SKOR.id – Tingkat kelembapan yang tinggi dan suhu panas Sirkuit Internasional Buddh membuat race MotoGP India 2023 menjadi sangat rumit, terutama bagi Jorge Martin, yang paling terdampak oleh hal itu.
Pada lap terakhir balapan Grand Prix India, Minggu (24/9/2023), rider Pramac Racing-Ducati menghadapi tekanan dari bintang Monster Energy Yamaha Fabio Quartararo, yang berupaya merebut posisi kedua.
El Diablo sempat berhasil menyalip, namun Martinator mampu membalas dan akhirnya tetap bisa finis sebagai runner-up, 8,6 detik di belakang sang pemenang, Marco Bezzecchi (VR46 Racing Team-Ducati).
Namun, ia harus berjuang sangat keras di Buddh. Bukan hanya menghadapi serangan Quartararo, tetapi juga masalah dehidrasi dan ritsleting seragam balapnya pada tahap akhir pelombaan.
Setelah melakukan lap pendinginan, Jorge Martin masuk pit dan berhenti di garasinya. Spaniard tampak sudah benar-benar kehabisan tenaga untuk memarkir motornya di Parc Ferme.
Martinator bahkan harus dibantu Gino Borsoi, manajer timnya, yang memapahnya ke Parc Ferme. Martin terus meminta kru Pramac untuk mengguyurkan air ke kepalanya. Begitu tiba, ia tak kuat lagi berdiri.
Di Parc Ferme, Direktur Medis MotoGP dr Angel Charte sampai turun tangan merawatnya karena Jorge Martin mengalami dehidrasi yang cukup parah. Setelah itu, ia mendapakan lagi energi dan menjelaskan apa yang terjadi sembari menunggu seremoni podium.
“Saya sudah tak kuat melanjutkan (balapan), saya tidak bisa melihat (dengan jelas). Saya kehabisan udara,” ujar Martin kepada Quartararo, Bezzecchi, dan Borsoi, soal apa yang terjadi di lap terakhir balapan.
Sirkuit Buddh selama balapan utama MotoGP India 2023 memang sangat panas. Dengan suhu sekitar 33 derajat Celsius, angin yang dinginnya 39 derjat, serta kelembapan 61 persen, kondisi para rider sangat sulit.
Sejak tiba di sana Kamis (21/9/2023), mereka menyadari apa yang akan diderita selama akhir pekan GP India. Para pembalap bahkan sudah minta jumlah lap balapan dikurangi dari 24 menjadi 21. Tetap saja perlombaan tidak berjalan mudah untuk semuanya.
Rompi pendingin menjadi tren di grid beberapa saat sebelum start. Seiring berjalannya waktu, energi fisik pun lebih cepat terkuras dengan suhu panas dan juga kelembapan tinggi di Buddh.
Jorge Martin jelas yang paling menderita dan terdampak dari kondisi tersebut. Situasi ini membuatnya sulit menjaga fokus. Ia juga tertekan karena tahu tak boleh blunder setelah Francesco Bagnaia crash, jika ingin menjaga peluang dalam perebutan gelar.
Selain itu, Martinator harus membetulkan ritsleting seragam balapnya yang terbuka saat bertarung untuk P2 dengan Quartararo, yang sempat memanfaatkannya, menyalip di T4. Tetapi, Martin bisa menebusnya di Tikungan 6 dan lalu bertahan hingga finis.
Kendati sangat menderita, perjuangan Martin tidak sia-sia. Ia berhasil memangkas gap dari Bagnaia, yang meski gagal finis masih tetap di puncak klasemen, menjadi hanya 13 poin dengan tujuh race tersisa.
“Anda haru mempercayai saya ketika saya mengatakan bahwa saya telah memberikan 100 persen. Saya mengalami dehidrasi saat tersisa delapan lap, sehingga sangat sulit untuk menyelesaikan balapan,” kata Martin.
“Walau mampu menjaga kecepatan, di lap terakhir saya melakukan kesalahan besar akibat dehidrasi. Jadi saya melebar dan Fabio menyalip. Tetapi saya bisa overtake lagi dan sungguh senang bisa mengamankan posisi kedua.”
“Kami memulihkan beberapa poin di kejuaraan. Kami perlu menjaga mentalitas yang sama seperti saat kami datang ke sini, berusaha menang, berusaha cepat d semua latihan dan itulah cara menutup gap,” pungkasnya.