- Para pesepak bola Muslim di Inggris menjalani ibadah puasa selama lebih dari 12 jam sehari.
- Saat buka puasa tim dokter klub tidak memberi pemain makanan seperti gorengan atau makanan tinggi gula.
- Dr Zafar Iqbal mengaku, beberapa atlet dan pemain justru merasa lebih kuat secara mental ketika berpuasa.
SKOR.id – Umat Islam berkomitmen untuk berpuasa tiap hari tanpa makanan atau minuman dari fajar hingga senja, dan itu juga dijalani para atlet sepak bola Muslim.
Namun mereka tetap harus menjaga pola makan yang optimal, hingga kerasnya latihan dan kompetisi, serta memastikan mendapatkan pemulihan yang tepat.
Jadi sungguh luar biasa bahwa tiap tahun, selama sebulan penuh, para pesepak bola Muslim mendedikasikan diri berpuasa selama berjam-jam tiap hari demi menjalani ibadah wajib itu.
Ramadan dimulai lagi tahun ini pada 23 Maret dan berlangsung sekitar 30 hari, sebuah periode penting dalam kalender sepak bola.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat pemain Liga Inggris berbuka puasa ketika diizinkan pada pertengahan pertandingan, untuk mengatasi tuntutan yang diberikan pada tubuh mereka.
Lalu, apa yang harus dilalui para pemain Liga Inggris yang berpuasa tersebut untuk tetap menjalankan perintah agama selama Bulan Suci bagi Umat Islam ini?
Mulai dari subuh sekitar pukul 04.00 waktu setempat, pemain yang berpuasa tidak mengonsumsi makanan atau minuman apapun hingga matahari terbenam.
Yaitu kira-kira pukul 18.30 waktu Inggris, dan itu berarti mereka berpuasa lebih dari 12 jam tanpa bahan bakar.
“Ini menimbulkan tantangan tertentu bagi pesepak bola dan atlet profesional,” kata kepala kedokteran olahraga Crystal Palace Dr Zafar Iqbal, dikutip dari Mirror Football.
"Anda harus berlatih dengan tingkat tinggi dan hal utama yang Anda khawatirkan adalah mengoptimalkan kinerja, hidrasi, nutrisi, tidur, latihan, dan pemulihan Anda."
Pengalaman Dr Zafar Iqbal Tangani Pemain yang Berpuasa
Dr Zafar telah bekerja di sejumlah klub sepak bola, termasuk Liverpool, Tottenham, Crystal Palace, Leyton Orient, dan tim muda Inggris.
Ia juga pernah bekerja dengan sejumlah atlet elite Muslim, termasuk bintang rugby Selandia Baru yang menjadi petinju Sonny Bill Williams dan pemain kriket Inggris, Moeen Ali.
Dr Zafar juga akan berpuasa selama Ramadan dan secara teratur menasihati dan mendukung para atlet yang berpuasa agar terus tampil prima dalam olahraga masing-masing.
“Kuncinya adalah memiliki komunikasi yang terbuka. Saya pernah mendengar beberapa pemain khawatir tidak mendapat dukungan dari manajer mereka atau tim medis/sains.”
“Jadi mereka menyembunyikan fakta bahwa mereka berpuasa karena mereka khawatir akan dinilai atau tidak dipilih,” ucap Dr Zafar.
Untungnya bagi Dr Zafar, ia mengatakan semua manajer yang pernah bekerja dengannya sangat mendukung kebutuhan pemain mereka.
Meskipun itu tidak membuatnya lebih mudah dalam membantu mereka menavigasi jadwal yang sulit.
Beberapa pemain bahkan menambahkan hari puasa ke dalam jadwal mereka sebelum Ramadan agar tubuh mereka bisa menyesuaikan diri.
Dia menjelaskan bagaimana tim medis dan sains duduk dengan setiap pemain yang bersiap untuk berpuasa.
Ia bekerja bersama dengan ahli gizi klub, untuk menyusun rencana tentang apa yang bisa mereka makan dan kapan.
“Saat buka puasa kita harus berhati-hati untuk tidak memberi mereka makanan yang kaya energi seperti gorengan atau makanan tinggi gula,” ujar Dr Zafar.
