- Kamis (7/10/2021), WADA mengumumkan lima organisasi anti-doping yang tidak mematuhi kode etik anti-doping dunia.
- Badan anti-doping Indonesia, Korea Utara, dan Thailand masuk dalam laporan WADA.
- Indonesia sejatinya memiliki waktu perbaikan selama tiga bulan dan lepas dari hukuman.
SKOR.id - Badan Anti-Doping Dunia (WADA) merilis daftar badan anti-doping yang terbukti "nakal" dalam mengikuti kode etik yang telah mereka terapkan.
Ada lima organisasi yang terdisi dari lembaga anti-doping nasional dan dua federasi internasional dalam laporan WADA tersebut.
Mereka adalah Federasi Bola Basket Tuli (DIBF), Federasi Gira Sport Internasional (IGSF), Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI), Badan Anti-doping Korea Utara, dan Organisasi Anti-Doping Thailand.
Dalam kasus DIBF, IGSF, dan Thailand, ketidakpatuhan berkaitan dengan tak diterapkannya seluruh kode etik anti-doping dalam aturan internal maupun undang-undang negara.
Sedangkan, Indonesia dan Korea Utara tidak patuh dalam melaksanakan program pengujian anti-doping nasional.
Awalnya, Komite Peninjau Kepatuhan (CRC) meminta Komite Eksekutif WADA untuk memasukkan para organisasi yang bersalah dalam daftar pantauan.
Menurut Pasal 8.4.5 milik International Standard for Code Compliance by Signatories (ISCCS), para organisasi tersebut juga memiliki hak tenggat empat bulan untuk perbaikan.
Hal tersebut dilakukan oleh badan anti-doping Belgia, Montenegro, dan Rumania yang telah mengajukan banding dan kini tengah dalam pengawasan WADA.
Sayangnya, WADA merasa tidak menerima itikad baik dari lima organisasi tersebut, termasuk Indonesia, untuk membantah atau membersihkan nama mereka.
Berdasarkan surat pemberitahuan yang telah dikirim WADA sejak 15 September 2021, para negara bersalah tersebut hanya memiliki waktu 21 hari untuk mengajukan banding.
Dan hingga rilis tanggal 7 Oktober 2021, Indonesia dan empat organisasi di atas belum mengajukan banding untuk membantah temuan WADA.
Sehingga WADA memutuskan bahwa pengumumannya kali ini bersifat final. Sehingga Indonesia serta empat organisasi lain akan mendapat sanksi sesuai peraturan ISCCS.
Konsekuensi yang bisa dijatuhkan kepada Indonesia jika tidak segera melakukan perbaikan sistem anti-doping nasional menurut Pasal 11 dan Lampiran B.3.1 ISCCS, antara lain:
1. Kehilangan hak istimewa WADA, berupa:
- Kehilangan hak atas posisi sebagai dewan atau komite WADA, dan organisasi anti-doping internasional lainnya.
- Tidak memenuhi syarat menggelar acara apa pun yang berkaitan dengan aktivitas anti-doping.
- Tidak memenuhi syarat mengikuti kegiatan pengawasan program anti-doping.
- Penghentian dana pengembangan aktivitas tertentu dari WADA.
2. Wakil negara bersalah tidak memenuhi syarat menjadi komite atau dewan di lembaga anti-doping sampai masalah selesai.
3. Kehilangan hak menjadi tuan rumah ajang olahraga regional, kontinental, kejuaraan dunia, dan major event lainnya.
4. Larangan penggunaan bendera negara di ajang olahraga regional hingga internasional yang berlangsung setelah putusan atau hingga putusan dicabut.
Konsekuensi lain yang mungkin juga bisa diterima oleh Indonesia jika ngotot adalah perbaikan sistem anti-doping akan diawasi pihak ketiga.
Indonesia harus membayar seluruh biaya akomodasi yang dikeluarkan pihak ketiga tersebut selama enam kali kunjungan per tahun.
Intip Lawan Indonesia di Grup A Uber Cup 2020: Jepang Terkuat, Prancis dan Jerman Berbahaya https://t.co/kUBeppsGXd— SKOR.id (@skorindonesia) October 8, 2021
Berita Anti-doping Lainnya:
FIVB Rilis Peserta Kejuaraan Dunia Voli Putra dan Putri 2022, Rusia ''Menghilang''