- PSIS Semarang meraih gelar juara Liga Indonesia 1998-1999 setelah mengalahkan Persebaya Surabaya di partai final.
- Kiprah PSIS menjadi juara pada musim tersebut cukup berliku, bahkan di partai final pun ada drama yang terjadi.
- Nahas, PSIS harus terdegradasi semusim setelah menjadi juara, atau pada Liga Indonesia 1999-2000.
SKOR.id - PSIS Semarang menorehkan sejarah manis sekaligus pahit hanya dalam kurun waktu dua musim, 1998-1999 dan 1999-2000.
PSIS Semarang menyabet gelar juara Liga Indonesia 1998-1999, musim baru setelah kompetisi dihentikan karena krisis moneter pada 1997-1998.
Di babak penyisihan yang diikuti 28 tim dan terbagi ke dalam lima grup, PSIS Semarang tergabung di Grup D bersama Persebaya Surabaya, Barito Putera, Persema Malang, dan Gelora Dewata.
PSIS bersaing dengan Persebaya dan Barito Putera untuk lolos ke babak 10 besar. Persebaya berhak menjadi juara grup dengan koleksi poin 17 dari delapan laga.
Adapun satu tiket melalui jalur runner-up Grup D akhirnya direbut PSIS yang unggul satu poin dari Barito Putera, 11 berbanding 10.
Bak sudah dijodohkan, PSIS dan Persebaya kerap bertemu pada musim ini. Pada babak 10 besar PSIS dan Persebaya kembali satu grup di Grup A.
Kali ini bersama Semen Padang, Persikota Tangerang, dan Petrokimia Putra. Lagi-lagi Persebaya finis di atas PSIS. Persebaya mengoleksi 10 angka sedangkan PSIS tujuh.
Persebaya dan PSIS pun lolos ke semifinal menghadapi Persija Jakarta dan PSMS Medan sebagai wakil Grup B.
Partai sengit terjadi di semifinal, PSIS Semarang menang tipis, 1-0, atas Persija lewat gol Timothy Ebanda. Persebaya harus berjibaku mengalahkan PSMS Medan lewat drama adu penalti yang dimenangi Bajul Ijo dengan skor 4-2.
Pertemuan PSIS dan Persebaya kembali terjadi di partai final Liga Indonesia 1998-1999.
Pemain yang mendapat julukan Maradona Indonesia, Tugiyo, menjadi pahlawan kemenangan PSIS dengan gol yang ia lesakkan pada menit ke-89. Sontak, tim Mahesa Jenar pun pesta pora menyambut gelar juara pertama era Liga Indonesia.
"PSIS bukan tim unggulan, tidak ada pemain bintang di tim saat itu. Orang-orang lebih menjagokan tim besar seperti Persebaya," kata I Komang Putra kepada Skor.id, Minggu (7/3/2021).
"Tapi dengan kekompakan dan semangat PSIS bisa jadi juara. Suasana di PSIS saat itu sudah seperti saudara sendiri," ujarnya.
EKSODUS ARSETO SOLO
PSIS Semarang musim 1998-1999 banyak diperkuat alumni Arseto Solo. Maklum, tim milik Sigit Harjojudanto, putra kedua mantan Presiden RI Soeharto, itu dinyatakan bubar pada 1998.
Kompetisi yang terhenti pada musim 1997-1998 plus lengsernya Soeharto dari posisi presiden membuat Arseto turut terdampak.
Beberapa pemain Arseto pun memilih menyeberang ke PSIS Semarang. Sebut saja nama I Komang Putra di bawah mistar, kemudian duet lini pertahanan Bonggo Pribadi dan Agung Setyabudi, lalu ada nama Ali Sunan yang merupakan kapten PSIS kala itu.
"Kami tidak janjian. Kebetulan setelah Arseto bubar saya mendapat tawaran dari PSIS. Ada juga beberapa tim yang menawari tapi saya sudah lupa. Akhirnya saya pilih PSIS karena dekat lokasinya dengan Arseto," ujar I Komang Putra.
Pemain-pemain top jebolan Arseto ini dipadupadankan dengan pemain binaan PSIS Junior seperti Nova Ariyanto, Anton Wahyudi, Ari Sadewo, Susanto, Sugiyanto, dan lain sebagainya.
