- Timnas Vietnam menjadi kekuatan yang menakutkan di persepakbolaan Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir.
- Tak sampai 10 tahun lalu, sepak bola Vietnam sempat jatuh bangun dan tersandung masalah hukum.
- Namun perlahan-lahan sepak bola Vietnam kini bangkit dan akan berhadapan dengan timnas Indonesia pada lanjutan Grup B Piala AFF 2020.
SKOR.id - Laga timnas Indonesia vs Vietnam bakal tersaji pada lanjutan Grup B Piala AFF 2020 yang digelar di Stadion Bishan, Singapura, 15 Desember 2021.
Menjelang pertandingan tersebut, mencoba mengulas kembali tentang sepak bola Vietnam yang sangat berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Timnas Vietnam yang pernah dikalahkan timnas Indonesia di final Piala AFF U-19 2013 kini menjadi kekuatan yang menakutkan di persepakbolaan Asia Tenggara.
Timnas Vietnam menjadi tim ASEAN yang memiliki ranking FIFA paling tinggi, yakni di posisi ke-99 dunia berdasarkan rilis terakhir pada 19 November 2021.
Vietnam bahkan sudah menggeser Thailand yang dulunya menjadi tim paling disegani di Asia Tenggara.
Namun, sebelum seperkasa saat ini, sepak bola Vietnam pernah mengalami jatuh bangun dalam prosesnya.
Tim beralias Golden Stars ini juga pernah ditekuk timnas Indonesia pada final Piala AFF U-19 2013 lewat drama adu penalti.
Kala itu, timnas Indonesia yang dilatih Indra Sjafri mencuri perhatian dengan menggondol gelar juara Piala AFF usia muda untuk pertama kalinya.
Evan Dimas dan kolega juga dielu-elukan sebagai generasi emas yang bakal menjadi tulang punggung timnas Indonesia pada masa mendatang.
Dilansir dari Esquiresg, sepak bola Vietnam sempat dilanda krisis dan praktik korupsi di kalangan petinggi.
Itu terjadi pada 2012, ketika pebisnis sekaligus petinggi Federasi Sepak Bola Vietnam (VFF) ditangkap karena kasus mangkir pajak dan perdagangan ilegal. Dua tahun kemudian ia dijatuhi vonis 30 tahun penjara.
Tak hanya itu, tim papan atas Liga Vietnam (V League) juga terancam kebangkrutan karena kesulitan finansial dan manajemen yang buruk.
Tetapi perlahan-lahan sepak bola Vietnam bangkit dari keterpurukan. Kekalahan dari Indonesia di final Piala AFF U-19 2013 turut menjadi salah satu pemicu.
Vietnam mulai membenahi pembinaan pemain muda sejak di level akar rumput. Salah satu yang berperan paling besar dalam melahirkan pemain-pemain muda potensial Vietnam adalah HAGL-Arsenal JMG Academy.
Hoang Anh Gia Lai (HAGL), klub Liga Vietnam, bekerja sama dengan Arsenal, tim Premier League, dan JMG Academy dari Prancis untuk membuka akademi sepak bola usia muda di negara tersebut.
Pemain-pemain yang diorbitkan HAGL-Arsenal JMG Academy kelak menjadi tulang punggung timnas Vietnam di level senior.
Selain di level akademi, pemain Vietnam yang masuk skuad kala ditekuk Indonesia pada 2013 juga terus menunjukkan progres.
Bahkan, masih banyak pemain alumni Piala AFF U-19 2013 yang bertahan di skuad timnas Vietnam di Piala AFF 2020.
Setidaknya, ada tujuh pemain Vietnam alumni Piala AFF U-19 2013 pada Piala AFF tahun ini. Mereka adalah Nguyen Phong Hong Duy, Vu Van Thanh, Nguyen Tuan Anh, Pham Duc Huy, Luong Xuan Truong, Nguyen Van Toan, dan Nguyen Cong Phuong.
Sementara itu, di kubu Indonesia, tak banyak jebolan Piala AFF U-19 2013 yang kini masih bertahan di level tertinggi.
Bahkan di timnas Indonesia kini hanya tercatat nama Evan Dimas, yang masih dipercaya skuad Merah Putih untuk Piala AFF 2020.
Jurnalis Vietnam, Erick Bui, menilai ada empat faktor yang membuat sepak bola di Negeri Paman Ho berkembang pesat.
Faktor pertama dan kedua, adalah soal investasi dalam pembentukan akademi dan konsisten dalam pengembangannya.
Erick Bui mengungkapkan, memang tidak semua klub Vietnam serius dengan pengembangan pemain usia muda.
"Beberapa klub telah berinvestasi secara memadai dalam infrastruktur dan program pelatihan selama bertahun-tahun. Yang paling terkenal adalah HAGL, Ha Noi FC dan PVF. Tak heran jika para pemain mereka kini mayoritas berada di timnas," katanya.
Dibandingkan Indonesia, saat ini memang belum banyak klub yang berani berinvestasi besar dalam hal pengembangan pemain usia muda.
Bahkan, ada klub yang untuk ikut Elite Pro Academy misalnya, baru membentuk tim dalam waktu yang singkat, yakni hanya sekitar dua atau tiga bulan sebelum penyelenggaraan.
Tentunya ini bukan hal yang diinginkan oleh PSSI ketika membuat program Elite Pro Academy U-16, U-18, dan U-20.
