SKOR.id – Setelah kekecewaan karena gagal lolos ke Piala Dunia 2022 di Qatar sebagai juara Eropa, Italia bertekad menebusnya dengan mencapai prestasi yang mengesankan; menjadi tim kedua yang memenangi Piala Eropa berturut-turut, setelah Spanyol melakukannya pada tahun 2008 dan 2012.
Meskipun komputer super Opta tidak menganggap Gli Azzurri sebagai favorit – peluang juara mereka hanya 5%, tertinggal dari enam tim lainnya – Italia telah menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi estimasi komputer super sebelum turnamen.
Faktanya, sebelum dimulainya Euro 2020, Italia hanya memiliki peluang 7,6% untuk menjuarai turnamen tersebut. Namun faktanya mereka berhasil mengangkat trofi di Wembley setelah mengalahkan Inggris di final melalui adu penalti.
Terlebih lagi, turnamen internasional besar terakhir yang diselenggarakan secara eksklusif di Jerman membawa kesuksesan bagi Italia. Tim asuhan Marcello Lippi mengangkat Piala Dunia pada 2006 di Olympiastadion Berlin. Stadion itu juga yang nantinya akan menjadi tempat berlangsungnya final Euro 2024.
Jika menang, Italia akan bergabung dengan Jerman sebagai tim nasional sepak bola pria yang paling banyak meraih gelar turnamen besar di antara negara-negara Eropa. Saat ini, Italia bangga dengan enam trofi (4 Piala Dunia, 2 Piala Eropa) sementara Die Mannschaft memiliki tujuh (4 Piala Dunia, 3 Euro).
Perjalanan Italia dari Roberto Mancini ke Luciano Spalletti
Setelah gagal lolos ke Piala Dunia 2018, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) memilih Roberto Mancini sebagai sosok yang akan mengantarkan era baru sepak bola Italia, dengan fokus khusus pada pengembangan pemain muda. Untuk Euro 2024 ini, banyak pemain yang diberi kesempatan oleh Mancini kini menjadi andalan tim.
Nicolo Barella (45 penampilan di bawah asuhan Mancini), Giovanni Di Lorenzo (28), dan Alessandro Bastoni (17) semuanya melakukan debut mereka untuk tim nasional Italia dengan Mancini sebagai pelatih.
Selain mereka, mantan bos Manchester City ini juga mengawasi perkembangan karier para pemain seperti kiper Gianluigi Donnarumma, yang telah mencatatkan 49 dari 61 penampilannya untuk Italia di bawah manajemennya, dan Federico Chiesa (41/46).
Dalam rangkaian yang mencakup kemenangan di Euro 2020, Italia mencatatkan 37 pertandingan tanpa kekalahan (menang 28, imbang 9) antara Oktober 2018 dan September 2021.
Mancini pun akhirnya menjadi manajer tersukses ketiga dalam sejarah Timnas Italia dengan 37 kemenangan – lebih sedikit hanya dari Vittorio Pozzo (63) dan Enzo Berazot (40).
Namun, dengan kegagalan lolos ke Piala Dunia 2022, ada sesuatu yang pecah dan jalan Mancini dan Timnas Italia berbeda.
Luciano Spalletti, arsitek di balik Scudetto pertama Napoli dalam 33 tahun – juara Liga Italia pada 2022-2023, setelah terakhir pada 1989-1990 (lainnya, 1986-1987) – ditunjuk menggantikan Mancini.
Spalletti segera fokus pada kohesi grup, memperkuat protagonis utama manajemen Mancini, dan secara bertahap memperkenalkan pemain baru.
Para pemain baru tersebut antara lain Raoul Bellanova – bek yang memberikan assist terbanyak di Liga Italia musim lalu (7) – dan Andrea Cambiaso, bek sayap yang mencatatkan carry distance – setiap pergerakan pemain dengan berjarak lebih dari lima meter – tertinggi kedua dari seluruh pemain Juventus FC pada 2023-2024 (4.391 meter).
Ini akan menjadi turnamen internasional besar pertama Spalletti sebagai seorang pelatih. Dia mengikuti jejak 10 pelatih Italia lainnya yang pernah melatih Italia di Kejuaraan Eropa, dan tidak ada manajer non-Italia yang pernah melakukannya.
Dalam upaya untuk mendorong “spiritoAzzurro” di timnya, Spalletti memilih untuk mengingat kembali sejarah kejayaan tTm Nasional Italia, dengan mengundang beberapa pemain nomor 10 legendaris negaranya di masa lalu – Gianni Rivera, Giancarlo Antognoni, Roberto Baggio, Francesco Totti, dan Alessandro Del Piero – ke FIGC Center di Coverciano.
Enam Perintah Spalletti
Spalletti ingin ideologi sepak bolanya jelas. Sedemikian rupa sehingga dia memiliki papan dengan “enam perintah” yang tercantum untuk para pemainnya di ruang ganti, yakni:
*Tampil menekan terus-menerus (menghilangkan kepercayaan lawan)
*Kontrol permainan (menjaga bola)
*Terikat (jarak antar pemain harus pendek dan dekat)
*Agresi kembali yang sengit setelah bola hilang
*Restorasi (jika tidak dalam posisi melakukan serangan balik, berkumpul kembali di belakang bola)
*Perintah, pembelajaran, dan persiapan (mulai kembali pengepresan setelah struktur memungkinkan)
“Hukum” yang diterapkan Spalletti kepada para pemainnya adalah perwujudan gaya bermainnya. Hal tersebut dapat dengan mudah dipahami setelah melihat bagaimana tim Napolinya bermain pada musim 2022-2023.
