- Bersaing dalam sebuah kompetisi berpotensi membuat atlet mengalami stres atau frustrasi.
- Frustrasi adalah perasaan tak menyenangkan ketika kesulitan mencapai target.
- Mengelola rasa frustrasi penting dipelajari agar seseorang tidak merasa kerja kerasnya sia-sia.
SKOR.id - Frustrasi adalah perasaan mendasar yang muncul ketika kesulitan mencapai target.
Ini merupakan pengalaman tak menyenangkan, namun kita perlu mengendalikannya dan tidak membiarkan frustrasi mengaburkan kerja keras.
Menjadi seorang atlet tidak hanya dituntut untuk memenuhi target memenangi kompetisi. Salah satu tugas terberat mereka adalah justru belajar mengelola perasaan frustrasi itu ketika gagal memenangkan sebuah pertandingan.
Pasalnya, ada kalanya ketika seberapa pun besarnya seseorang bekerja keras, hal-hal yang terjadi di lapangan tidak berjalan sesuai rencana.
Jika sudah begini, jangan biarkan rasa marah menguasai Anda. Ada banyak contoh dalam olahraga ketika seorang atlet tak mampu mengendalikan emosi mereka saat kalah.
Pemain sepak bola misalnya, mereka melempar bola keluar lapangan atau menolak meyapa lawan usai laga, petenis kerap terlihat membanting raket mereka saat gagal atau pemain golf menumpahkan kemarahan dengan merusak stik.
Dari contoh tersebut di atas, saat seseorang atau atlet khususnya dikendalikan oleh rasa marah, mereka akan bersikap tidak sportif, tidak menyenangkan terhadap orang lain.
Memang, mengelola stres dalam sebuah kompetisi tidaklah mudah. Tapi ini tetap harus dilakukan demi kebaikan diri sendiri dan orang lain.
Berikut adalah beberapa cara mengelola stres ketika kalah dalam kompetisi:
1. Meningkatkan Kesadaran Emosional
Frustrasi perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Tapi masalah terbesarnya adalah bukan banyaknya emosi, tapi atlet tersebut tidak tahu bagaimana mengidentifikasi ketika stres ini muncul.
Saat rasa stres ini datang, mereka tak bisa mengontrolnya. Mengetahui bagaimana mendeteksi emosi dan menempatkannya di dalam tubuh merupakan langkah awal dalam belajar mengendalikan stres.
Untuk tumbuh sebagai seorang atlet, tidak cukup hanya mengetahui apa itu emosi, tapi Anda juga harus mengetahui cara mengelolanya dalam tubuh.
2. Ambil Pelajaran dari Kekalahan
Meski kekalahan adalah hal yang menyedihkan, Anda bisa selalu mengambil hikmah positif dari hal tersebut. Butuh sikap positif dan jam terbang tinggi dalam kompetisi untuk bisa bersikap seperti ini.
Dengan memiliki pola pikir positif dan memandang kekalahan sebagai kesempatan belajar, maka seorang atlet telah menutup pintu untuk emosi negatif menguasai dirinya.
Sebaliknya, jika atlet terus meratapi kekalahan, selalu merasa bersalah atau berpikir pertandingan berjalan tidak adil, hanya akan memunculkan perasaan tidak nyaman dalam diri.
3. Mempromosikan Kecerdasan Sosial dalam Tim
Stres atau frustrasi tidak hanya muncul dalam olahraga individu, tapi juga kelompok. Dibandingkan individu, mengelola frustrasi dalam satu kelompok atau tim lebih mudah.
Tidak jarang emosi pecah ketika tim tidak mencapai tujuan atau saat seorang anggota melakukan kesalahan.
Kejadian ini juga bisa jadi menyebabkan kesalahpahaman antaranggota tim. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini solusi terbaiknya adalah meningkatkan kecerdasan sosial.
Kecerdasan soaial adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan menempatkan diri sendiri di tempat mereka.
Alih-alih mengadopsi sikap egois, jenis kecerdasan ini menekankan bahwa kekuatan individu ditemukan dalam sebuah tim dan oleh karena itu harus dimanfaatkan.
4. Menurunkan Standar
Salah satu ciri menjadi atlet, khususnya papan atas, adalah sikap perfeksionis mereka. Para atlet level atas biasanya menetapkan target tinggi, yang pastinya akan sulit dicapai.
Padahal ketika seseorang menetapkan tujuan yang terlampau jauh dari kapasitasnya, ada kemungkinan dia akan menyerah dalam pertarungan.
Hasil Liga Champions: Barcelona Menang Perdana, Manchester United Tundukkan Atalanta https://t.co/7ABtTKSUSW— SKOR.id (@skorindonesia) October 20, 2021
Berita Kebugaran Lainnya