SKOR.id – Keputusan Manchester United mendepak pelatih Erik ten Hag pada Senin (28/10/2024) malam WIB kian menambah panjang daftar pelatih asal Belanda yang dipecat oleh klub-klub Liga Inggris.
Ten Hag – yang mulai menangani Man United pada April 2022 – ditendang kurang dari 24 jam setelah Setan Merah takluk 1-2 dari tuan rumah West Ham United di London Stadium pada matchday 9 Liga Inggris 2024-2025.
Dalam sejarah Liga Inggris (sejak format Liga Primer dimulai pada musim 1992-1993), tercatat 10 pelatih asal Belanda yang berkarier di kompetisi sepak bola terbaik di dunia itu. Namun, hingga musim lalu tidak satu pun dari mereka yang mampu merebut gelar juara Liga Inggris.
Posisi Ten Hag di Man United kini digantikan sementara oleh asistennya yang juga salah satu legenda klub, Ruud van Nistelrooy. Sepeninggal Ten Hag, praktis tinggal Arne Slot—pelatih Liverpool FC—pelatih resmi asal Belanda yang berkiprah di Liga Inggris.
Mengapa para pelatih asal Negeri Kincir Angin tampaknya kesulitan dengan gaya sepak bola Inggris? Apa saja hal maupun faktor yang membuat itu terjadi?
Skor.id akan coba membahasnya secara detail dalam Skor Special edisi kali ini. (Skor Special adalah artikel yang akan memberikan perspektif berbeda setelah Skorer membacanya dan artikel ini bisa ditemukan dengan mencari #Skor Special atau masuk ke navigasi Skor Special pada homepage Skor.id.).
Sebelum membahas mengapa para pelatih asal Belanda mengalami banyak kesulitan saat berkarier di Liga Inggris, tidak ada salahnya melihat sejumlah perbedaan mendasar antara sepak bola Negeri Kincir Angin dengan Inggris.
Filosofi dan Hambatan Komunikasi
Sepak bola Belanda dikenal dengan filosofi dan gaya permainannya sendiri. Semua itu dikenal sebagai Total Football. Fluiditas (kelancaran baik aliran bola maupun pergerakan pemain), kelenturan (seluruh pemain outfield mampu bermain minimal untuk dua posisi), dan teknik, menjadi aspek utama di Liga Belanda.
Di sisi lain, Liga Inggris memiliki permainan bola yang berbeda dengan aspek-aspek fisik, kecerdasan, dan kekacauan. Menerapkan pendekatan mereka pada permainan bola Inggris selama ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para pelatih dari Belanda.
Salah satu contoh Louis van Gaal. Dia berusaha menerapkan gaya berbasis penguasaan bola ketika menjadi pelatih Manchester United. Tapi tidak ada yang benar-benar berhasil.
Permainan sepak bola Inggris membutuhkan agresivitas dengan pemain yang sangat sering melepaskan bola langsung ke depan. Oleh karena itu, Van Gaal merasa sulit untuk mengubah arah ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.
Hambatan mungkin juga berupa komunikasi. Ada banyak variasi bahasa dan budaya seputar sepak bola Inggris. Itulah sebabnya pelatih asal Belanda harus memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dengan pemain di seluruh dunia.
Mengingat media dan pers Inggris yang tidak henti-hentinya mengkaji setiap tindakan dan pilihan. Dibutuhkan keterampilan bagi para manajer Belanda untuk menegosiasikan ladang ranjau ini.
Strategi dan Perekrutan
Berikutnya adalah soal strategi. Anda harus pintar secara taktik untuk bermain di Liga Inggris. Anda harus bisa berubah seiring perkembangan zaman dan dengan berbagai lawan. Kadang-kadang dalam bidang ini para pelatih Belanda tidak dapat bermanuver. Meski mereka memiliki sistem dan gaya permainan, Anda harus bisa berpikir cepat di Liga Inggris.
Jika bicara tentang perekrutan pemain, Liga Belanda memiliki anggaran yang terbatas. Klub yang ingin berkompetisi bergantung pada kemampuan mencari bakat yang cerdas dan pertumbuhan pemain muda.
Namun di Liga Inggris, uanglah yang berbicara. Dalam hal membentuk tim yang mampu bersaing di level teratas, pelatih asal Belanda mungkin berada dalam posisi yang dirugikan.
Mereka harus memiliki pertimbangan pasar transfer yang lebih besar untuk melihat nilai yang tidak dimiliki pihak lain.
Temperamen
Perangai atau gaya perilaku (temperamen) menjadi masalah lain. Kepribadian yang kuat dan sikap yang berapi-api merupakan ciri khas pelatih asal Belanda. Padahal, sebagai pelatih Anda harus menjaga ketenangan di Liga Inggris karena selalu ada ketegangan dan pertaruhan besar. Jika ingin sukses, para pelatih asal Belanda harus menunjukkan perpaduan ideal antara antusiasme dan ketenangan.
