- Ada sejumlah kisah di sepak bola nasional yang dikisahkan akan mirip dongeng.
- Kisah PSIS Semarang dan Petrokimia Gresik bisa dibilang sebagai kisah bahagia yang berakhir pilu.
- Sebaliknya, Persik Kediri dan Persebaya Surabaya bisa meraih kegembiraan ganda secara beruntun.
SKOR.id - Tanggal 28 November diperingati sebagai Hari Dongeng Nasional.
Peringatan Hari Dongeng Nasional itu bertepatan dengan hari ulang tahun Drs. Suyadi atau lebih dikenal dengan Pak Raden, pencipta tokoh Si Unyil.
Dari dunia olahraga, khususnya sepak bola, ada banyak kisah sebuah tim yang menyerupai dongeng.
Dalam dongeng, kisah gembira dan sedih bisa berlangsung dalam tempo singkat. Begitu juga dalam dunia sepak bola.
Skor.id memilih lima kisah tim di dunia sepak bola Tanah Air yang menyerupai dongeng. Berikut paparannya:
PSIS Semarang (1998-1999)
Kisah PSIS Semarang saat menjadi juara Liga Indonesia musim 1998-1999 tak ubahnya dongeng.
PSIS lolos ke babak play-off di posisi ke-2 Grup D - saat itu Liga Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah dan lima grup - di bawah Persebaya Surabaya.
Pada babak play-off, mereka juga finis di posisi kedua di bawah Persebaya dan menantang Persija Jakarta pada semifinal.
Di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, PSIS menang 1-0 atas Persija lewat gol Ebanda Timothy.
Pada laga final di Stadion Klabat, Manado, anak-anak asuhan Edy Paryono menjadi juara seusai mengalahkan Persebaya lewat gol tunggal Tugiyo (89’).
Dongeng PSIS tak berakhir sampai di situ.
Berstatus juara bertahan, PSIS gagal mempertahankan posisinya di kasta teratas dan harus terdegradasi dari Divisi Utama pada akhir musim 1999-2000.
Petrokimia Putra (2002-2003)
Kisah seperti PSIS Semarang juga dialami Petrokimia Putra pada periode 2002-2003.
Petrokimia yang menjadi pemuncak klasemen Wilayah Timur, terseok-seok pada babak play-off.
Tergabung bersama Persita Tangerang, Persipura Jayapura, dan Arema Malang, Petrokimia cuma mengoleksi tiga poin kemenangan.
Setelah menang 3-0 atas Arema, mereka kalah dari Persita dan Persipura. Persita menjadi juara grup dengan poin sempurna.
Beruntung, Petrokimia bisa lolos ke semifinal setelah menjadi runner-up Grup K karena unggul selisih gol atas Persipura dan Arema yang sama-sama mengoleksi tiga poin.
Pada babak semifinal, Petrokimia menang adu penalti atas Semen Padang dan kembali menantang Persita pada laga final.
Lewat perpanjangan waktu, Petrokimia sukses balas dendam dan menang 2-1 atas Persita untuk memastikan gelar juara.
Nahas seperti PSIS dialami Petrokimia. Musim berikutnya dengan sistem satu wilayah, mereka berada di posisi keempat terbawah dan terdegradasi ke Divisi I.
Persik Kediri (2002-2003)
Berbeda dengan Petrokimia, Persik Kediri tampil mengejutkan pada periode 2002 dan 2003.
Macan Putih - julukan Persik - menjadi kampiun Divisi I pada 2002 setelah memuncaki klasemen grup play-off di atas Perseden Denpasar.
Berstatus tim promosi, banyak pihak memandang sebelah mata kehadiran Macan Putih di kancah Divisi Utama.
Akan tetapi, pasukan Jaya Hartono itu tampil mengejutkan dan finis sebagai kampiun dengan raihan 67 poin, unggul lima angka atas PSM Makassar di posisi kedua.
Persebaya Surabaya (2003-2004)
Kisah heroik seperti Persik Kediri dialami tim Jawa Timur lainnya, Persebaya Surabaya.
Terdegradasi pada musim 2002, Persebaya berkubang dua musim di Divisi I sebelum kembali mentas di kasta teratas.
Bajul Ijo menjadi juara Divisi I 2003 setelah finis di posisi teratas babak 8 besar dengan raihan 27 poin dari 14 laga, sama dengan PSMS Medan yang juga promosi.
Memasuki pekan terakhir Divisi Utama atau pekan ke-34, Persebaya berada di posisi kedua dengan 58 poin, sama dengan PSM Makassar.
Persija Jakarta merupakan pemuncak klasemen dengan raihan 60 poin.
Namun, kans Persebaya menjadi juara amat terbuka karena “cuma” menghadapi Persija di kandang sendiri dan unggul jauh soal selisih gol atas PSM.
Persebaya pun berhasil menang 2-1 atas Persija pada pekan terakhir dan finis di posisi pertama dengan raihan 61 poin.
PSM finis di posisi kedua karena selisih gol, sedangkan Persija tergelincir ke posisi ketiga.
Timnas U-19 Indonesia (2013)
Penampilan heroik timnas U-19 Indonesia pada periode ini diawali dengan menggapai juara Piala AFF U-19 2013 yang digelar di Sidoarjo, Jawa Timur.
Bertindak sebagai tuan rumah, tim yang ketika itu dilatih Indra Sjafri tersebut menampilkan permainan yang menawan dan pantang menyerah di setiap laga.
Hingga akhirnya, pada partai final, skuad Garuda Muda berhasil menaklukkan Vietnam lewat babak adu penalti, skor agregat 7-6. Gelar ini pun seakan menghapus dahaga gelar bagi seluruh level timnas di wilayah Asia Tenggara.
Penampilan apik timnas U-19 Indonesia pun berlanjut pada kualifikasi Piala Asia U-19 2014 yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 8-12 Oktober 2013.
Pada babak kualifikasi Grup G, Indonesia meski berstatus tuan rumah tetapi tidak menjadi unggulan utama karena keberadaan Korea Selatan.
Akan tetapi, Evan Dimas dan kawan-kawan berhasil membalikkan segala prediksi itu dan menjadi pemuncak klasemen sekaligus berhak lolos ke putaran final.
Pasukan Indra Sjafri mengawali dua laga awal dengan mudah, menang 4-0 atas Laos dan 2-0 atas Filipina.
Laga ketat terjadi pada pertandingan ketiga atau terakhir ketika berhadapan dengan Korea Selatan.
Kejar-kejaran gol terjadi sebelum Indonesia berhasil mengakhiri laga dengan kemenangan 3-2.
Evan Dimas menjadi pahlawan dengan mencetak hat-trick (30’, 49’, 86’).
Adapun dua gol balasan Korsel dicetak oleh Seol Tae-su (32’) dan Seo Myeong-won (88’).
Indonesia pun lolos ke putaran final Piala Asia U-19 2014. Sebelumnya, Indonesia terakhir kali tampil pada 2004 saat masih bernama AFC Youth Championship.
Akan tetapi, pada putaran final, Indonesia gagal meneruskan kesuksesan dan terpaku di posisi juru kunci Grup B seusai kalah dari Uni Emirat Arab, Uzbekistan, dan Australia.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
View this post on Instagram
Berita Sepak Bola Nasional Lainnya:
Rayakan HUT Ke-92 Persija, Langit Jakarta Akan Berwarna Merah dan Oranye