11 Striker Tajam Indonesia dalam Kompetisi sejak 1980 hingga 2020

Abdul Susila

Editor:

  • Sejak 1980 hingga 2020, ada puluhan striker tajam Indonesia dalam kompetisi kasta tertinggi. 
  • Dari puluhan striker produktif tersebut, Skor.id menghadirkan 11 sosok yang menandai eranya. 
  • Dalam era Liga 1 yang dimulai pada 2017, belum muncul striker pendobrak dominasi pemain asing.  

SKOR.id – Tugas utama seorang striker adalah mencetak gol. Tanpa gol, walau rajin memberi assist dan kontribusi lainnya, striker tetap dapat julukan mandul.

Selama era Perserikatan, Galatama, lantas dilanjutkan Liga Indonesia pada 1994 hingga Liga 1 2020, puluhan striker tajam lahir dalam kompetisi kasta tertinggi Indonesia.

Bertepatan dengan tanggal cantik 11 November 2020 atau disebut 11.11, Skor.id coba menghadirkan 11 striker terproduktif Indonesia dalam kompetisi kasta terelite ini.

Sebagai catatan, tidak mudah menetapkan 11 striker terproduktif kompetisi sepak bola Indonesia. Selain minim data, banyak striker menonjol pada era yang sama.

Karenanya, daftar 11 striker ini didasari jumlah gol yang dapat diverifikasi Skor.id. Selain itu, kontribusi pemain atas timnya juga menjadi salah satu pertimbangan.

Ajat Sudrajat

Pada awal dekade 1980, dua kompetisi bergulir bersamaan: Galatama dan Perserikatan. Keduanya punya gengsi masing-masing, tetapi Perserikatan lebih digemari.

Dalam empat gelaran Perserikatan: 1980, 1983, 1985, dan 1986, ada satu striker yang sangat diperhitungkan. Namanya Ajat Sudrajat yang sedang membela panji Persib.

Berkat ketajaman Ajat, tanpa menisbikan peran pemain lainnya, Persib sekali juara Perserikatan dan dua kali runner-up. Ia pun selalu masuk daftar top scorer.

Pada saat bersamaan, ada Hadi Ismanto, Samsul Arifin, dan Dede Sulaiman, yang tampil moncer dalam Galatama. Bahkan, Samsul membuat rekor 30 gol semusim.

Bambang Nurdiansyah

Tak seperti Hadi, Samsul, dan Dede, yang moncer semusim lantas kesulitan, Bambang Nurdiansyah menggebrak Galatama. Ia jadi top scorer tiga musim berturut-turut.

Bersama Yanita Utama pada musim 1983-1984, Banur, sapaan akrabnya, melesakkan 16 gol dalam semusim dan pada musim berikutnya membukukan 13 gol.

Pada musim 1985, saat Banur pindah ke Krama Yudha Tiga Berlian, gelar sepatu emas Galatama kembali diraih. Namun, kali ini jumlah golnya hanya sembilan.

Nama lain yang juga moncer tetapi tak sekonsisten Banur adalah Adolf Kabo dari Perseman Manokwari, Musimin dari PSMS, dan Ribut Waidi dari PSIS, dalam ajang Perserikatan.

Mustaqim

Pada akhir dekade 1980, salah satu striker yang sangat diperhitungkan adalah Mustaqim. Mustaqim membela Persebaya dalam empat musim, sejak 1985 hingga 1988.

Pada musim ketiganya, Persebaya ia antarkan menjadi runner-up Perserikatan 1986-1987, dan pada musim 1987-1988 juara, walau sempat dihiasi insiden sepak bola gajah.

Meski meninggalkan Persebaya menuju Petrokimia Gresik dan tak jadi top scorer, gol-golnya tak seret. Bahkan, ia sempat jadi top scorer Divisi Satu Galatama 1990-1991.

Dalam era yang sama ada Adityo Darmadi dari Persija, Sutiono Lamso dari Persib, dan juga Kaharuddin Jamal dari PSM Makassar. Tapi ketiganya kalah produktif.

Ricky Yacobi

Hampir bersamaan dengan Mustaqim, dari kompetisi Galatama ada sosok Ricky Yacobi. Anak Medan yang membela Arseto Solo ini dua kali menjadi top scorer.

Namanya melambung pada musim 1986-1987 dengan meraih sepatu emas Galatama dengan sembilan gol, dan kembali jadi top scorer Galatama pada musim 1990.

Karena ketajamannya itu, pada musim 1988, pemain yang dijuluki “Indonesia Paul Breitner” ini membela klub Jepang, Matsushita (kini berubah nama menjadi Gamba Osaka).

Masih dari kompetisi Galatama, ada pula striker tajam lainnya, yakni Nasrul Koto dari Arseto Solo, Mecky Tata dari Arema Malang, dan Dadang Kurnia dari Bandung Raya.

Singgih Pitono

Memasuki dekade 1990, nama Singgih Pitono melambung. Striker Arema Malang ini dua kali berturut-turut menjadi top scorer Galatama, yakni musim 1991-1992 dan 1992-1993.