Dengan penguasaan bola, Spalletti ingin mendominasi permainan melalui penguasaan bola dan pendekatan passing yang dipupuk dengan cermat. Tanpa itu, ia ingin segera merebutnya kembali melalui tekanan tinggi.
Berkat dogma-dogma ini, Napoli mencetak gol terbanyak (77) pada musim 2022-2023 dan kebobolan paling sedikit (28), dengan rata-rata penguasaan bola tertinggi (62%) dan mencatat turnover terbanyak (370 – delapan diakhiri dengan gol).
Selain itu, Spalletti juga sangat teliti dalam menangani situasi bola mati, sebuah aspek permainan yang bisa sangat menentukan di turnamen sistem gugur. Saat menangani Napoli, tim itu mencetak gol terbanyak dari situasi bola mati di Liga Italia pada 2022-2023 (24) dan kebobolan paling sedikit (4).
Perpaduan Menarik antara Pengalaman dan Darah Baru
Ada beberapa pemain di skuad yang akan berusaha memperbaiki beberapa kesalahan. Salah satunya adalah Jorginho, yang ingin menebus dua penalti yang gagal melawan Swiss yang akhirnya merugikan Italia di kualifikasi Piala Dunia 2022, serta kekecewaannya karena finis kedua di Liga Inggris 2023-2024 bersama Arsenal FC.
Barella dan Chiesa, keduanya menjadi protagonis kemenangan Gli Azzurri di Euro 2020, kini juga akan memberikan pengaruh besar di Euro 2024.
Barella mencetak satu gol dan memberikan dua assist selama kemenangan Italia di Piala Eropa, diikuti dengan mencatatkan assist lebih banyak dibandingkan pemain Italia lainnya selama kualifikasi Euro 2024 (3), dan menciptakan tujuh peluang lebih banyak dibanding rekan satu timnya (15).
Dalam dua musim terakhir, Barella juga memperkuat Inter Milan, membantu mereka mencapai final Liga Champions UEFA 2022-2023 dan menjadikan dirinya sebagai salah satu pilar timnya musim ini saat I Nerazzurri memenangkan Scudetto ke-20 mereka.
Pemain berusia 27 tahun ini mencatatkan lebih banyak keterlibatan dalam serangan permainan terbuka dibandingkan dengan gelandang lainnya pada musim 2023-2024, dan berada di urutan ketiga secara keseluruhan, hanya di belakang Khvicha Kvaratskhelia (Napoli) dan Matias Soule (Frosisone).
Adapun Chiesa, setelah menjadi salah satu pemain terbaik Italia di Euro 2020, ia banyak menderita masalah cedera dalam dua tahun terakhir.
Terlepas dari kesulitan tersebut, rasio menit per golnya pada musim 2023-2024 adalah yang terbaik dalam kariernya di Liga Italia, dengan rata-rata 9 golnya tercipta setiap 245 menit sekali. Kesembilan gol tersebut merupakan balasan gol terbaiknya di kasta tertinggi Italia sejak ia mencetak 10 gol pada musim 2019-2020.
Spalletti juga ingin memanfaatkan rasa lapar para pemain yang akan merasakan pengalaman pertamanya di turnamen besar internasional, seperti Riccardo Calafiori dan Gianluca Scamacca.
Calafiori tampil mengesankan bersama Bologna FC musim ini. Bek berusia 22 tahun tersebut mencatatkan tujuh keterlibatan gol di Liga Italia (2 gol, 5 assist). Hebatnya, tidak ada bek yang menghasilkan assist lebih banyak untuk Bologna dalam dua dekade terakhir di kompetisi papan atas.
Dalam konferensi pers baru-baru ini, Spalletti memuji kualitas sang bek, dan menyatakan bahwa Calafiori juga bisa bermain sebagai pemain nomor 10 di masa depan.
Terakhir, Scamacca mencetak lebih banyak gol musim ini di salah satu kompetisi besar Eropa dibanding pemain Italia lainnya. Ia mencetak enam gol dalam kesuksesan Atalanta BC juara di Liga Europa.
Pemain Italia terakhir yang mencetak lebih banyak gol di Eropa adalah Ciro Immobile pada musim 2017-2018 (delapan gol untuk Lazio, juga di Liga Europa), dan Scamacca kemungkinan akan menjadi striker utama Italia di Jerman.
Meskipun Gli Azzurri tidak menjadi favorit untuk Euro 2024, dan absennya mereka di Piala Dunia terakhir, kekuatan pertandingan domestik di Italia terus mengalami kemajuan.
Dalam dua musim terakhir, lima dari enam final kompetisi Eropa menampilkan tim Italia: Fiorentina dua kali di Liga Konferensi Eropa, Roma dan Atalanta di Liga Europa, dan Inter di Liga Champions.
Sekarang tergantung pada Spalletti dan tim Italia barunya untuk mengakhirinya dengan penampilan yang kuat di musim panas ini. Sejarah menunjukkan bahwa mempertahankan gelar Piala Eropa sangatlah sulit.
Pertanyaannya, apakah ada orang yang akan terkejut jika Italia kembali memegang trofi tersebut pada 15 Juli 2024 nanti?