Legiun asing yang didatangkan PSIS Semarang pun terbukti tokcer. Trio Afrika, Simon Atangana, Ebanda Timothy, dan Ali Shaha, mampu tampil dengan meyakinkan.
Di tim arahan Edy Paryono saat itu juga ada tiga orang kakak beradik yang kelak sang adik dikenal namanya karena membela timnas Indonesia, yakni Nugroho Adiyanto, Deftendi Yunianto, dan Gendut Doni Christiawan.
DRAMA PARTAI FINAL
Liga Indonesia V alias musim 1998-1999 digelar dalam suasana yang masih mencekam pascakerusuhan Mei 1998.
Di Jakarta, kerusuhan merajalela sepanjang babak 10 besar hingga semifinal yang digelar di Stadion Utama Senayan.
Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman selaku Kapolda Metro Jaya pada waktu itu pun tak memberikan izin untuk menggelar partai final Liga Indonesia di Jakarta.
PSSI yang kala itu diketuai Agum Gumelar pun harus putar otak. Satu laga terakhir pada musim 1998-1999 harus tetap digelar.
Setelah bernegosiasi dengan Gubernur Sulawesi Utara, Evert Ernest Mangindaan, laga final pun akhirnya bisa digelar di Stadion Klabat, Manado.
Tapi, masih ada satu masalah lagi yang belum selesai. Jarak antara laga semifinal yang rampung digelar pada 1 April dan babak final pada 9 April 1999 sangat mepet. Belum lagi ditambah penyesuaian masalah perizinan yang membutuhkan waktu lebih lama.
PSSI pun mengambil langkah dengan meminjam pesawat Hercules yang biasanya digunakan anggota militer untuk bancuan korban bencana alam.
Pesawat Hercules tersebut dialihfungsikan untuk mengangkut pemain, pelatih, dan ofisial PSIS serta Persebaya ke Manado, tempat partai final digelar.
"Luar biasa sekali pengalaman saat itu. Jadi di pesawat itu ada pemain-pemain dari PSIS dan Persebaya, ramai sekali. Kami duduk berhadap-hadapan karena tak ada kursi seperti pesawat komersial," ujar Komang.
"Awalnya deg-degan saat berangkat dari Jakarta ke Manado, tapi karena di dalam pemain saling bercanda jadi deg-degan itu hilang," kata eks-kiper Persis Solo itu.
Setelah drama yang panjang, akhirnya laga final Liga Indonesia 1998-1999 bisa digelar dengan lancar.
Meski digelar di luar Pulau Jawa dan jauh dari basis suporter kedua tim, laga PSIS vs Persebaya ini dikabarkan dipadati sekitar 30 ribu penonton.
JUARA YANG LANGSUNG TURUN KASTA
Euforia juara PSIS Semarang tak lama. Pasalnya, semusim setelah menjadi jawara, PSIS harus menelan pil pahit terdegradasi ke kasta kedua (Divisi I kala itu).
PSIS dinilai terlambat menyiapkan tim untuk menghadapi musim baru. Plus, masalah finansial yang membelit membuat Mahesa Jenar kelimpungan.
Takluk 0-2 dari Barito Putera pada partai pertama musim 1999-2000 agaknya menjadi sinyal yang kurang baik.
Pasukan Edy Paryono pun tak bisa mempertahankan gelar juara. Alih-alih juara, bersaing di papan atas pun PSIS kala itu kesulitan.
Dari 26 pertandingan dalam satu musim, PSIS hanya mencatatkan enam kemenangan, enam kali seri, dan 14 kali kalah.
I Komang Putra dan kawan-kawan hanya mencetak 22 gol dan kebobolan 32 kali sepanjang musim itu.
PSIS pun finis di posisi ke-13 dari 14 peserta Wilayah Timur Liga Indonesia 1999-2000.
Mahesa Jenar mencatatkan sejarah sebagai tim Indonesia pertama yang degradasi setelah menjadi juara pada musim sebelumnya.
"Setelah juara itu kan banyak pemain yang pindah, termasuk tiga pemain asing. Jadi mungkin itu yang menyebabkan PSIS akhirnya harus degradasi," tutur Komang.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
View this post on Instagram
Berita Kilas Balik Lainnya:
Kilas Balik: Belajar Ilmu Ikhlas dari Nilmaizar saat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
Kilas Balik Piala Menpora 2013: Arema Juara dengan Sikat Klub Australia di Final