- Era keemasan Persija pada dekade 1970 tak lepas dari peran Andi Lala yang mencetak gol dalam dua laga final.
- Si Kijang, julukan Andi Lala, merupakan pemain kiri luar yang temperamental tetapi berdedikasi tinggi ke Persija.
- Sebagai pelatih, Andi Lala adalah legenda Persikota, sehingga muncul istilah Bayi Ajaib dalam Liga Indonesia 1997.
SKOR.id - "Deretan Dosa Andi Lala yang Membuatnya Pantas Dieksekusi." Begitu judul berita yang muncul saat mengetik nama Andi Lala di mesin pencari: Google.
Berbeda misalnya jika menyetik nama-nama seperti Anjas Asmara, Iswadi Idris, atau Ronny Patinasarany, pada mesin pencari yang sama. Banyak jejak kisahnya.
Ini cukup mengejutkan, sebab Andi Lala adalah legenda. Selain legenda bagi Persija Jakarta, ia adalah winger andalan timnas Indonesia yang sangat disegani di Asia.
Andi Lala lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 17 Juni 1950 dan meninggal pada 1 November 2005. Mendiang meninggal karena serangan jantung pada usia 54 tahun.
Bersama Macan Kemayoran, julukan Persija, Andi Lala mencapai era keemasan. Ya, Persija ia antar meraih tiga gelar kompetisi, yakni pada musim 1973, 1975, dan 1979.
Dalam sejumlah dokumentasi sepak bola nasional, Andi Lala disebutkan memulai karier sepak bola bersama klub internal Persija yang paling kesohor, PS Jayakarta.
Pada 1973, PS Jayakarta menjuarai kompetisi internal Persija. Selain Andi, ada Danurwindo, Sofyan Hadi, Sutan Harhara, Anjas Asmara, Dananjaya, dan Memed Permadi.
Kesuksesan itu membuat Andi dipanggil Persija untuk tampil dalam kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1973. Pelatih Persija saat itu, Sinyo Aliandoe, melihat bakatnya.
Benar saja, Persija yang dihuni pemain-pemain internal, di mana PS Jayakarta dominan, berhasil merengkuh gelar juara Perserikatan setelah sembilan tahun puasa gelar.
Pada partai final, Persija menghadapi Persebaya yang dihuni pemain-pemain bintang seperti Abdul Kadir, Jacob Sihasale, Rusdi Bahalwan, Wibisono, dan Harry Tjong.
Dalam pertandingan pada 22 Desember 1973 di Stadion Utama Senayan, di hadapan lebih dari 100 ribu penonton, Persija unggul dengan skor 1-0.
Satu-satunya gol dalam laga tersebut dilesakkan Andi Lala, memanfaatkan umpan matang Risdianto, yang tak mampu digapai Harry Tjong, kiper Persebaya.
Si Kijang, julukan Andi Lala, karena kecepatannya sebagai pemain kiri luar, juga menjadi pahlawan saat final Perserikatan 1979, menghadapi Bajul Ijo, sebutan Persebaya.
Ya, pemain bertubuh mungil yang juga temperamental ini melesakkan gol sundulan yang membuat Persebaya gigit jari. Dua kali Andi jadi pahlawan final Persija.
Soal temperamental, pada era itu Andi nonor satu. Pada final Perserikatan 1973 dan 1975, Andi terlibat, walau ia bukan pelaku utama penyebab pertengkaran.
Pada 1973, saat melawan Persebaya, pertandingan sempat dihentikan karena ada keributan antarpemain. Penyebabnya, tekel keras Sutan Harhara ke Abdul Kadir.
Sedangkan pada final 1975, gaya rap-rap PSMS Medan dibalas permainan keras oleh Persija. Keributan pecah dan akhirnya kedua tim diputuskan juara bersama.
Pelatih timnas Indonesia era 1970-an, Wiel Coerver, menyebut Andi Lala, sebagaimana diberitakan Majalan Tempo, sebagai pemain setara penyerang Eropa.
"Pemain-pemain seperti Iswadi Idris, Junaedi Abdillah, Risdianto, Waskito, dan Andi Lala memiliki kelebihan variasi untuk mengembangkan inisiatif perorangan," katanya.
Setelah gantung sepatu, Andi Lala terjun ke duani kepelatihan. Sebagai pelatih, namanya abadi di Persikota. Andi yang membawa Persikota ke pentas utama nasional.
Andi Lala membawa Persikota juara Divisi II pada 1995, pemosi ke Divisi I pada 1996, dan Divisi Utama pada 1997. Julukan Bayi Ajaib Persikota muncul karena Andi Lala.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca Juga Berita Leganda Indonesia Lainnya:
Kisah Musim Terbaik PSS Sleman, Nyaris Juara pada 2003
Oyong Liza, Kapten Persija yang Paling Bergelimang Gelar Juara
Kisah Final Perserikatan 1978-1979, Persija Juara karena Otak Marek Janota