- Dongeng soal Cinderella memiliki sangat banyak versi, dari Yunani-Mesir, Eropa, hingga Asia.
- Salah satu yang menjadi fokus dalam ceritera Cinderella adalah sepatu yang mengubah jalan hidupnya.
- Selama ini, orang mengetahui bila sepatu Cinderella terbuat dari kaca. Tetapi ada beberapa versi yang menceritakan berbeda.
SKOR.id – Cinderella merupakan cerita rakyat yang hadir dalam berbagai bentuk dan varian. Ada ribuan versi cerita yang menampilkan seorang anak muda (kebanyakan wanita muda, tapi bisa juga pria muda) yang berada dalam keadaan tragis dan hidup dari belas kasihan orang lain.
Tiba-tiba, nasib Cinderella yang selama ini hidup menderita bersama ibu sambung dan kedua saudara wanita tirinya, berubah saat dia menarik perhatian seorang bangsawan. Bangsawan itu harus mencari dengan cara tertentu untuk mengetahui identitasnya.
Saat ditemukan, Cinderella pun menjadi pasangan bangsawan. Anggota keluarga yang iri hati kemudian mendapatkan hadiah atas kekejaman mereka.
Seringkali ada benda atau makhluk ajaib untuk membantu Cinderella mendapatkan kekayaannya. Salah satu benda yang mengubah jalan hidup Cinderella adalah sepatu yang selama ini diilustrasikan berbahan kaca.
Pertanyaannya, sebenarnya dari bahan apa sepatu Cinderella itu berasal? Dalam rangka memperingati Hari Dongeng Sedunia yang jatuh pada hari ini, 20 Maret, Skor.id mencoba mengulasnya.
Sandal Kulit dari Versi Dongeng Yunani Kuno

Versi tertua cerita Cinderella seperti dikutip dari Abilene Public Library, Texas, Amerika Serikat, berasal dari Rhodopis, sebuah dongeng Yunani kuno karya ahli geografi Yunani bernama Strabo, yang hidup antara abad 7 SM (BCE) sampai 23 M (CE).
Dalam dongeng itu dikisahkan seorang perempuan muda Yunani – yang namanya jika diartikan adalah “Rosy-Cheeks” – tinggal di Naukratis, sebuah kota perdagangan di Mesir.
Dikisahkan, saat ia sedang mandi, seekor elang mengambil salah satu sandalnya dan membawanya ke Memphis. Elang itu kemudian menjatuhkan sandal tersebut tepat ke pangkuan Raja Mesir (Firaun).
Firaun yang trtarik dengan bentuk dan keindahan sandal itu lantas mengirim orang-orangnya untuk mencari wanita pemiliknya. Saat ditemukan, Cinderella pun dibawa ke Memphis dan menjadi istri Raja Mesir.
Sepatu Emas Ye Xian dan Sandal Emas Aschenputtel
Dongeng Cinderella juga merambah ke Asia. Cina memiliki dongeng berjudul Ye Xian (ada juga yang menyebutnya Yeh-hsien) yang pertama dipublikasikan sekira tahun 860 Masehi.
Di Indonesia dan Malaysia, ada dongeng serupa berjudul Bawang Putih Bawang Merah. Di Vietnam ada Tam Cam. Sementara di beberapa daerah di Asia lain memiliki versinya masing-masing.
Dalam dongeng Ye Xian disebutkan bila sepatu yang dikenakan sang tokoh protagonis terbuat dari emas.
Beberapa abad kemudian, kumpulan dongeng dari Grimm bersaudara, Jacob dan Wilhelm, yang dipubikasikan pada 1812 salah satunya berisi kisah tentang Cinderella yang dalam bahasa Jerman disebut Aschenputtel.
Dalam versi ini, Aschenputtel menanam ranting Hazel dan tumbuh bersama air matanya. Seekor burung putih yang bertengger di pohon dan selalu memperhatikan, diyakini Aschenputtel sebagai jelmaan almarhum ibunya.
