- Sikap berbeda diambil Japan Open 2020, menyusul keputusan ATP dan WTA untuk melanjutkan kompetisi musim 2020.
- Turnamen yang berlangsung pada 5-11 Oktober 2020 itu memilih batal.
- Keselamatan dan kesehatan pemain dan staf, jadi alasan utama pembatalan turnamen level ATP 500 itu.
SKOR.id - Rabu (17/6/2020), CEO Asosiasi Tenis Profesional (ATP) mengumumkan bakal melanjutkan kembali turnamen 2020 yang tertunda karena Covid-19, 14 Agustus mendatang.
Turnamen Citi Open, 13-21 Agustus 2020, di Washington DC, akan menjadi momentum kembalinya rangkaian kalender tenis dunia.
Kabar tersebut disambut pro dan kontra di kalangan petenis karena merasa Amerika Serikat (AS) belum cukup kondusif untuk menggelar turnamen tenis.
Baca Juga: Resmi, ATP dan WTA Kembali Bergulir Agustus 2020
Namun, di tengah gempita menyambut kembalinya tenis dunia. Japan Open 2020 justru mengumumkan pembatalan pada Kamis (18/6/2020).
Kompetisi ATP 500 yang direncanakan berlangsung 5-11 Oktober 2020 itu mengumumkan pembatalan karena alasan keselamatan di tengah pandemi Covid-19.
"Asosiasi Tenis Jepang (JTA), mengumumkan membatalkan Rakuton Open (Japan Open) yang seharusnya berlangsung pada 5-11 Oktober (2020)," ujar Japan Open via Twitter.
"Kami menantikan kesempatan bertemu dengan Anda semua di Ariake Tennis Park. Tapi, kesehatan dan keselamatan penggemar serta staf adalah prioritas."
Dalam laman resmi Rakuten Open, panitia mengatakan, pihaknya mengantisipasi gelombang kedua Covid-19 sehingga pembatalan dianggap menjadi opsi terbaik.
"Kami mengantisipasi gelombang kedua, baik di Jepang maupun luar negeri. Kami mengambil kesimpulan harus membatalkan turnamen," ujar mereka dilansir Japan Today.
Baca Juga: Simona Halep Mungkin Tak Tampil pada US Open 2020
Pembatalan tersebut menjadi yang pertama sejak Japan Open pertama kali menyelenggarakan turnamen tenis pada 1972 atau 48 tahun lalu.
Meskipun tergolong tidak dihantam Covid-19 dengan parah karena hanya mencatat kematian sekitar 900 jiwa dari 17.000-an kasus tetapi Jepang tengah waspada adanya gelombang kedua.
Kewaspadaan ini kemungkinan melihat pengalaman negara tetangga Korea Selatan yang tengah berjibaku dengan gelombang kedua pasca pelonggaran protokol Covid-19.