“Karena tubuh tidak memiliki makanan untuk waktu lama di siang hari, segera setelah Anda memasukkan makanan berlebih ke dalam tubuh dan tidak habis, itu akan disimpan (sebagai lemak).
“Kita harus melakukannya secara hati-hati, terutama selama Ramadhan, agar pemain tidak mendapatkan lemak berlebih.”
“Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah memastikan mereka juga mengonsumsi makanan yang tepat.”
Karena hanya memiliki jendela yang terbuka sepanjang malam, Dr Zafar menjelaskan bagaimana para pemain biasanya berbuka puasa saat matahari terbenam.
Dikenal sebagai Iftar, kemudian makan lagi beberapa jam kemudian, sebelum tidur, dan kemudian bangun untuk makan sahur sebelum fajar dan salat subuh.
“Ketika mereka buka puasa kami pastikan mereka makan karbohidrat quick release karena itu akan memberi mereka energi cepat dan membuat mereka merasa enak.”
“Mungkin beberapa buah atau kurma, koki kami juga akan memberi mereka makanan untuk dibawa pulang, seperti smoothie kurma.
“Mereka akan memiliki air untuk dihidrasi, lalu menunggu sebentar sebelum makan lagi.”
“Banyak makanan yang kami recommend dipanggang dan mengandung karbohidrat slow release sehingga bisa bertahan lebih lama di siang hari.”
“Juga makanan mengandung protein untuk perbaikan dan pemulihan otot direkomendasikan baik sebagai minuman berprotein, atau ikan bakar, ayam, daging.”
Jaga Waktu Tidur
Mengingat dampaknya pada tidur malam yang nyenyak, memastikan para pemain mendapatkan istirahat yang cukup sangatlah penting.
“Kami bekerja dengan tim ilmu olahraga untuk mengetahui kapan waktu terbaik bagi mereka untuk tidur siang, yang membantu pemulihan,” Dr Zafar menjelaskan.
“Kita tahu bahwa tidur adalah strategi terbesar dan terbaik untuk pemulihan karena membantu pertumbuhan dan perbaikan otot.”
“Kami melihat jadwal tidur mereka serta memberi mereka makanan dan suplemen.”
“Hal-hal seperti jus ceri asam yang meningkatkan melatonin dan memberi mereka makanan yang mengandung triptofan yang telah terbukti membantu tidur.”
Pemain kemudian akan sering berlatih pagi hari tetapi kemudian harus menunggu hingga matahari terbenam sebelum mereka dapat mengambil air atau makanan apa pun.
Handuk dingin dan kolam berendam digunakan untuk membantu mengurangi hilangnya cairan.
Meski tidak ideal, latihan dapat disesuaikan untuk mengakomodasi puasa tersebut, meski pertandingan adalah hal berbeda, terutama jika dimulai sebelum puasa berakhir.
“Kami tahu jika Anda kehilangan bahkan dua persen dari berat badan Anda dalam cairan, yaitu beberapa liter, itu dapat menyebabkan penurunan kinerja sebesar 20 persen.”
“Dan Anda dapat dengan mudah kehilangan jumlah cairan tersebut selama satu jam latihan, setengah, dan bahkan lebih di lingkungan yang panas.”
"Jadi, jika Anda kehilangan cairan sebanyak itu dan Anda tidak dapat menerimanya, sayangnya hal itu dapat mengakibatkan penurunan kinerja."
Salah satu kekhawatirannya adalah memastikan para pemain memiliki cukup energi.
Sebab, simpanan glikogen mereka dapat dengan cepat habis dalam waktu sekitar 90 menit dengan olahraga sedang, atau hanya 20 menit dengan aktivitas intensif.
Hidrasi adalah masalah lain, karena pemain harus mengambil cukup air sebelum matahari terbit untuk membantu mereka bertahan sepanjang hari, termasuk hari pertandingan.
Hal-hal seperti gel energi, yang mengandung elektrolit, dapat memberikan dorongan saat di luar waktu puasa, sedangkan cairan isotonik juga dapat membantu menopang tubuh lebih lama.