Pada musim 1991-1992, Singgih melesakkan 21 gol dalam semusim, kemudian mencetak 16 gol pada musim berikutnya, 1992-1993.

Pada edisi terakhir Galatama, yakni musim 1993-1994, torehan gol Singgih tak minim, tetapi jumlahnya kalah banyak dengan Ansyari Lubis yang melesakkan 19 gol.

Sejatinya, ada beberapa nama yang juga mencuri perhatian. Beberapa di antaranya adalah Widodo Cahyono Putro dari Warna Agung dan Kekey Zakaria dari Persib.

Peri Sandria

Memasuki era Liga Indonesia: peleburan Galatama dan Perserikatan, pada musim 1994-1995, sulit kiranya untuk tak menyebut nama Peri Sandria.

Pada musim perdana Liga Indonesia itu, Peri melesakkan 34 gol dalam semusim. Jumlah ini yang tertinggi kedua, setelah gol striker asing Sylvano Comvalius (37 gol) pada 2017.

Selain jadi top scorer, Peri juga membawa Bandung Raya menjadi juara Liga Indonesia 1995-1996. Sayang, Bandung Raya lantas bubar dan Peri hengkang ke Persib.

Nama striker lain yang tak kalah tajam pada awal dekade 1990 dan awal Liga Indonesia adalah Buyung Ismu dari Pelita Jaya dan Chris Yarangga dari Persipura.

Kurniawan Dwi Yulianto

Sepulang dari FC Luzern, klub Swis, Kurniawan Dwi Yulianto langsung dipinang Pelita Jaya. Namun, ketajaman Kurniawan baru bertuah saat membela PSM.

Pada musim 1997-1998, Si Kurus, julukan Kurniawan, menceploskan 20 gol saat Liga Indonesia edisi ketiga dihentikan di tengah jalan karena situasi politik nasional.

Adapun puncak karier Kurniawan bersama klub saat membela PSM. Pada tahun 2000 dan 2004, ia membawa Juku Eja, julukan PSM, dan Persebaya juara kompetisi.

Pada akhir dekade 1990 dan awal abad milenium, sejatinya ada beberapa striker yang juga diperhitungkan. Namun, striker asing mulai mendominasi daftar top scrorer.

Bambang Pamungkas

Belum juga Kurniawan habis, muncul striker muda lainnya. Pemain yang dimaksud adalah Bambang Pamungkas, yang membela Persija pada musim 1999-2000.

Pada musim pertamanya bersama Macan Kemayoran, saat masih berusia 18-19 tahun, Bambang langsung menjadi top scorer kompetisi dengan 24 gol semusim.

Musim-musim selanjutnya, Bepe, sapaannya, memang tak memperoleh gelar sepatu emas, tetapi namanya selalu masuk dalam daftar 10 besar tersubur dalam semusim.

Pada era awal dekade 2000 atau abad milenium ini ada sejumlah striker yang juga tajam, seperti Budi Sudarsono, Ahmad Junaidi, Johan Prasetyo, dan Gendut Doni.

Ilham Jaya Kesuma

Era milenium kiranya menjadi puncak bertaburnya striker tajam atau produktif Indonesia. Mereka tumbuh bersama dan saling bersaing jadi yang tertajam dalam kompetisi.

Salah satunya adalah Ilham Jaya Kesuma, yang mendobrak dominasi Kurniawan Dwi Yulianto dan Bambang Pamungkas. Bersama Persita Tangerang, Ilham tampil gemilang.

Pada musim 2001, Ilham membukukan 20 gol atau hanya tertinggal dua gol dari Sadissou Bako. Musim selanjutnya, 2002, Ilham meraih sepatu emas dengan gelontoran 26 gol.

Selanjutnya, Ilham mengoleksi 15 gol dalam semusim pada 2003. Musim berikutnya, ia kembali meraih sepatu emas dengan jumlah gelontoran gol sebanyak 24 kali.

Boaz Solossa

Selepas kejayaan Ilham pada 2004, striker lokal seperti tertinggal dengan pemain-pemain asing. Utamanya tak bisa menandingi ketajaman Cristian Gonzales.

Titik cerah akhirnya terpancar pada musim 2008-2009 atau musim pertama edisi Indonesia Super League. Bocah ajaib dari Papua, Boaz Solossa, unjuk ketajaman.

Pada musim itu ia melesakkan 28 gol, sama dengan gelontoran gol Gonzales. Istimewanya, Boaz membawa Persipura untuk kedua kalinya meraih gelar juara kompetisi.

Bahkan, Boaz berhasil menyamai torehan Bambang Nurdiansyah dengan tiga kali meraih sepatu emas kompetisi, yakni pada musim 2008-2009, 2010-2011, dan 2013.

Samsul Arief Munip

Sedangkan dalam era Liga 1 yang dimulai pada 2017, belum ada striker nasional yang bisa meraih gelar sepatu emas. Penyerang lokal hanya jadi bayang-bayang striker asing.

Dari sekian nama, satu-satunya striker nasional era Liga 1 yang konsisten bertengger dalam daftar 10 besar pemain tersubur adalah Samsul Arif Munip.

