- Pada era 1950-an, PSM Makassar tampil menjadi raja Indonesia dengan dua kali menjuarai Perserikatan.
- Sukses PSM ini tak lepas dari peran trio Ujung Pandang: Andi Ramang, Suwardi Arlan, dan Noorsalam.
- Pada era itu, Suwardi-Ramang-Noorsalam, menampilkan permainan umpan pendek cepat mirip tiki-taka.
SKOR.id - "Dia (Andi Ramang) bisa menembak ke gawang dari posisi apapun," kata Maulwi Saelan, rekannya sesama pemain PSM Makassar pada 1987, dikutip Majalah Tempo.
Itu diucapkan Saelan sebagai obituari kematian sang Macan Asia pada 26 September 1987. Menurut Saelan, legenda nomor sembilan pertama Indonesia adalah Andi Ramang.
Pada masa jayanya bersama PSM pada era 1950-an, Ramang tak mentereng sendirian. Ia gilang-gemilang bersama dua rekannya, Suwardi Arlan dan Noorsalam.
Ramang menjadi penyerang tengah, Suwardi Arlan di kanan dan Noorsalam di kiri. Jika main bersama, meminjam syair band Superman is Dead, nyalakan tanda bahaya.
Babak putaran final Kejuaraan Nasional PSSI, Perserikatan 1959 adalah bukti. Dari enam laga, Juku Eja, julukan PSM, tampil ganas dan melibas semua lawannya.
Dalam enam pertandingan yang berlangsung di Makassar, Surabaya, dan Jakarta, trio Suwardi-Ramang-Noorsalam melesakkan 23 gol dari 25 gol PSM.
Rinciannya, Ramang melesakkan tujuh gol, Suwardi menciptakan 11 gol, dan Noorsalam menceploskan lima gol. Inilah kombinasi trio yang sangat mematikan.
Majalan Tempo menggambarkan, trio Ujung Pandang (sebelum diganti Makassar) ini main dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dengan ritme yang cepat.
Untuk era ini, kiranya permainan Suwardi-Ramang-Noorsalam mirip dengan pola tiki-taka khas Barcelona yang kemudian dianut dan dimodifikasi banyak pelatih modern.
Cerita lainnya, pada 1954, saat PSM bertemu Persija di Stadion Ikada, misalnya, kolaborasi Arlan-Ramang-Noorsalam membuat Macan Kemayoran mati kutu di Tanah Airnya.
Kiper PSM, Maulwi Saelan, melepas umpan panjang kepada Suwardi yang disambut sundulan terarah ke dekat Ramang yang saat itu dikawal dua pemain bertahan Persija.
Walau terjepit, ternyata Ramang tetap bisa berkelit. Sambil memeringkan diri, Ramang melakukan tendangan semi-volly sambil menjatuhkan diri dan gol.
"Dari kaki dan kepalanya (Ramang) sudah tercipta ratusan gol. Kebanyakan dengan kejutan yang sukar diduga." Begitu Majalah Tempo menggambarkan aksi Ramang.
Tak hanya piawai melesakkan gol, trio PSM ini juga andal membuat bek-bek lawan cedera. Bukan dengan permainan keras melainkan kecerdikan dan kelicikan khas.
"Malah yang cedera karena saya 'makan' tanpa terlihat wasit, sudah banyak," ucap Ramang dengan jujur, saat wawancara dengan Shayrir Makkuradde.
Trio Suwardi-Ramang-Noorsalam juga membawa PSM meraih gelar kejuaraan nasional pada 1954. Sayangnya, tak banyak data yang bisa digali dalam ajang tersebut.
Kisah kehebatan trio mungil Mattoanging ini akhirnya padam pada 1960. Pasalnya, Ramang divonis bersalah oleh PSSI dalam kasus suap, yang dibantah oleh sang pemain.
Tak hanya bersama PSM, jagoan-jagoan Kota Daeng tersebut juga tampil trengginas bersama timnas Indonesia. Walau tak ada gelar juara, kisah mereka abadi.
Hanya saja, untuk level timnas Indonesia, Ramang lebih menonjol. Pasalnya, pelatih timnas Indonesia, Tony Pogacnik, lebih percaya trio Djamiat Dalhar-Ramang-The San Liong.
Kini, ketiga legenda PSM itu sudah tiada. Ketiganya hanya menyisakan kisah, cerita, dan warisan kebanggaan. Sejarah ketiganya abadi dan kiranya patut ditauladani.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca Juga Berita Legenda Sepak Bola Lainnya:
Andi Lala, Legenda Kancil Emas Persija dan Bayi Ajaib Persikota
Oyong Liza, Kapten Persija yang Paling Bergelimang Gelar Juara
Kisah Final Perserikatan 1978-1979, Persija Juara karena Otak Marek Janota