- Kisah Mamadou Sakho, pemain muslim yang pernah terjerumus kehidupan hitam di Paris namun akhirnya insaf.
- Mamadou Sakho membangun lembaga sosial bagi anak-anak yang tidak mampu di Paris dan Senegal.
- Ketika di Paris, dia pun mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak.
SKOR.id - Mamadou Sakho pernah tersesat ketika dirinya masih remaja. Rasa lapar membuatnya nekad meminta uang kepada setiap pejalan kaki di salah satu sudut di Kota Paris, Prancis.
Tepatnya di distrik bernama Goutte d’Or, sedikit di luar Kota Paris. Di sanalah Mamadou Sakho sempat hidup di jalanan.
Rasa lapar pun pernah membuatnya mencuri dan menjadi tukang todong. "Di jalanan, meminta koin (uang) kepada orang-orang yang melintas," kata Mamadou Sakho, seperti yang pernah diceritakan kepada Daily Mail.
"Suatu ketika, ada seorang wanita yang saya mintai uang dan dia langsung memeluk tasnya, seperti saya hendak mencuri tasnya," kata Mamadou Sakho lagi, bercerita.
"Momen tersebut kemudian membuat saya terkejut," kata Mamadou Sakho. Saat itu, dia mengakui tidak pernah terlintas untuk merebut apalagi merampok tas wanita itu.
"Saya hanya meminta beberapa koin. Uang koin untuk membeli roti, tapi dia mengira saya seperti orang yang ingin mencuri tasnya," kata Mamadou Sakho.
Momen tersebut diakui Mamadou Sakho justru membuat dirinya menyadari. Dan, mulai saat itu dirinya bertekad ingin berubah.
"Saya mengatakan kepada diri saya 'Baik, hari ini saya lapar dan dia berpikir saya ingin mencuri atau berbuat sesuatu yang buruk. Namun, suatu hari nanti, jika saya berhasil, saat saya memiliki sesuatu, saya akan memberikan apa yang saya punya,'" kata Sakho.
Tentu saja, bukan kepada perempuan tersebut Mamadou Sakho memberikan apa yang dia miliki setelah sukses, melainkan kepada kehidupan ini.
"Saya adalah muslim, tapi bukan hanya karena saya muslim saya harus memberikan sesuatu kepada yang lain." kata Mamadou Sakho lagi.
Bagi Mamadou Sakho, keyakinannya sebagai orang Islam menjadi sesuatu yang alamiah untuk berbuat kebajikan karena Islam sudah ada sejak dia lahir.
Hanya karena karena kehidupan yang sulit membuat dirinya harus hidup melenceng jauh dari ajaran agamanya ini.
"Saya memang merasakan kehidupan yang sulit ketika masih muda. Tidak ada yang lebih mengerti bagaimana rasanya tidak punya makanan di kulkas, atau tidak ada yang lebih tahu bagaimana dinginnya di luar sana," kata Mamadou Sakho.
"Bagaimana tidur di jalanan atau meminta uang, atau merampas hanya untuk memakan sedikit makanan. Saya sangat memahami karena seperti itulah kehidupan saya ketika masih sangat muda. Itu kehidupan saya yang sesungguhnya," dia menegaskan.
Dan, takdir tampaknya tidak membuatnya terlalu lama di jalan yang sesat karena dirinya memiliki sesuatu yang istimewa: sepak bola dan keyakinannya tentang ajaran agama.
Ya, sebelum dirinya hidup di jalanan, sejak usia enam tahun Mamadou Sakho sudah terdaftar sebagai pemain di klub bernama Paris. Tepatnya pada 1996 dia sudah bermain sepak bola di klub tersebut.
Mamadou Sakho lahir dari sebuah keluarga besar. Dia hidup bersama enam saudaranya, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Dia adalah anak keempat.
Masa tersulit terjadi ketika dirinya masih berusia 13 tahun, saat ayahnya meninggal karena sakit. Momen tersebut membuatnya sempat ingin meninggalkan sepak bola.
Ayahnya wafat setahun setelah dirinya masuk tim muda Paris Saint-Germain pada 2002. Artinya, dia memberikan uang gaji atau bayarannya yang diterima untuk menambah ongkos haji ayahnya sebelum wafat.