Pada 2017 ia menjadi pemain tersubur keempat dengan 17 gol, selanjutnya pada musim 2018 menceploskan 14 gol. Sayang, kesuburan itu tak berlanjut pada 2019.

Sebaliknya, mulai 2019 striker naturalisasi muncul ke permukaan. Dua nama yang paling menonjol dalam era Liga 1 adalah Alberto Goncalves dan Ilija Spasojevic.

Ikuti juga InstagramFacebookYouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.

Baca Juga Berita 11.11 Lainnya: 

11 Pembalap MotoGP/500 CC dengan Gelar Juara Terbanyak

11 Pemain Terbaik Manchester United di Era Premier League

Pemain Real Madrid Mulai Tidak Puas dengan Pilihan Starting 11 Zidane 

RELATED STORIES

11 Atlet Putri Indonesia dengan Prestasi Mendunia

11 Atlet Putri Indonesia dengan Prestasi Mendunia

Dalam momen spesial 11/11 ini, Skor.id coba menyusun 11 atlet putri Indonesia dengan prestasi yang mendunia.

11 Pemain Kelahiran 2000-an Termahal Dunia, Jadon Sancho Teratas

Skor.id merangkum 11 pemain kelahiran 2000-an termahal dunia saat ini.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Liga TopSkor U-17 Greater Jakarta 2025.

Liga TopSkor

Penyerang Timnas U-17 Indonesia Asah Ketajaman Gol di Liga TopSkor U-17 Greater Jakarta

Mierza Firjatullah mengaku kompetisi Liga TopSkor Greater Jakarta 2025 sangat membantu dirinya untuk meningkatkan performa.

Nizar Galang | 14 May, 07:17

Timnas MLBB Putri Indonesia. (Rahmat Ari Hidayat/Skor.id)

Esports

Bermain Game sebagai Pro Player Kini Sudah Jadi Cita-cita Anak Muda

Sejumlah pencapaian mendorong anak-anak muda untuk bercita-cita menjadi pro player dan memiliki karier yang gemilang di scene esports.

Gangga Basudewa | 14 May, 07:06

ONIC Kayess dalam balutan jaket varcity koleksi fashion ONIC Esports

Esports

Fenomena Pro Player Jadi Public Figure dan Idola Baru Anak Muda

Keberhasilan ONIC, RRQ, dan EVOS mengukir prestasi di ajang nasional dan internasional menjadikan pemainnya sebagai figur publik baru.

Gangga Basudewa | 14 May, 07:05

Free Fire. (Deni Sulaeman/Skor.id)

Esports

2025 Saatnya Free Fire Indonesia Kembali Berjaya di Internasional

Indonesia telah lama menjadi salah satu kekuatan utama yang diperhitungkan di dunia esports Free Fire.

Gangga Basudewa | 14 May, 06:53

Indonesia Kings Laga Spring 2025 atau IKL Spring 2025. (Honor of Kings)

Esports

Rekap Pekan Kelima IKL Spring 2025, Tiga Tim Pastikan Tiket Playoff

Sementara itu ONIC memiliki kans untuk melangkah ke babak playoff setelah menyudahi hasil buruk.

Gangga Basudewa | 14 May, 06:43

Pelatih Timnas futsal putri Indonesia, Luis Estrela didampingi asistennya, Citra Adisti. (Foto: FFI/Grafis: Hendy Andika/Skor.id)

Futsal

Gagal ke Semifinal, Pelatih Timnas Futsal Putri Indonesia Sebut Timnya Kehilangan Momentum

Pelatih Timnas Futsal Putri Indonesia, Luis Estrela, tetap mengapresiasi para pemainnya meski kalah dari Cina.

Rais Adnan | 14 May, 04:07

Share akun game online. (Istimewa)

Esports

Game Corner: Risiko Berbagi Akun Game Online

Hanya 5 persen pemain yang menganggap akun game mereka memerlukan perlindungan kata sandi yang kuat.

Gangga Basudewa | 14 May, 03:33

elkan baggott - blackpool

National

Pelatih Blackpool Prediksi Masa Depan Elkan Baggott yang Dikabarkan Kembali Dipanggil Timnas Indonesia

Elkan Baggott dikabarkan kembali dipanggil Timnas Indonesia dan saat ini sudah berada di Bali.

Rais Adnan | 14 May, 02:13

emil audero - timnas indonesia

National

Emil Audero Gagal Clean Sheet, Palermo Imbang di Kandang

Emil Audero gagal membawa timnya menang saat menjamu Carrarese pada laga terakhir regular season, Rabu (14/5/2025) dini hari WIB.

Rais Adnan | 14 May, 00:40

Skuad AC Milan. (Yusuf/Skor.id).

Liga Italia

Prediksi dan Link Live Streaming AC Milan vs Bologna di Coppa Italia 2024-2025

Prediksi pertandingan dan link live streaming AC Milan vs Bologna di final Coppa Italia 2024-2025.

Pradipta Indra Kumara | 14 May, 00:22

Load More Articles