- Persija terakhir kali menjadi juara pada kompetisi PSSI era Perserikatan pada musim 1978-1979.
- Gaya permainan timnas Italia yang terkenal dengan sebutan catenaccio jadi solusi Persija juara Perserikatan pada akhir 1970-an itu.
- Marek Janota adalah pembawa gaya permainan ala timnas Italia yang membuat Persija untuk kali terakhir jadi juara Perserikatan.
SKOR.id - Bek tengah Persija musim 1978-1979, Marsely Tambayong bercerita soal gaya ala timnas Italia dijalankan mereka untuk jadi juara.
Kompetisi PSSI era Perserikatan pada musim itu, lima tim masuk putaran final Divisi Utama dan semua laga terlaksana di Jakarta.
Stadion Utama Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno) di Jakarta Pusat menggelar babak final Divisi Utama Perserikatan 1978-1979.
Pada putaran final ini, klub yang bertanding adalah Persija, Persebaya, PSMS Medan, PSM Makassar, dan Persiraja Banda Aceh.
Berita Persija Lainnya: Galatama Lahirkan Banyak Klub di Jakarta tapi Gagal Singkirkan Persija
Selain Persiraja, empat tim lain adalah semifinalis Perserikatan edisi 1978. Pada musim itu, Persebaya juara setelah pada final mengalahkan Persija.
Berita Persija Lainnya: Tiga Pelatih Penyelamat Persija dari Ancaman Degradasi (1994-2020)
Untuk musim 1978-1979, pelaksanaan Perserikatan beda karena putaran final di Jakarta ada lima tim bertarung.
Lima tim ini bertarung dalam sistem kompetisi penuh alias saling bertemu dalam dua putaran.
Putaran pertama berlangsung 15 sampai 23 November 1978 dan Persebaya memimpin klasemen lalu disusul PSMS Medan pada posisi kedua.
Selanjutnya urutannya Persija, Persiraja, dan PSM pada peringkat tiga sampai lima.
Putaran kedua putaran final ini berlangsung pada 5 sampai 12 Januari 1979 dan semua tim bisa membongkar kekuatan skuad mereka.
Baca Juga: Dipimpin Mantan Pemain Persija, Klub Singapura Berbagi Kurma
Persija yang dimanajeri Bob Hippy melalukan perombangak total setelah putaran pertama kurang maksimal.
Pelatih Suwardi Arlan diganti arsitek asing asal Polandia, Marek Janota. Lalu, Bob Hippy atas persetujuan Ketua Umum Persija, Urip Widodo mendepak sejumlah bintang mereka.
Trio kiper Roni Paslah, Sudarno, dan AA Raka plus kapten Iswadi Idris, Suaeb Rizal, serta striker Risdianto dicoret.
Kala itu, Persija hanya mempertahankan sejumlah pemain muda seperti Marsely Tambayong dan beberapa nama seperti Sofyan Hadi, Junaidi Abdillah, Johanes Auri, Simson Rumapasal, serta Rully Nerre.
"Benar, Persija pada putaran pertama dan kedua kekuatannya beda pada saat kami jelang juara," ujar Marsely kepada Skor.id, Sabtu (2/5/2020) sore.
Baca Juga: 7 Juara Liga Indonesia Ini Eksis Tetapi Identitasnya Beda, Satu Tim Punya 11 Nama
"Atas persetujuan Pak Urip, Pak Bob mencoret pemain senior dan memasukkan pilar muda seperti Isack Liza, Endang Tirtana, Jonh Lesnusa."
"Persija juga kembali memakai jasa Oyong Liza dan beliau berpasangan dengan saya di bek tengah pada putaran kedua ini," tuturnya.
Ada pergantian pelatih dan pemain, Persija ternyata makin garang. Mereka memiliki rasio kemenangan lebih banyak pada putaran kedua dari sebelumnya.
Klasemen akhir putaran final Divisi Utama Perserikatan 1978-1979, nilai Persija 11 sama dengan poin akhir PSMS Medan.
Namun, PSMS kalah dalam hal selisih gol sehingga Persija ditetapkan jadi juara. "Kalau lawan PSMS imbang, mereka juara. Tetapi, kami menang 1-0 dan jadi juara," ucap Marsely.
Lantas, apa yang membuat Persija mengaum pada putaran kedua selain terjadi perombakan pemain? Jawaban Marsely adalah sang arsitek.
Baca Juga: 9 Penyerang Asing Asia Tenggara di Liga Indonesia, Satu Saja yang Juara
"Sejak datang, Marek Janota tak membutuhkan pemain dengan teknik tinggi. Dia ingin pemain kuat secara fisik lalu dipoles sesuai taktiknya," ujar Marsely.
"Marek itu orang Eropa tetapi paham sepak bola Amerika Latin dan membuat Persija saat itu main ala timnas Italia."
"Kami main dengan zona marking ketat dan memakai pertahanan gerendel ala Italia. Setiap lini, Persija pada putaran kedua ada pemutus serangan lawan," ucapnya.
Marsely mengatakan, partai penentuan saat Persija bersua PSMS Medan pada 12 Januari 1979, bintang lawan yang bernama Suwarno frustrasi.
Suwarno adalah bomber PSMS dan top skor Perserikatan musim itu. Tak hanya Suwarno, bintang PSMS Nobon juga dibuat lima sampai empat bek Persija kesulitan membuat kreasi serangan.
Baca Juga: 4 Pelatih Asing Asia Tenggara di Liga Indonesia, 3 dari Malaysia
"Kami bermain cepat dengan teknik bertahan yang cukup rapat. Semua pemain PSMS bingung dan putus asa menyerang kami dari semua lini," ucap Marsely.
"Gaya main catenaccio sangat kentara dijalankan kami dan semua berkat konsep permainan Janota. Dia pelatih yang peka, detail, serta cerdas."
"Saya bersama Oyong Liza bekerja maksimal, tetapi tak terlalu lelah. Sebab, semua pemain Persija dituntut bisa bertahan saat lawan menyerang. Itulah kunci sukses juara kami pada saat itu," tuturnya.