"I sent my father to Mecca for the Hajj with my first paycheck" kalimat ini sempat menjadi populer di media sosial, kalimat yang disampaikan Mamadou Sakho melalui akun media sosial-nya.
"Saya memberangkatkan ayah saya ke Mekah untuk berhaji dengan gaji pertama saya," demikian maksud dari kalimat tersebut.
Mamadou Sakho memang tidak menyebutkan gaji yang didapat tersebut apakah ketika dirinya sudah berada di tim muda di Paris Saint-Germain, namun pengakuan Mamadou Sakho menjadi perhatian dan pujian dari masyarakat muslim.
Kehidupannya yang kelam ketika masih muda tersebut tidak membuatnya larut. Pasalnya, selain memiliki kemampuan dalam bermain bola, di dalam jiwanya ada mentalitas yang sangat baik.
Semua itu menurutnya tidak terlepas dari ajaran kedua orang tuanya untuk selalu berbuat baik seperti yang diperintahkan dalam agama Islam.
Mamadou Sakho berjuang memperbaiki hidupnya dengan memaksimalkan kemampuannya sebagai pemain. Dia adalah salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki Paris-Saint Germain.
"Jika saya sudah menjadi seseorang, saya akan memberikannya (membalas dengan kebaikan) kembali," kata Sakho.
Momen itu pun terjadi ketika dirinya memang sudah bermain di tim senior Paris Saint-Germain. Bersama istrinya, Majda, Sakho pun membangun sebuah lembaga bernama Amsak yang berarti Association Mamadou Sakho.
Lembaga ini yang menjadi wadah bagi Sakho untuk berbagi dengan anak-anak yang tidak mampu di Prancis. Mamadou Sakho juga membangun Amsak di Senegal, negeri kelahiran orangtuanya.
Dia pun mengundang sejumlah bintang Prancis untuk datang dalam acara pembukaan lembaga ini, seperti yang terlihat dalam video di bawah ini:
"Saya sudah memulai membangun asosiasi ini ketika masih berusia 18 atau 19 tahun, ketika saya bermain di Paris Saint-Germain," katanya. "Saya kira, penting untuk membangun ini di Afrika dan juga membantu orang-orang di sini (Inggris)."
Sebelum dirinya pergi bergabung ke Liverpool, Mama (panggilannya oleh pemain Paris Saint-Germain) pun meluangkan waktunya memberikan pelajaran kepada anak-anak di Kota Paris.
Yang diajarkannya adalah belajar bahasa Inggris. Menurut Mamadou Sakho, memberikan pelajaran bahasa Inggris kepada mereka menjadi sangat penting untuk masa depan.
"Seperti saya saya katakan, kita semua dapat membantu. Ketika saya tidak memiliki apapun, sangat miskin, dan kini kehidupan saya lebih baik. Saya bekerja keras dan mencoba 'memberikannya' kembali," katanya.
Mamadou Sakho menyatakan dirinya tidak ingin orang-orang menyebutnya sebagai sosok muslim yang baik hati.
"Saya tidak membutuhkan pujian dari orang-orang atau dari media. Jika Anda memang hanya punya garam dan dengan garam itu bisa membantu, maka lakukanlah. Jika Anda memiliki cukup uang dan membantu dengan membangun sebuah rumah, maka lakukanlah juga," katanya lagi.
Kini, Mamadou Sakho masih bermain bersama Crystal Palace setelah meninggalkan Liverpool. Dia memiliki tiga orang anak dari perkawinan dengan Majda.
Tanda lain bahwa dirinya seorang muslim yang taat adalah dia selalu berdoa dengan menengadahkan kedua tangannya sebelum tampil dalam pertandingan.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Buat Surat Terbuka, Pemilik Manchester United Mengaku Salah Soal European Super League https://t.co/f2lRFVq2U0— SKOR Indonesia (@skorindonesia) April 22, 2021
Berita Cerita Ramadan Lainnya:
CERITA RAMADAN: Hakim Ziyech pun Berbuka Puasa saat Laga Masih Bergulir
CERITA RAMADAN: Al-Qur'an, Puasa, dan Medali Emas Olimpiade 2012 Milik Sir Mo Fara