- Mantan presiden Federasi Atletik Dunia, Lamine Diack, menjalani sidang perdana di Paris, Prancis, pada hari ini.
- Lamine Diack disidang atas dugaan kasus korupsi dan pencucian uang.
- Selain Lamine Diack, lima orang juga bakal diseret ke pengadilan atas dugaan kasus yang sama.
SKOR.id - Setelah melakukan penyelidikan cukup lama, sidang perdana kasus korupsi Lamine Diack akhirnya digelar di Paris, Prancis, pada Senin (13/1/2020).
Lamine Diack adalah mantan presiden Federasi Atletik Dunia (IAAF) yang sekarang bernama World Athletics.
Dugaan korupsi yang dilakukan Lamine Diack sebenarnya sudah disangkakan dari tiga tahun lalu. Bahkan yang bersangkutan telah menjadi tahanan rumah sejak November 2015.
Lamine Diack diduga menerima uang suap lebih dari tiga juta euro (sekitar Rp45,6 miliar) untuk berbagai skandal yang telah terjadi.
Baca Juga: Negara Tak Bersalju yang Tampil di Olimpiade Musim Dingin Remaja 2020
Selain Lamine Diack, lima orang lainnya juga bakal diseret ke pengadilan untuk sejumlah kasus korupsi dan pencucian uang.
Mereka adalah Habib Cisse (penasihat hukum), Gabriel Dolle (mantan kepala bidang anti-doping IAAF), Valentin Balakhnickhev (mantan bedahara IAAF), Alexei Melnikov (mantan atlet Rusia), dan Papa Massata Diack (putra Lamine Diack).
Salah satu kasus yang menjadi sorotan jaksa penuntut umum adalah skandal London Marathon 2010 yang dimenangi oleh Liliya Shobukova.
Kala itu, sejumlah oknum IAAF diduga memeras Shobukova untuk membayar uang tutup mulut sebesar 435 ribu poundsterling (sekitar Rp7,9 miliar) karena sang atlet disebut terindikasi doping.
Baca Juga: Doping, Kuota Lifter Rumania Dibatasi di Olimpiade 2020
Dilansir Skor.id dari BBC, Lamine Diack juga diinvestigasi atas dugaan suap proses bidding sejumlah ajang olahraga bergengsi, termasuk Olimpiade Rio 2016 dan Olimpiade Tokyo 2020.
Pria asal Senegal ini disebut memiliki kontrol suara untuk sejumlah perwakilan Afrika dan bisa mengarahkannya ke calon tertentu dengan imbalan sejumlah uang.
Sidang kasus Lamine Diack dijadwalkan bergulir selama dua pekan ke depan di Paris, Prancis.
Bila terbukti bersalah, pria 86 tahun ini terancam hukuman kurungan penjara maksimal selama 10 tahun.