Deretan Musuh Michael Jordan, The Bad Boys hingga Duo Karl Malone-John Stockton

Krisna Daneshwara

Editor:

  • Michael Jordan menghadapi musuh-musuh hebat dalam perjalanan meraih enam gelar juara NBA.
  • Detroit Pistons merupakan musuh terberatnya sebab Isiah Thomas dan kawan-kawan sulit dikalahkan.
  • Karl Malone-John Stockton yang identik dengan permainan pick and roll jadi rival terakhir Michael Jordan.

SKOR.id – Bicara kehebatan, Michal Jordan memang tak perlu diragukan. Sepanjang karier, ia memiliki enam titel juara, lima gelar most valuable player (MVP), dan enam MVP Final.

Sejak 1990-1991 hingga 1997-1998, Michael Jordan nyaris selalu juara. Dalam rentang itu, Chicago Bulls hanya dua kali gagal meraih gelar NBA, yakni 1993-1994 dan 1994-1995.

Itupun karena sang legenda memilih pensiun sementara pada 1993-1994 demi memenuhi keinginan mendiang sang ayah untuk menjadi seorang pemain bisbol.

Berita Basket Lain: Jersi Michael Jordan Saat Olimpiade 1992 Terjual Rp3,3 Miliar

Sedangkan untuk NBA 1994-95, Michael Jordan baru kembali ke tim asuhan Phil Jackson tersebut pada pertengahan musim hingga Chicago Bulls gagal meraih kampiun.

Namun, upayanya dalam membuat Bulls mendominasi NBA ketika itu, tak mudah. Sebagai seorang megabintang, ia memiliki banyak villain yang selalu coba mengadangnya.

Sepanjang kariernya sebagai pemain, deretan musuh Michael Jordan pun beragam, dari The Bad Boys hingga duet Karl Malone-John Stockton. Berikut daftarnya: 

  1. The Bad Boys

Isiah Thomas, Bill Laimbeer, Joe Dumars, Rick Mahorn, dan Dennis Rondam, merupakan lima serangkai Detroit Pistons yang dikenal dengan The Bad Boys.

Boleh dibilang, kolaborasi kelima pemain tersebut merupakan kombinasi terbaik yang dimiliki Detroit Pistons sepanjang sejarah keikutsertaan mereka dalam NBA. 

The Bad Boys jadi musuh terberat Michael Jordan. Selama tiga musim berturut-turut, 1987-1988, 1988-1989, dan 1989-1990 Chicago Bulls selalu kalah.

Klub berlogo kepala banteng itu dihentikan Detroit Pistons di play-off Wilayah Timur. Pada 1988, pemimpin The Bad Boys, Isiah Thomas, menciptakan istilah Jordan Rules.

Seluruh pemain Pistons diminta melakukan pendekatan fisik saat mengawal Jordan. Dengan kata lain, The Bad Boys wajib berani main keras saat sang bintang membawa bola.

Bahkan, permainan menjurus kasar pun dihalalkan. Provokasi melalui trash talk juga menjadi bagian penting bagi skuat Pistons demi membuat Jordan frustrasi.

"Apa itu Jordan Rules? Dia (pelatih Pistons, Chuck Daly) mengatakan, jika Jordan pergi ke kamar mandi, kita ikut dengannya," ujar presenter CBS, Pat O’Brien.

Setelah frustrasi menghadapi The Bad Boys selama tiga musim, Jordan akhirnya mampu mengalahkan mereka di final Wilayah Timur 1990/1991.

Tak tanggung-tanggung, Bulls sanggup menghabisi mereka dengan skor series 4-0. Mulai dari situlah, Jordan dan Bulls-nya nyaris tak terbendung.

  1. Magic Johnson

Pertarungan antara Los Angeles Lakers melawan Chicago Bulls di final NBA 1990/1991 sangat dinanti pencinta NBA. Jika di sepak bola, ini diibaratkan Pele versus Maradona. 

Saat itu, Magic Johnson merupakan bintang lama yang sudah mengantongi lima cincin juara NBA. Sebaliknya, Jordan baru menuju titel NBA pertama sepanjang karier.