Meskipun bertetangga, Inggris dan Belanda sangat berbeda satu sama lain dalam banyak aspek. Pelatih asal Belanda harus terbiasa dengan lingkungan dan metode kerja yang baru. Untuk sukses di sepak bola Inggris, para pemain harus memahami kekhasan dan seluk-beluknya.
Pelatih Belanda bisa mendapat masalah di Liga Inggris karena sejumlah alasan. Kesulitannya sangat banyak, mulai dari mengubah pendekatan mereka, berkomunikasi dengan jelas, hingga menegosiasikan hal-hal yang bersifat taktik.
Pelatih Belanda Mengalami Masa Sulit di Liga Inggris
Keganasan Liga Inggris menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi para pelatih Belanda. Mungkin orang akan terkejut betapa cepat, fisik, dan kompetitifnya segala sesuatunya bergerak.
Karier singkat Frank de Boer di Crystal Palace menjadi contoh. Terkenal dengan masanya di AFC Ajax, De Boer merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan hiruk pikuk sepak bola Inggris. Dia kehilangan pekerjaannya setelah hanya empat pertandingan liga ketika pendekatan berbasis penguasaan bola dengan cepat yang coba diaplikasinya, dipatahkan.
Masalah selanjutnya adalah pola pikir pemain. Di Belanda, kecerdasan dan keterampilan teknis sangat dihargai. Seringkali, pelatih Belanda mengutamakan permainan dari belakang dan gerakan passing yang cekatan.
Namun para pemain di Liga Inggris terbiasa mengambil pendekatan yang lebih langsung dan tegas. Pelatih Belanda mungkin akan kesulitan menerapkan pendekatan pilihan mereka ketika para pemain lebih terbiasa dengan cara berpikir yang berbeda.
Masa kepelatihan Ronald Koeman di Everton FC menjadi ilustrasi sempurna. Di Eredivisie (Belanda) dan La Liga (Spanyol), Koeman sukses, namun di Everton, ia kesulitan menerapkan rencana taktisnya. Bahkan dengan akuisisi besar seperti Gylfi Sigurdsson dan Davy Klaassen, dia tidak mampu menghasilkan kesuksesan yang konsisten.
Keteguhan pelatih yang kini menangani Timnas Belanda itu pada gaya penguasaan bola ternyata bertentangan dengan pendekatan realistis yang disukai banyak tim Liga Inggris.
Lalu ada masalah kemampuan beradaptasi taktis. Seringkali, manajer Belanda dikaitkan dengan sistem tertentu, seperti bentuk 4-3-3 yang dipopulerkan oleh Johan Cruyff. Pendekatan ini dapat diprediksi, meskipun mungkin akan sangat berhasil, terutama bila orang-orang yang tepat dilibatkan.
Tim-tim di Liga Inggris terampil memanfaatkan kekurangan dan melawan keunggulan rival mereka. Para pelatih asal Belanda harus menunjukkan bahwa mereka dapat mengubah strategi agar sesuai dengan rencana pesaing yang sering berubah.
Marcel Brands, yang bergabung dengan Everton pada tahun 2018, adalah mantan Direktur Sepak Bola di PSV Eindhoven dan memberikan studi kasus yang menarik.
Cara Brands merekrut pemain di PSV dipuji karena menekankan pemain muda berbakat dengan potensi penjualan kembali yang kuat. Namun di Liga Inggris, yang lebih fokus pada efek instan dibandingkan dengan potensi jangka panjang, strateginya dipertanyakan.
Menemukan pemain yang bisa berkembang dalam iklim sepak bola Inggris yang sulit merupakan masalah bagi merek-merek (terkait iklan dan sponsor).
Yang perlu diperhatikan juga adalah unsur budaya. Para pemain dan anggota staf yang tidak terbiasa dengan teknik manajemen Belanda mungkin akan menentangnya. Kesalahpahaman dan kejengkelan mungkin diakibatkan oleh masalah komunikasi yang diperburuk oleh kendala bahasa.
Misalnya, selama masa jabatannya yang singkat di Chelsea, Guus Hiddink—meskipun memiliki banyak pengalaman manajemen—mendapat kecaman karena dugaan masalah komunikasi dan konflik dengan para pemain kunci. Bahkan Erik Ten Hag, saat melatih Manchester United, menderita setelah tampil sempurna bersama Ajax.
Tuntutan khusus dari Liga Inggris, sikap pemain, kekakuan taktis, kesulitan dalam perekrutan, dan perbedaan budaya, adalah beberapa di antara banyak alasan mengapa para pelatih asal Belanda kesulitan di liga ini.
Beberapa dari mereka berhasil mengatasi tantangan-tantangan ini, sementara yang lain gagal memberikan kesan mendalam pada sepak bola Inggris. Pada akhirnya, menyesuaikan diri dengan Liga Inggris membutuhkan kombinasi kecemerlangan taktis, kemampuan manajemen pemain, dan kepekaan budaya.