Burung itu kemudian menjadi pembawa gaun sutera putih dengan bordir perak untuk dikenakan Aschenputtel ke pesta dansa. Sayangnya, saat itu Aschenputtel hanya memiliki sapatu dari kayu yang berat untuk dipasangkan dengan gaun indahnya.
Saat pulang, karena terburu-buru, salah satu sepatu kayunya terlepas. Namun, sepatu yang lepas itu lantas berubah bukan lagi berbahan kayu melainkan emas.
Sepatu Kaca dan Beludru Merah Berhias Permata Versi Charles Perrault
Seorang penyair dan pejabat publik asal Italia bernama Giambattista Basile melansir Pentamerone, kumpulan dongeng dan puisi Neapolitan (Napoli) pada 1634, yang salah satu isinya adalah berjudul La Gatta Cenerentola (Cat Cinderella).
Banyak yang meyakini inilah literatur pertama kisah Cinderella versi Eropa. Basile tidak menyebut bahan sepatu ataupun sandal yang dikenakan Cinderella. Namun, ia dikisahkan datang dengan kereta kuda dari emas.
Kisah dongeng Cinderella awal versi Eropa lainnya dimunculkan Madame D’Aulnoy dalam cerita karangannya yang berjudul Finette Cendron (Cunning Cinders/Arang-arang yang Licik) pada 1697.
Salah satu versi Cinderella yang sangat populer dibuat oleh penulis asal Prancis, Charles Perrault, juga pada tahun 1697 dengan judul Cendrillon ou la petite pantoufle de verre.
Popularitas Cinderella versi Perrault ini karena ia sangat kreatif dalam memberikan ide-ide tambahan untuk dongeng ini, di antaranya kereta kuda dari labu, peri penjaga, dan sepatu berbahan kaca.
Ada yang menyebut bila Cendrillon karya Perrault ini memakai sepatu dengan balutan beludru merah dengan hiasan mutiara. Rasanya versi ini cukup realistis.

Sepatu Bulu Tupai dari Honore de Balzac
Sampai kini, belum pernah ada kisah Cinderella yang mengisahkan dirinya memakai sepatu berbahan bulu. Pakaian bulu muncul dalam cerita Cinderella seperti All-Kinds-of-Fur. Namun, pakaian itu digunakan sang tokoh sebagai penyamaran yang mengerikan.
Rebecca-Anne do Rozario menunjuk bila dalam Finette Cendron (yang muncul bersamaan dengan Cendrillon karya Perrault) dikisahkan Finette menginstruksikan raksasa untuk membuang kulit beruangnya yang ketinggalan zaman.
Sebagai catatan, pakaian bulu pada zaman itu (abad ketujuh) bukanlah simbol kekayaan atau status, melainkan lambang keliaran dan keburukan.
Para penulis yang kemudian muncul seperti Honore de Balzac pada 1846, kian menambah kebingungan setelah menyebut sepatu Cinderella terbuat dari bulu tupai. Sejumlah ahli cerita rakyat dan ahli bahasa seperti James Planche telah menentangnya sejak sekira tahun 1858.
Heidi Anne Heiner di SurLaLune menyebut bahwa teori sepatu kaca sejatinya justru menolak “literasi mahir” Perrault, dan “meniadakan minat (nya) pada hal-hal yang fantastis dan magis, mengabaikan kreativitasnya yang brilian”.
Terakhir, ada satu penyebutan sepatu kaca dalam kisah Grimm bersaudara. Namun, kata yang hanya muncul dalam manuskrip tahun 1812 itu segera dihapus karena mungkin menilai objeknya seperti meniru kisah sastra Prancis, The Bee and The Orange Tree.
Pada baris terakhir, narator ditanya apa yang dikenakan Cinderella ke pesta pernikahan. Mereka menggambarkan pakaian konyol, dengan rambut yang terbuat dari mentega yang meleleh, serta gaun dari sarang laba-laba yang sobek.
Dan, akhirnya: “Sepatu saya terbuat dari kaca, dan saat saya menginjak batu, sepatu itu pecah menjadi dua.” Di sini, penghancuran pakaian dongeng menunjukkan betapa mustahilnya kisah magis itu, sekaligus menandakan akhir cerita dan kembali ke kenyataan.