Jordan akhirnya keluar sebagai pemenang dalam duelnya dengan Johnson tersebut. Bulls sukses membenamkan Lakers lewat kemenangan series, 4-1.

  1. Clyde Drexler

Pada NBA 1991/1992, Portland Trail Blazers berhasil masuk final usai menundukkan Utah Jazz di Final Wilayah Barat dengan skor series 4-2.

Dengan demikian, sang bintang, Clyde Drexler, bisa menuntaskan penasarannya setelah gagal membawa Blazers mengalahkan Detroit Pistons di final NBA 1989/1990.

Sayang, Clyde Drexler dan kawan-kawan bertemu Jordan yang makin matang sebagai pemimpin Bulls. Dalam kali pertemuan musim reguler, Portland Trail Blazers selalu kalah. 

Baca Juga: Michael Jordan Anggap Kobe Bryant Adik

Drexler pun gagal menjadi most valuable player karena hanya menempati posisi kedua pemungutan suara atau berada di bawah Jordan

Di final, Clyde Drexler dan Blazers mampu memberi perlawanan pada empat game awal. Sayang, mereka harus takluk dengan skor series, 2-4.

Hasil tersebut sekaligus membuat Drexler selalu menjadi orang nomor dua di bawah Jordan, baik pada pemungutan suara MVP maupun perburuan gelar juara.

  1. Charles Barkley

Charles Barkley dan Phoenix Suns datang ke final NBA 1992-1993 dengan meyakinkan, yakni tim terbaik babak reguler dengan 62 kemenangan dan 20 kekalahan.

Pada musim ini, Charles Barkley juga keluar sebagai MVP. Fakta itu membuat banyak pihak menganggap Pheonix Suns berpotensi besar menghentikan kedigdayaan Bulls. 

Namun, pada dua pertemuan awal di final, mereka selalu kalah meski bermain di kandang sendiri, America West Arena.

Setelah tertinggal 1-3, asa Suns kembali hidup karena kesuksesan Charles Barkley dan kawan-kawan mencuri kemenangan 108-98 pada game kelima di Chicago Arena. 

Gim keenam dan ketujuh digelar di markas Suns. Jika sukses melakukan sapu bersih, maka tim asuhan Paul Westphal ini akan menang 4-3.

Pada game keenam, Barkley tampil cemerlang dengan 21 poin dan 17 rebound. Suns pun nyaris menang dan memaksakan gim ketujuh.

Bahkan, saat laga tersisa 14 detik, mereka unggul 98-96. Sayang, Pheonix Suns gagal mewujudkan gim ketujuh karena three point John Paxson pada lima detik terakhir.

  1. Gary Payton-Shawn Kemp

NBA 1995-1996 menjadi sangat historis bagi Chicago Bulls dan Michael Jordan. Saat itu, klub tersebut terlalu kuat dengan 72 kemenangan dan 10 kekalahan di fase reguler.

Jordan pun terpilih sebagai MVP. Namun, di babak final, mereka mendapat tantangan dari Seattle Supersonics yang mengandalkan duet Gary Payton-Shawn Kemp.

Kombinasi ini membuat Seattle Supersonics menjadi tim terbaik di Wilayah Barat. Bahkan, satu dari 10 klub yang mampu menundukkan Bulls di fase reguler.

Menjamu Bulls di Key Arena, Seattle, 26 November 1995, mereka menang 97-92. Pada babak final, Jordan sukses membawa Bulls menundukkan Sonics 4-2.

Namun perjalanan Jordan meraih titel keempat ini tidaklah mudah. Sempat unggul 3-0, Payton-Kemp tak menyerah begitu saja dan mengambil gim keempat dan kelima.

Namun, pada gim keenam, Bulls memperlihatkan kedigdayaannya dan menang 87-75.

  1. Karl Malone-John Stockton

Duet Karl Malon-John Stockton boleh dibilang sebagai kombinasi point guard-bigman terbaik pada era 1990-an. Saat itu, John Stockton diklaim sebagai raja assists.

Sedangkan Karl Malone merupakan salah satu pemain yang paling produktif dalam urusan mencetak angka.

Permainan pick and roll yang menjadi ciri khas duet ini membuat Utah Jazz begitu ditakuti. Mereka sukses dua kali menantang Bulls di final, yaitu 1996-1997 dan 1997-1998.

