- Lewis Hamilton menuntut keadilan atas aksi yang dilakukan oleh polisi kepada Breonna Taylor.
- Mercedes-AMG Petronas membantah ada isu politik yang dibawa ke F1 dan menegaskan itu sepenuhnya dukungan untuk anti-rasisme.
- FIA mendukung segala bentuk dukungan anto-rasisme selama tak melanggar aturan.
SKOR.id – Federasi Automobil Internasional (FIA) akan melakukan investigasi kepada Lewis Hamilton yang mengenakan kaus khusus dalam gelaran F1 GP Tuscan 2020.
Sebelum dan sesudah gelaran GP Tuscan 2020 akhir pekan lalu, Lewis Hamilton mengenakan kaus bernada anti-rasisme. Namun, tulisan yang ada di kausnya cukup kontroversial.
Pada bagian depan bertuliskan, ‘Tangkap polisi yang membunuh Breonna Taylor’. Sedangkan di bagian belakang bergambarkan seorang wanita dengan tulisan, ‘Sebut namanya’.
Merasa tulisan yang ada di kaus Lewis Hamilton terlalu keras, FIA melakukan penyelidikan apakah ada pelanggaran aturan dalam hal tersebut.
Sebagai informasi, Breonna Taylor adalah perempuan berkulit hitam yang ditembak delapan kali oleh polisi berpakaian preman saat menggerebek rumahnya pada Maret lalu.
Hal itu terjadi setelah pacar Breonna Taylor, Kenneth Walker, sebelumnya melakukan penembakan ke arah polisi karena menganggap mereka adalah penyusup.
Kematian Breonna Taylor sedang dalam penyelidikan Jaksa Agung Kentucky dan juga FBI. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai kasus tersebut.
Petugas polisi yang terlibat dalam insiden itu telah diselidiki untuk melihat apakah mereka melanggar hukum dengan menggunakan kekerasan berlebihan atau hanya membela diri.
Kontroversi seputar legalitas tindakan petugas polisi telah mendorong beberapa orang untuk mengatakan bahwa kaus Hamilton adalah opini politik.
Akan tetapi, anggapan itu dibantah oleh pihak Mercedes melalui media sosial mereka.
“Kami tak membawa isu politik ke Formula 1 (F1), ini adalah isu hak asasi manusia yang kami coba soroti dan tingkatkan kesadarannya. Jadi ada perbedaan besar,” ujar Mercedes.
This is why @MercedesAMGF1 is MY team pic.twitter.com/AbZwUEDUPP— adel (@stopbeingthem) September 14, 2020
Pada sisi lain, FIA sebenarnya sudah memberikan ruang kepada para pembalap yang ingin menunjukkan dukungan atas gerakan anti-rasisme dalam ajang F1.
Mereka pun mengizinkan Lewis Hamilton untuk melakukan aksi berlutut sebagai bentuk dukungan untuk komunitas kulit hitam pada awal musim ini.
Pengawas lomba F1, Michael Masi, juga telah menjelaskan bahwa ajang balap tertinggi itu juga memberikan dukungan besar terhadap gerakan anti-rasisme.
“FIA mendukung segala bentuk ekspresi individu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar aturan yang berlaku,” kata Michael Masi.
Aturan dasar FIA menyatakan bahwa badan pengawas harus bersikap netral dalam segala hal yang dilakukannya.
“FIA tak boleh melakukan diskriminasi terhadap ras, warna kulit, jenis kelamin, orientasi seksual, suku atau asal sosial, bahasa, agama, pendapat filosofis atau politik, situasi keluarga atau kecacatan dalam menjalankan aktivitasnya, dan dari mengambil tindakan apa pun dalam hal ini,” isi dari dokumen aturan dasar FIA.
Ada juga referensi dalam Kode Olah Raga Internasional yang menyatakan bahwa tim tak boleh menggunakan iklan ‘politik’ di mobil mereka, tetapi tak ada penyebutan khusus untuk pembalap.
“Peserta yang mengikuti Kompetisi Internasional tidak diperbolehkan memasang iklan pada mobil mereka yang bersifat politik atau religius atau yang merugikan kepentingan FIA,” pernyataan pada pasal 10.6.2 dari Kode Olahraga Internasional.
Win number ! Just one away now from Michael's all-time record... pic.twitter.com/1yFNGmAERJ— Mercedes-AMG F1 (@MercedesAMGF1) September 13, 2020
Lewis Hamilton pun menegaskan bahwa dirinya sudah ingin mengenakan kaus tersebut sejak lama, tetapi sulit untuk mendapatkan izin.
“Saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenakan kaus ini dan saya sudah lama ingin memakainya," kata Lewis Hamilton.
"(Pesan pada kaus) ini memberikan fakta bahwa ada orang yang terbunuh di jalan dan ada yang terbunuh di rumahnya sendiri.”
“Para polisi itu berada di rumah yang salah dan orang-orang itu masih bebas, sedangkan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita harus terus meningkatkan kesadaran,” ujarnya.
Pada masa lalu, FIA hanya menunjukkan sedikit dukungan terhadap orang-orang yang membuat pernyataan politis, tetapi sebagian besar terkait dengan aksi di podium.
Salah satunya terjadi pada 2006, tepatnya pada saat gelaran GP Turki. Kala itu, pihak penyelenggara mendapat denda lima juta dolar Amerika Serikat.
Itu terjadi setelah pemimpin Siprus Turki, Mehmet Ali Talat, mempersembahkan trofi pemenang dan diperkenalkan sebagai ‘Presiden Republik Turki Siprus Utara’.
Padahal Republik Turki Sirus Utara adalah wilayah yang hanya diakui oleh Turki, bukan komunitas internasional.
Sirkuit Jerez, Spanyol, juga sempat kehilangan slot di kalender balap F1 setelah walikota setempat berada di podium yang sebelumnya tak direncanakan.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca berita F1 lainnya:
Lewis Hamilton Akui Susah Payah Dapatkan Kemenangan ke-90
F1 GP Tuscan 2020: Menang di Mugello, Lewis Hamilton Catat Milestone