- Robert Rene Alberts menilai pembinaan pemain muda di Indonesia belum optimal.
- Kualitas pemain muda Indonesia diakui Alberts sangat bagus, hanya saja infrastruktur latihan dan kompetisi kurang mendukung.
- Alberts menilai, pemain muda Indonesia juga bisa berkembang dengan program pembinaan ke luar negeri seperti Garuda Select.
SKOR.id - Pelatih Persib Bandung, Robert Rene Alberts, mengungkapkan pendapatnya mengenai pembinaan sepak bola di Indonesia.
Pelatih berkebangsaan Belanda itu mengatakan pembinaan sepak bola Indonesia saat ini belum berjalan efektif.
Menurut dia, Indonesia sebenarnya memiliki banyak talenta muda yang berbakat.
Sayangnya, potensi mereka belum ditunjang dengan infrastruktur sepak bola yang memadai.
Infrastruktur sepak bola adalah masalah yang masih menghinggapi sepak bola Indonesia.
Alberts mengatakan, masalah tersebut sejatinya tak hanya dialami oleh Indonesia. Melainkan banyak negara Asia, khususnya Asia Tenggara.
"Indonesia sebenarnya memiliki banyak talenta pesepak bola berbakat. Tetapi, kami punya masalah dengan kurangnya fasilitas latihan yang bagus," ujar Robert Alberts.
"Itu sebenarnya bukan hanya masalah yang terjadi di Indonesia, tetapi di kebanyakan negara Asia Tenggara," kata Alberts.
Menurut Alberts, pembinaan sepak bola bukan hanya tanggung jawab federasi, dalam hal ini adalah PSSI.
Namun, klub juga punya tanggung jawab yang sama besarnya dalam mengasah bakat pesepak bola melalui akademi yang mereka miliki.
Peningkatan infrastruktur sepak bola pun harus dipikirkan oleh pihak klub, terutama dalam upaya pengembangan pembinaan sepak bola.
Alberts pun mengakui, sejumlah klub saat ini sudah mulai memiliki rencana untuk membangun fasilitas memadai demi memaksimalkan pembinaan sepak bola.
Namun hal tersebut juga perlu mendapat dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah daerah.
"Klub lain juga sebenarnya bisa melakukan itu jika mereka mau. Itu yang mau saya katakan, niat maupun tekad untuk meningkatkan standar klub bukan hanya datang dari bagaimana tim selalu memenangkan pertandingan, tapi membangun klub yang seutuhnya," tutur pelatih 65 tahun itu
Tidak hanya minimnya infrastruktur, Alberts juga menyoroti sistem pembinaan sepak bola Indonesia dalam aspek kompetisi dan turnamen.
Dikatakan Alberts, di Indonesia dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara, penyelenggaraan kompetisi usia dini belum diselenggarakan secara reguler.
Hal itu berbeda dengan di Eropa, yang setiap tahunnya pasti menyelenggarakan kompetisi dan turnamen untuk tim lintas usia.
Menurut pengalamannya saat bermain bersama Akademi Ajax pada usia 12 tahun, Alberts sudah bisa memainkan 30 sampai 40 laga di kompetisi junior.
Hal tersebut membuat pemain-pemain muda di Eropa menjadi lebih kompetitif. Tujuannya, saat bermain di level senior, mereka tidak akan mudah kalah saing dengan pemain senior.
"Sedangkan untuk pemain di Indonesia dan Asia Tenggara, kami tidak punya sistem seperti itu. Jadi ketika sudah mencapai usia 16 hingga 18, secara latihan memang tidak berbeda, tapi mereka kurang pengalaman dalam berkompetisi, serta kurang kedewasaan dalam mengatasi tekanan," kata Alberts.
Mantan pelatih PSM Makassar itu melanjutkan, bila Indonesia belum bisa menerapkan kompetisi junior secara reguler, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengirimkan klub atau timnas Indonesia lintas usia untuk mengikuti turnamen di luar negeri. Atau minimal mengirim sejumlah pemain untuk berlatih di negeri orang.
Sejatinya, sistem pembinaan tersebut sudah dilakukan Indonesia baik melalui program PSSI Primavera hingga Garuda Select. Menurut Alberts, hal tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan.
"Contoh bagus adalah tim junior Indonesia pergi ke beberapa negara di dunia dan mengikuti turnamen untuk berkompetisi dengan tim yang kelompok usianya sama," ujarnya.
"Bisa dilihat Indonesia kerap mendapatkan hasil yang bagus. Memang tidak bisa dilupakan kemampuan dasar pemain menjadi yang utama, tetapi elemen kompetitif juga penting," tutur Alberts.
Lebih lanjut, Alberts berharap, suatu saat sistem pembinaan sepak bola di Indonesia bisa berjalan lebih efektif.
Namun, dia tidak terlalu menyarankan Indonesia untuk meniru program atau kurikulum pembinaan sepak bola dari klub-klub besar di Eropa.
"Pesan yang terpenting dari apa yang saya katakan adalah kita tidak bisa hanya meniru apa yang dilakukan di Ajax. Karena ada perbedaan budaya, perbedaan lingkungan, dan iklim," ujar eks-pelatih PSM Makassar itu.
"Tetapi, kita harus menyesuaikan gagasan yang bagus dengan kemungkinan yang terjadi di Indonesia berdasarkan budaya, lingkungan dan kemungkinan lainnya," Alberts menukasi.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia
Malam Ini, Pemain 15 Tahun Siap Pecahkan Rekor Liga Spanyolhttps://t.co/grIyoKCas4— SKOR Indonesia (@skorindonesia) June 16, 2020
Berita Persib Lainnya:
Robert Rene Alberts Apresiasi Perkembangan Pemain U-20 dari Diklat Persib
I Made Wirawan Hampir Kepala Empat dan Ini Tekadnya Bersama Persib
Walau Belum Ada Kepastian, Pelatih Persib Yakin Liga 1 2020 Akan Lanjut