Pada 1996-1997, Jordan sukses membawa Bulls menang dengan skor series 4-2. Rangkaian pertandingan diwarnai sebuah laga ikonik yang sampai sekarang dikenal dengan flu game.

Tepatnya pada gim kelima di Delta Center, Salt Lake City. Jordan yang menderita flu tetap tampil gemilang dengan torehan 38 poin dan membawa Bulls menang 90-88.

Ini adalah pertandingan kunci pada rangkaian final tersebut. Seandainya Jordan tak mampu mengatasi penyakitnya, Bulls bisa kalah dan tertinggal 2-3.

Setelah gagal pada 1996-1997, Malone-Stockton membuat Utah Jazz lebih tangguh pada musim berikutnya dengan jadi klub terhebat pada fase reguler.

Karl Malone pun terpilih sebagai MVP. Yang juga perlu dicatat, Jazz mampu menundukkan Bulls pada dua pertemuan babak reguler hingga mengantongi home court advantage.

Pada gim pertama, Jazz berhasil menundukkan Bulls 88-85 via overtime. Namun, Jordan membuktikan tekadnya untuk tidak begitu saja kalah dari Malone-Stockton.

Ia pun membawa Bulls menang 4-2. Pada gim keenam di Delta Center, tepatnya tertinggal 85-86 saat laga menyisakan 20 detik, Jordan membuktikan kelasnya. 

 

Jordan mampu merebut bola dari Malone dan menutup aksinya tersebut dengan melakukan crossover hingga membuat Bryon Russell, penjaganya kala itu, terpeleset.

Dalam kondisi tak terkawal, Jordan melesakkan lemparan dua angka untuk membawa Bulls menang 87-86. Sekaligus menjadi aksi terakhir Jordan bersama Bulls.

Setelah itu, dirinya memilih pensiun dari basket. Pada 2001, pemain berjulukan Air itu memang kembali, namun tak melantai bersama Bulls. 

Kala itu, ia bergabung dengan klub yang baru dibelinya, Washington Wizards.

Source: Wikipedia

RELATED STORIES

Cerita Michael Jordan yang Keder Gara-gara Dilabrak Mike Tyson

Cerita Michael Jordan yang Keder Gara-gara Dilabrak Mike Tyson

Legenda NBA Michael Jordan pernah nyaris berkelahi dengan petinju Mike Tyson di restoran gara-gara seorang perempuan.

Diperlakukan Spesial, Kebencian Michael Jordan pada Bad Boys Detroit Pistons Abadi

Diperlakukan Spesial, Kebencian Michael Jordan pada Bad Boys Detroit Pistons Abadi

Legenda NBA dan Chicago Bulls Michael Jordan mengaku masih benci Bad Boys Detroit Pistons karena taktik "Jordan Rules".

Michael Jordan: Kisah Sebatang Cerutu Sebelum Setiap Pertandingan Kandang

Michael Jordan: Kisah Sebatang Cerutu Sebelum Setiap Pertandingan Kandang

Legenda basket NBA, Michael Jordan, mengaku pertama kali menikmati cerutu pada 1991 ketika Chicago Bulls perdana memenangi NBA.

Sempat Kecanduan Judi, Michael Jordan Terlilit Kasus Hukum dan Utang

Sempat Kecanduan Judi, Michael Jordan Terlilit Kasus Hukum dan Utang

Michael Jordan punya sisi kelam di baliknya sosoknya sebagai anutan di lapangan basket.

Terungkap, Michael Jordan Diduga Kuat Diracuni Sebelum Gim 5 Final NBA 1997

Terungkap, Michael Jordan Diduga Kuat Diracuni Sebelum Gim 5 Final NBA 1997

Pada gim 5 final NBA 1997, Michael Jordan ternyata tidak menderita flu.

Jersi Michael Jordan di NBA 1996-1997 Terjual Rp4,3 Miliar

Tingginya nilai barang-barang bekas Michael Jordan membuktikan ia atlet hebat.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Pelatih Manchester City, Pep Guardiola (kiri) dan pelatih Arsenal, Mikel Arteta. (Rahmat Ari Hidayat/Skor.id).

