SKOR.id - Persis Solo mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan suporter mereka selepas laga Liga 1 2024-2025 kontra Persib Bandung.
Seperti diketahui, fisioterapis Persib, Benediktus Adi, menjadi korban pemukulan oknum suporter Persis usai pertarungan kedua tim di Stadion Manahan, Solo, Minggu (29/12/2024) malam.
Saat itu, Benediktus, bersama kiper Kevin Mendoza, sedang berbelanja di sebuah minimarket yang ada di Stasiun Balapan. Ya, skuad Persib memang berencana pulang ke Bandung dengan kereta.
Tiba-tiba, mereka diadang oleh puluhan oknum suporter Persis Solo. Ketegangan pun terjadi dan salah satu suporter memukul wajah Benediktus hingga memar.
Untungnya, petugas stasiun dan polisi serta TNI yang ada di lokasi bertindak cepat untuk menenangkan keadaan.
Berdasarkan informasi, Polresta Solo kini sudah mengamankan 20 oknum suporter Persis, termasuk satu orang yang menjadi pelaku pemukulan terhadap Benediktus Adi.
Dua hari setelah insiden, Persis Solo mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka sangat menyayangkan terjadinya tindak kekerasan terhadap salah satu ofisial Persib Bandung.
"Sepak bola sejatinya adalah bahasa pemersatu, dan rivalitas hanya berlaku selama 90 menit di lapangan," tulis klub berjuluk Laskar Sambernyawa tersebut, Selasa (31/12/2024).
"Persis mengecam segala tindak kekerasan yang terjadi atas nama sepak bola, karena mencederai nilai dan prinsip dari klub yang didirikan sebagai alat perjuangan yang berlandaskan asas kemanusiaan," mereka menambahkan.
Manajemen Persis pun siap bekerja sama dengan pihak berwajib agar para pelaku menerima ganjaran setimpal akibat perbuatan mereka.
"Klub mendukung dan mengawal segala proses hukum yang berlaku pasca insiden kekerasan terhadap staf ofisial Persib, agar kejadian serupa tidak terulang lagi dan sepak bola kembali menjadi bahasa pemersatu yang merekatkan sekat-sekat pembeda atas nama kemanusiaan," mereka memungkasi.
Kekerasan oleh suporter memang menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar di sepak bola Indonesia. Tak peduli berapa tahun berlalu, sebanyak apa korban berjatuhan, oknum-oknum tak bertanggung jawab selalu ada untuk merusak suasana.
Padahal, pelajaran terbesar sudah diberikan dua tahun lalu, saat Tragedi Kanjuruhan mengguncang bukan hanya Indonesia, tapi juga dunia. Namun, sepertinya duka tak ada arti di hadapan fanatisme buta.