical, Nico Thomas, M. Rahman, dan Chris Jon. aamiin.. *
Penulis: M. Nigara
Wartawan Tinju Senior
Komentator Tinju tvone
Berita Tinju Lainnya:
Dua Kali Terjatuh, Tibo Monabesa Berhasil Kalahkan Petinju Filipina Jayson Vayson
Kell Brook Ingin Tiru Cara Canelo Alvarez Habisi Amir Khan
Manusia Paling Menakutkan di Dunia Jatuhkan Hulk Iran
Petinju Ukraina Angkat Senjata, Vasily Lomachenko Gendong Senapan M16 Hadapi Invasi Rusia