Liga Inggris

Man City dan Arsenal, Penentuan Gelar Liga Inggris 2023-2024 di Pekan Terakhir

Persaingan gelar Liga Inggris 2023-2024 antara Manchester City dan Arsenal akan ditentukan di pekan ke-38, Minggu (19/5/2024) malam WIB.

Irfan Sudrajat | 18 May, 23:53

Laga Arsenal vs Everton di Liga Inggris 2023-2024. (Yusuf/skor.id).

Liga Inggris

Prediksi dan Link Live Streaming Arsenal vs Everton di Liga Inggris 2023-2024

Prediksi dan link live streaming Arsenal vs Everton, laga yang menentukan peluang The Gunners meraih gelar Liga Inggris 2023-2024.

Irfan Sudrajat | 18 May, 23:47

Liga Inggris 2023-2024 dimulai sejak 11 Agustus 2023 lalu. (Zulhar Kurniawan/Skor.id).

Liga Inggris

Liga Inggris 2023-2024: Jadwal, Hasil, Klasemen, dan Profil Klub Lengkap

Berikut ini klasemen Liga Inggris 2023-2024, jadwal dan hasil per pekan serta profil klub lengkap.

Irfan Sudrajat | 18 May, 23:45

Laga Manchester City vs West Ham United di pekan terakhir Liga Inggris 2023-2024. (Yusuf/Skor.id).

Liga Inggris

Prediksi dan Link Live Streaming Man City vs West Ham di Liga Inggris 2023-2024

Berikut ini prediksi dan link live streaming Manchester City vs West Ham United di Liga Inggris (Premier League) musim 2023-2024.

Pradipta Indra Kumara | 18 May, 23:37

sandy walsh.jpg

National

KV Mechelen Kembali ke Jalur Kemenangan, Sandy Walsh Tak Main

Usai kalah dua kali beruntun, KV Mechelen menang 2-0 atas KVC Westerlo, Sabtu (18/5/2024), namun Sandy Walsh cuma cadangan.

Teguh Kurniawan | 18 May, 21:29

Pemain Liverpool asal Argentina, Alexis Mac Allister. (Jovi Arnanda/Skor.id

La Liga

Real Madrid Terus Pantau Bintang Liverpool

Real Madrid memantau Alexis Mac Allister untuk menggantikan Toni Kroos atau Luka Modric.

Tri Cahyo Nugroho | 18 May, 20:43

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI)

Timnas Indonesia

PSSI Umumkan Manajer Definitif untuk Timnas U-20 Indonesia dan Timnas Putri Indonesia

Ada tiga nama yang diperkenalkan untuk mengisi posisi manajerial di Timnas U-20 Indonesia dan Timnas Putri Indonesia.

Teguh Kurniawan | 18 May, 20:42

Pelatih Juventus, Massimiliano Allegri. (Rahmat Ari Hidayat/Skor.id).

Liga Italia

Massimiliano Allegri Miliki Opsi untuk Berlabuh ke Liga Inggris

Tiga klub Liga Inggris diyakini bisa menjadi pilihan Massimiliano Allegri.

Tri Cahyo Nugroho | 18 May, 18:00

Sepatu khas untuk Nikola Jokic dari 361 Degrees, Big3 Future model low-cut, dirilis dalam empat warna berbeda bertema Spongebob Squarepants. (M Yusuf/Skor.id)

Culture

Nikola Jokic x 361° Big3 Future “SpongeBob Squarepants” Tawarkan Keceriaan dan Performa

Sneakers bertema SpongeBob Squarepants ini mengambil basis 361° Big3 Future low cut yang kali pertama dirilis di Eropa dalam jumlah terbatas pada akhir Januari lalu.

Tri Cahyo Nugroho | 18 May, 17:21

PMSL SEA 2024 (Rahmat Ari Hidayat/Skor.id).

Esports

PMSL SEA Summer 2024: Tujuh Tim Indonesia ke Super Sunday

Hanya Voin Donkey saja yang harus mengubur mimpi bermain di Super Sunday pekan kedua.

Gangga Basudewa | 18 May, 17:13

Load More Articles