- Menteri Keuangan Jepang Taro Aso klaim Olimpiade Tokyo 2020 menghadapi kutukan yang muncul setiap 40 tahun.
- Aso mengatakan peristiwa besar juga memengaruhi Olimpiade 1940 dan 1980.
- Kni dunia dilanda pandemi virus corona (Covid-19) yang bisa mengancam pelaksanaan Olimpiade 2020.
SKOR.id – Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengklaim bahwa Olimpiade Tokyo 2020 mengalami siklus kutukan yang muncul setiap 4 dekade.
Pesta olahraga terbesar dunia empat tahunan itu kini tengah menghadapi ancaman penundaan menyusul pandemi virus corona yang (Covid-19) melanda dunia.
Taro Aso, 79 tahun, mengatakan Olimpiade berpotensi mengalami kekacauan oleh berbagai peristiwa yang berdampak besar bagi dunia setiap 40 tahun.
Ia menjelaskan pemikiran itu kepada komite parlemen Jepang pada Rabu (18/3/2020). Aso berkaca ketika negaranya berencana menjadi tuan rumah Olimpiade 1940.
Namun Perang Dunia II pecah dan memaksa event tersebut dibatalkan. Selang empat dekade, banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Cina, dan Jepang memboikot Olimpiade 1980 di Moscow.
Baca Juga: Hampir 70 Persen Warga Jepang Ingin Olimpiade Tokyo 2020 Ditunda
Ini jadi bentuk protes kepada Uni Soviet (Rusia) yang ketika itu menginvasi Afganistan. Sekarang, menurut Aso, Jepang kembali dihadapkan oleh kutukan 4 dekade tersebut.
“Ini masalah yang terjadi 40 tahun sekali. Ini kutukan Olimpiade dan faktanya memang seperti itu,” ujar Taro Aso yang juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri (PM) Jepang.
Pernyataan Aso tentu memperkeruh suasana. Pasalnya, pemerintah Jepang dan Komite Olimpiade Internasional (IOC) masih yakin event bisa berlangsung sesuai jadwal, 24 Juli-9 Agustus 2020.
Namun Aso berseberangan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang sejauh ini belum berencana untuk menunda pelaksanaan Olimpiade Tokyo.
Menurutnya, itu bukan sesuatu yang bisa diputuskan sendiri. Jepang dan IOC perlu juga mendengar saran dari negara-negara lain, bahkan para atlet yang akan berpartisipasi.
“Seperti yang dikatakan perdana Menteri (Shinzo Abe), kami ingin menyelenggarakan Olimpiade di mana semua orang merasa aman dan bahagia,” kata Aso.
“Namun itu tidak bisa diputuskan sepihal oleh Jepang. Tentu tak masuk akal tetap menggelar Olimpiade jika banyak negara tidak bisa mengirim atletnya,” Aso menambahkan.