Ada beberapa pengecualian saat pemain harus berpuasa, misalnya jika mereka tidak sehat.
Atau, saat bepergian ke kota lain yang jaraknya lebih dari 80 km, yang terbukti bermanfaat untuk pertandingan tandang.
Beberapa pemain merasa mereka tidak dapat bermain dan berpuasa jika kick-off digelar sore hari dan kadang akan memilih untuk melakukan puasa di hari lain.
Hentikan Pertandingan untuk Berbuka
Sepak bola makin mendukung para pemain yang memilih untuk berpuasa, dan Dr Zafar memiliki beberapa kisah menyentuh dari pengalamannya sendiri.
Ia membantu mengatur penghentian pertandingan pertama dengan manajer dan dokter tim lawan dalam pertandingan Liga Inggris Leicester vs Crystal Palace, April 2021 lalu.
Hal ini memberikan kesempatan kepada pemain Muslim (Wesley Fofana dan Cheikou Kouyate) untuk berbuka puasa, yang terbukti menjadi momen penting.
“Sekilas sebenarnya tidak ada yang tahu apa yang terjadi, atau bahwa ada jeda saat pertandingan, karena dua pemain ini makan sedikit, minum, dan permainan dilanjutkan.”
“Kemudian banyak orang menyadari setelah Wesley Fofana men-tweet tentang itu untuk berterima kasih kepada pemain, wasit, dan Liga Premier yang mengizinkan penghentian.”
Dr Zafar juga mengungkapkan beberapa pemain Crystal Palace yang bukan Muslim ikut berpuasa pada hari-hari tertentu sebagai bentuk solidaritas dengan rekan satu tim mereka.
Kemudian para pemain non-Islam itu ikut bergabung dengan pemain Muslim untuk makan malam saat buka puasa.
Dr Zafar kemudian menceritakan, saat ia masih di Liverpool, manajer Brendan Rodgers dengan senang hati membiarkan Kolo Toure dan Oussama Assaidi mengubah latihan selama pramusim.
Keduanya malah melakukan sesi yang lebih ringan di gym setelah latihan pagi. Saat itulah Luis Suarez bercanda dengan Dr Zafar.
"Dia akan berlari ke arahku saat matahari terbenam, dan berkata 'tidak apa-apa, Dok, kamu bisa makan sekarang, kamu bisa berhenti menjadi pemarah'."
Dr Zafar yang juga seorang Muslim kemudian mengenang pengalamannya yang paling “rendah hati”.
“Salah satu contoh terbaik yang bisa saya berikan adalah ketika saya bekerja di Tottenham Hotspur dan kami bermain melawan Newcastle United,” katanya.
“Pelatih Juande Ramos sedang memberikan arahan kepada tim, saya berada di ruang ganti dan ada ketukan di pintu.”
“Seorang satpam kemudian terlihat berdiri di pintu dengan sepiring besar makanan. Kami berpikir 'ada apa ini?'”
“Saat manajer sedang berbicara dengan timnya, dia berkata 'oh, ini untuk Dokter Zafar'.”
“Jonathan Woodgate rupanya tahu saya sedang berpuasa dan saya belum makan saat makan sebelum pertandingan.”
“Dan dengan sangat ramah, tanpa memberi tahu saya, ia telah mengatur sepiring makanan untuk dibawa ke ruang ganti.”
“Cukup lucu bahwa ketika manajer sedang berbicara dengan timnya, hal itu diteruskan ke ruang ganti,” kata Dr Zafar, mengenang.
Meski dukungan disambut baik, puasa secara alami menempatkan pesepak bola pada posisi tidak menguntungkan secara fisiologis, meski mereka tidak melihatnya seperti itu.
“Beberapa atlet dan pemain yang saya ajak bicara, mereka justru merasa lebih kuat secara mental ketika berpuasa.”
“Mereka hanya melihatnya sebagai tantangan dan tekanan pada tubuh seperti mereka akan berlatih dengan bijak.”
“Dan karena mereka tahu mereka akan dapat berbuka puasa pada waktu yang ditentukan, secara mental mereka siap untuk itu,” Dr Zafar menegaskan.