- Gaye Sarambounou, pekerja migran tanpa dokumen resmi, mengaku sempat dipekerjakan oleh subkontraktor infrastruktur Olimpiade 2024.
- Pria asal Mali tersebut mengungkapkan dirinya mendapatkan upah di bawah standar karena statusnya sebagai imigran gelap.
- Anggota serikat pekerja, Bernard Thibault, meragukan keseriusan kontraktor dalam mengatasi skandal tersebut.
SKOR.id - Di tengah persiapan menuju Olimpiade Paris 2024, yang bergulir kurang dari dua tahun lagi, muncul skandal mengenai eksploitasi imigran ilegal oleh kontraktor.
Gaye Sarambounou, yang merupakan buruh migran asal Mali, Afrika, mengaku menjadi salah satu pekerja kasar di area konstruksi pembangunan infrastruktur Olimpiade 2024.
Sebagai imigran tanpa dokumen resmi, Sarambounou mengatakan dirinya mendapat upah di bawah standar minimum pekerja di Prancis.
Sarambounou hanya menerima 80 Euro (setara Rp1,3 juta) untuk pekerjaan selama 8 hingga 11 jam sehari tanpa biaya lembur.
Angka tersebut jauh di bawah standar minimum upah pekerja di Prancis, yakni 90,16 Euro (Rp1,47 juta) untuk pekerjaan selama delapan jam sehari.
"Saya menerima pekerjaan ini karena sadar dengan situasi saya sendri. Jika tidak memiliki dokumen resmi maka harus bekerja keras, untuk pekerjaan kasar," ucap Sarambounou kepada AFP yang dilansir Inside The Games.
"Anda tidak ada pilihan lain. Semua orang tahu apa yang terjadi tetapi tidak ada yang membicarakannya."
Solideo sebagai kontraktor utama pembangunan infrastruktur Olimpiade 2024 mengaku telah mendengar skandal imigran ilegal tersebut.
Oleh karena itu, Solideo mengaku telah memutus kontrak dengan beberapa subkontraktor yang dinilai melakukan praktik eksploitasi kepada para imigran asing tanpa dokumen.
Di sisi lain, Bernard Thibault, selaku anggota serikat buruh di Prancis menganggap sikap Solideo yang mengaku sebagai korban para subkontraktor tidak masuk akal.
Pasalnya, pekerjaan menggarap infrastruktur Olimpiade Paris 2024 tentu memiliki sistem screening yang lebih ketat daripada area konstruksi pada umumnya.
"Kita semua tahu angkatan kerja jenis ini sangat esensial untuk banyak sektor, termasuk konstruksi," tutur Bernard Thibault menjelaskan.
"Kami telah menyaksikan hal tersebut di sektor konstruksi secara umum. Kami mengasumsikan masih banyak yang lain."
"Akan tetapi, konstruksi untuk Olimpiade tentu memiliki sistem keamanan yang lebih berkembang daripada tempat lain."
"Oleh karena itu, tantangan saat ini adalah mengidentifikasi siapa pihak yang bertanggung jawab atas kasus-kasus yang sudah terjadi."
"Grup konstruksi besar tidak seharusnya bersikap seperti korban yang dikelabui oleh perusahaan subkontraktor."
Berita Olimpiade 2024 Lainnya:
Olimpiade Paris 2024 Krisis, Negosiasi Sejumlah Venue Masih Buntu
Tiket Premium Upacara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 akan Dijual Seharga Rp416 Juta