- Legenda Persebaya Surabaya, Hartono, berbicara mengenai pilihan menjadi one man club yang dipilihnya.
- Hartono punya landasan kebanggan membela Persebaya Surabaya namun memaklumi soal loyalitas pemain saat ini.
- Kepada Skor.id, Hartono juga berbagi pandangannya soal best XI Persebaya Surabaya sepanjang masa.
SKOR.id - Persebaya Surabaya memiliki legenda yang terkenal dengan one man club atau hanya membela satu klub sepanjang kariernya, yakni Hartono.
Pada diskusi dengan Skor.id perihal sepak bola gajah timnas Indonesia di Piala Tiger 1998 (baca di sini), ia juga bertutur kisah soal pilihannya di klub.
"Ya, saya memang one man club di Persebaya, bahkan saat saya masih 13 tahun, dari tahun 1988 di tim junior hingga 2001," katanya mengawali obrolan ini.
Berita Persebaya Lainnya: Kilas Balik Hartono, Legenda Persebaya Pemilik Lemparan Super Berkat Merontokkan Padi
"Memang dulu di generasi saya, di usia saya, menjadi pemain Persebaya adalah suatu kebanggan yang sangat luar biasa," ia menambahkan.
Lebih lanjut Hartono menyebut, pada masa lalu klub berjulukan Bajul Ijo itu merupakan tim yang dikagumi dan begitu dielu-elukan.
Karena keterbatasan informasi pula tak sedikit masyarakat Surabaya yang hanya bisa mengagumi Persebaya dengan mengikuti jalannya laga lewat radio.
"Ada kebanggan yang begitu melekat kalau sudah berada di tim. Saya juga sangat bangga di situ (Persebaya) karena tim punya nama besar," ucap Hartono.
"Selama masih dipakai (jasa saya) maka saya akan bertahan dan saya juga mempunyai tekad untuk terus di Persebaya," ia menjelaskan alasannya bertahan.
Hartono yang hingga saat ini masih menjadi abdi negara di PDAM Surabaya (sejak 1996) dikenal sebagai bek sayap tangguh yang kuat dalam bertahan maupun menyerang. Ia juga memiliki lemparan ke dalam yang keras.
Sempat menjadi bagian dari timnas Indonesia, tawaran hengkang pun silih berdatangan kepada Hartono.
"Waktu terakhir 2001 itu saya tidak diperpanjang kontrak. Ada tawaran dari (PSS) Sleman, coach Suharno yang pegang," kata lelaki kelahiran 18 Maret 1970 itu.
"Saya juga pernah ditawari ke Persela (Lamongan), Deltras (Sidoarjo), tapi semua saya tolak," ia menambahkan.
Kemampuan fisik yang tak lagi prima, ditambah kecintaannya kepada Persebaya, membuat Hartono tak menggubris tawaran dari tim lain.
"Karena waktu itu di samping kaki saya lumayan sakit atau cedera, saya juga terbatasi oleh kerjaan yang mengharuskan saya untuk terus berada di Surabaya," ujar Hartono.
Pada 2001 bek yang dipromosikan ke tim senior Persebaya pada 1990 ini memutuskan gantung sepatu karena cedera lutut yang dialaminya.
Selema membela Bajul Ijo, Hartono ikut menyumbangkan satu gelar juara Piala Utama 1990 dan kampiun Liga Kansas 1996-1997.
Loyalitas Pemain Sekarang
Kepada Skor.id Hartono juga berbicara tentang loyalitas pemain yang sudah tidak ditemui pada generasi pemain sekarang ini.
Ia memaklumi hal itu karena kini eranya berbeda. Ada perkembangan zaman yang turut memengaruhi loyalitas pemain untuk menjadi one man club.
"Kalau menurut saya sih memang eranya berbeda dan pasti caranya juga berbeda pula. Ini bicara profesionalitas," kata Hartono.
"Mungkin karena gaji yang tinggi, fasilitas yang bagus, atau faktor-faktor lain, sehingga untuk pindah-pindah klub itu saya pikir wajar," ia menambahkan.
Lebih lanjut pria yang lahir di Gresik, Jawa Timur, itu menjelaskan bahwa sekarang pesepak bola berpikiran bahwa sebagai pemain ada masanya. Ada masa pemain merasa harus naik level.
Berita Persebaya Lainnya: I Gusti Putu Yasa, Kiper Modern Persebaya dan Timnas Indonesia Era 1980
"Kalau ada sesuatu yang bisa 'menjamin' masa depannya aman, ya kenapa tidak dilakukan (hengkang)?" katanya.
"Tak mungkin kalau misal si A harus selalu loyal di klub sedangkan diiming-imingi dari luar mendapat bayaran lebih besar. Pasti pemain akan pindah. Tergiur pasti," ia menjelaskan.