Dari program itu diharapkan, klub-klub jadi lebih peduli dengan pembentukan tim akademi secara berjenjang dan berkesinambungan, yang hasilnya bisa menyuplai sebanyak-banyaknya pemain berkualitas untuk timnas kelompok umur.
Namun PSSI juga harus bisa membuat kompetisinya konsisten dan berkualitas. Sehingga klub-klub juga tidak ragu untuk mengembangkan akademi mereka, yang pastinya juga akan menjadi salah satu penilaian utama dalam hal mendapatkan lisensi klub profesional AFC (aspek sporting merit).
Selanjutnya, untuk faktor ketiga bangkitnya sepak bola Vietnam saat ini adalah terkait profesionalisme pemain mereka.
"Separuh dari skuad timnas U-19 pada Piala AFF 2013, saat ini masih bermain di level internasional. Itu membuktikan mereka telah mempertahankan performa mereka secara konsisten, tidak seperti generasi sebelumnya, yang ketika berada di puncak lebih awal menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu," Erick Bui menuturkan.
"Pemain timnas Vietnam saat ini lebih baik daripada sebelumnya dalam hal gaya hidup dan etos latihan. Dampaknya, profesionalisme itu membawa perubahan positif bagi kondisi fisik mereka," ia menambahkan.
Melihat hal itu, ini berbeda dengan para pemain muda Indonesia yang kebanyakan sudah terkena star syndrome ketika popularitas mereka mulai mencuat.
Terkesan, para pemain muda Indonesia cepat puas dengan apa yang sudah dicapai. Hal itu yang harus bisa diperbaiki lagi dalam sistem pembinaan sepak bola kita.
Jadi, sebenarnya bukan cuma dari pemain itu sendiri. Tapi juga menjadi tanggung jawab PSSI, PT LIB, maupun stakeholder lainnya di sepak bola Indonesia.
Benahi sistem kurikulum akademi, kemudian menyelenggarakan kompetisi dari level kelompok umur hingga profesional yang berjenjang dan konsisten. Karena hal itu menjadi faktor utama untuk pengembangan pemain.
Apalagi lewat kompetisi yang baik, para pemain juga bisa terus mengembangkan potensi mereka.
Seperti diketahui, untuk kurikulum akademi, PSSI sebenarnya sudah membuat Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia). Tapi sosialisasi dan penerapan terhadap kurikulum itu berjalan baik atau tidak, masih belum bisa dinilai secara pasti.
Selain itu, saat ini yang terjadi di kompetisi Indonesia masih belum stabil dan konsisten. Malah terkadang untuk jadwal pertandingan saja masih sering berubah di tengah jalan. Itu tidak terlepas dari situasi politik dan keamanan di daerah klub masing-masing.
Belum lagi di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, bisa dibilang kompetisi Indonesia cukup tertinggal dari beberapa negara Asia Tenggara lainnya termasuk Vietnam.
Ya, Vietnam sudah mulai menggulirkan kembali kompetisi mereka sejak tahun lalu, meski di tengah pandemi. Bahkan, sudah sempat menghadirkan penonton dalam jumlah banyak.
Sedangkan Indonesia, baru memasuki paruh musim Liga 1 2021-2022. Dan untuk menghadirkan penonton baru akan diujicobakan pada babak 8 besar Liga 2 2021 mulai 15 Desember mendatang.
Sayangnya, kompetisi musim ini di Indonesia juga diwarnai banyaknya keputusan kontroversial dari wasit. Hal itu pun cukup memengaruhi kualitas pertandingan.
Kemudian untuk faktor keempat, Vietnam, masih menurut Erick Bui, telah memilih pelatih yang tepat yaitu Park Hang-seo.
"Park Hang-seo berada di tempat dan waktu yang tepat. Filosofinya bekerja dengan sempurna untuk para pemain. Dia membuat ikatan yang kuat dengan pemain dan mendapatkan respek dari mereka. Kebalikannya, pelatih asing sebelumnya kerap dipandang skeptis dan jarang mendapat dukungan dari pemain," ia menuturkan.
Jika berbicara soal pelatih timnas Indonesia saat ini, Shin Tae-yong, rasanya sudah ada di jalur yang tepat.
Pelatih asal Korea Selatan itu berani untuk menghadirkan skuad timnas Indonesia dengan berisikan para pemain muda. Ia berani mengambil risiko untuk tidak membawa para pemain senior yang lebih berpengalaman untuk membangun wajah baru timnas Indonesia.
Respek pun didapatkannya dari para pemain, terlebih dengan ketegasan yang diterapkannya.
Kalau PSSI dan masyarakat sepak bola Indonesia mau bersabar dan tidak terburu-buru terpatok pada hasil saat ini, mungkin Shin Tae-yong bisa membawa skuad Garuda berprestasi di level internasional.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
View this post on Instagram
Baca Juga Berita Timnas Vietnam Lainnya:
Shin Tae-yong Desak AFC Investigasi Keputusan Kontroversial Wasit pada Gol Timnas Vietnam
Alasan Timnas Vietnam Tak Jadi Bawa Kiper Cerezo Osaka di Kualifikasi Piala Dunia
Jelang Hadapi Timnas Indonesia, Pelatih Timnas Vietnam Dapat Kabar Baik