SKOR.id - Timnas Argentina yang keluar sebagai pemenang Piala Dunia 2022 di Qatar berisikan anjing Greyhound, mie, dan kutu. Bagi yang kurang paham, tiga nama yang disebutkan itu merujuk pada Nahuel Molina, Angel Di Maria, dan Lionel Messi.
Ya, Apados atau nama panggilan sangat lazim dalam budaya sepak bola profesional Argentina. Nama panggilan ini tidak hanya digunakan secara internal di antara para pemain, tapi juga oleh para penggemar serta pandit TV, yang kadang-kadang membuat nama panggilan baru untuk pemain di tengah pertandingan.
Setidaknya satu julukan baru dibuat pada Piala Dunia 2022 ketika rekan setim Rodrigo De Paul menamainya Motorcito (Mesin Kecil) di media sosial, mengacu pada stamina pemain yang terlihat tak ada habisnya.
Nama Panggilan adalah Bentuk Kasih Sayang
Dijelaskan ahli bahasa Kerstin Jung dalam kontribusinya pada The Linguistics of Football, meluasnya penggunaan nama depan dan nama panggilan untuk para pemain dapat dianggap sebagai bentuk keakraban dan kasih sayang dari komentator Argentina dan masyarakat luas kepada La Albiceleste.
Di antara nama panggilan yang diberikan, tak sedikit yang merujuk pada atribut fisik. Yang paling sering kita dengar tentu saja La Pulga atau Si Kutu, sebuah julukan yang diberikan kepada Messi ketika usianya baru 11 tahun. Ini karena fisiknya yang mungil akibat gangguan hormon pertumbuhan sehingga sang pemain dirawat dengan suntikan setiap hari.
Ada juga El Fideo (Mie) yang mengacu pada badan kurus Angel Di Maria, sedangkan Marcos Acuna adalah Huevo (telur) karena kecenderungan untuk menahan benturan dan memar saat dia masih bermain sebagai anak kecil.
Pada 2022, ketika Argentina berjuang memenangkan Piala Dunia setelah penantian tiga dekade lebih, julukan-julukan lain pun bermunculan. Saat itu, bermunculan julukan yang berhubungan dengan binatang.
Contohnya, Molina adalah el Galgo (anjing Greyhound), sementara kiper cadangan Franco Armani disebut Pulpo (gurita). Striker Julian Alvarez memiliki panggilan Arana atau laba-laba sejak masih kecil, ketika seorang pelatih menyadari kemampuannya bergerak di lapangan dengan zigzag yang cepat. Juga julukan Lautaro Martinez, El Toro atau banteng yang muncul gegara perayaan golnya yang khas.
Berdasarkan penelitian Cape Breton, nama panggilan ini bisa dianggap sebagai identitas dan nilai budaya. Di Argentina, pemain tertentu dipandang sebagai perwujudan berbagai aspek budaya sepak bola negara tersebut.
Ada juga julukan lain yang terkait dengan masa lalu yang menghubungkan pemain dengan warisan sepak bola dan budaya populer Argentina. Seperti Leandro Paredes dikenal sebagai El Heredero karena dianggap sebagai “pewaris” legenda Boca Juniors Juan Ramon Riquelme. Sementara penjaga gawang Emiliano Martinez dijuluki El Dibu karena kemiripannya dengan karakter TV anak-anak Argentina di tahun 1990-an.
Jurnalis sepak bola Argentina memperlakukan olahraga sebagai bentuk seni sastra dan ini terbukti dari kalimat puitis pada beberapa julukan yang diciptakan.
Alfredo Di Stefano diberi label La Saeta Rubia (panah pirang) oleh seorang jurnalis saat berada di River Plate pada 1940-an dan bintang 1990-an Claudio Caniggia dikenal sebagai El Hijo del Viento atau putra angin. Baru-baru ini, pelatih Lionel Scaloni dijuluki El Leonidas de Pujato oleh pembawa acara radio Argentina, merujuk pada raja Yunani Leonidas I yang memimpin kememangan 300 orang Sparta di Pertempuran Thermopylae pada 480 SM.
Tapi tidak semua pemain menyukai panggilan mereka. Alexis Mac Allister contohnya, pemain yang juga bersinar di Qatar 2022, mendapat panggilan Colo (merah atau jahe karena warna rambutnya). Mac Allister tidak menyukai nama tersebut dan kapten timnas Lionel Messi harus turun tangan untuk menghentikannya. Akhirnya nama panggilan tersebut menghilang dari Mac Allister.
Namun apa pun itu, nama panggilan mendorong inklusi dan ikatan di antara rekan satu tim. Penelitian tentang kehidupan pemain bisbol di Amerika Serikat menunjukkan bahwa memiliki nama panggilan memiliki korelasi dengan peningkatan harapan hidup 2,5 tahun.