- European Super League saat ini menjadi topik paling hangat yang dibicarakan di sepak bola.
- Munculnya, European Super League adalah bentuk ketidakpuasan dari klub-klub Eropa terhadap UEFA.
- Sebelum adanya European Super League, klub-klub besar Eropa pernah membentuk G-14 untuk memberikan perlawanan terhadap UEFA.
SKOR.id - European Super League mengguncangkan jagat sepak bola Eropa dan menjadi topik hangat para pencinta olahraga "si kulit bulat" di seluruh dunia.
European Super League merupakan bentuk upaya dari klub-klub Eropa yang ingin meraih pendapatan finansial lebih baik.
Di samping itu, ini adalah bentuk dari perlawanan mereka yang menilai UEFA tidak transparan dalam hal finansial.
Seperti diketahui, ada 12 klub dari tiga negara yang menjadi pendiri European Super League.
Mereka adalah Manchester United, Manchester City, Arsenal, Liverpool, Tottenham Hotspur, Chelsea, Barcelona, Real Madrid, Atletico Madrid, Inter Milan, AC Milan, serta Juventus.
Namun, setelah 48 jam mengumumkan secara resmi partisipasi mereka, enam klub Liga Inggris menyatakan mundur dari proyek yang kabarnya bakal disokong dana oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi dan keuangan, JP Morgan.
Ini tidak terlepas dari derasnya tekanan yang diberikan oleh para fans, UEFA, FIFA, serta para tokoh sepak bola dunia yang mengecam digulirkannya European Super League.
Itu karena European Super League, bagi kalangan yang menentangnya, dianggap hanya mementingkan bisnis dan tidak lagi memedulikan aspek olahraga.
Klub-klub lain seperti Barcelona, Inter Milan, serta AC Milan pun dikabarkan bakal segera mengundurkan diri.
Kenyataan itu, membuat para pemangku kepentingan di European Super League memutuskan untuk menunda proyek mereka.
"European Super League yakin bahwa status quo sepak bola Eropa saat ini perlu diubah. Kami mengusulkan kompetisi Eropa baru karena sistem yang ada tidak berfungsi," tulis pernyataan European Super League.
"Proposal kami bertujuan agar olahraga berkembang sambil menghasilkan sumber daya dan stabilitas dalam piramida sepak bola, termasuk membantu mengatasi kesulitan keuangan yang dialami seluruh komunitas sepak bola akibat pandemi."
"Mengingat keadaan saat ini, kami akan mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang paling tepat untuk membentuk kembali proyek," European Super League menegaskan.
Namun, ini bukan pertama kalinya perlawanan ala klub-klub Eropa kepada UEFA dan FIFA dilakukan.
Mengingat, pada 1998 silam, juga pernah terjadi perlawanan yang hampir serupa ketika klub-klub Eropa bersatu membentuk komunitas G-14.
Bisa dikatakan, G-14 sebagai gerakan pertama perlawanan klub-klub mapan terhadap "kesewenang-wenangan" UEFA.
Awal Terbentuknya G-14
Komunitas tersebut didirikan pada 14 Oktober 1998 oleh 14 klub terkemuka. Mereka adalah Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Liverpool, Inter Milan, Juventus, AC Milan, Marseille, Paris Saint-Germain, Bayern Munchen, Borussia Dortmund, Ajax, PSV Eindhoven, serta FC Porto.
Tujuan dari dibentuknya G-14 adalah agar klub mendapatkan lebih banyak keuntungan di Liga Champions.
Mereka pun membentuk "organisasi ekonomi" pada September 2000, dan merekrut empat klub baru untuk bergabung menjadi anggota pada Agustus 2002.
Empat klub itu adalah Arsenal, Bayer Leverkusen, Olimpique Lyon, dan Valencia. Namun nama yang digunakan oleh kelompok ini tetap G-14, kendati jumlah anggota mereka bertambah menjadi 18 klub.
Meski kelompok ini dinilai "ilegal" oleh UEFA, mereka tetap mampu membuat Konfederasi Sepak Bola Eropa itu melakukan reformasi format Liga Champions.
Pada Liga Champions 2003-2004 misalnya. Pada musim itu, untuk pertama kalinya sistem babak grup kedua dihapus dan digantikan dengan babak 16 besar.
Dan pada saat ini, setelah ramai 12 klub mendeklarasikan terbentuknya European Super League, UEFA kembali mengumumkan format baru Liga Champions untuk musim 2024-2025.
Bubar Usai Piala Dunia 2006
Selain itu, sebagai klub terkemuka di sepak bola Eropa, kekuatan dari G-14 ditunjukkan pada Piala Dunia 2006. Pasalnya, 22 persen pemain yang mengikuti Piala Dunia 2006 berasal dari klub yang tergabung di G-14.
Klub-klub tersebut pun menyuarakan agar ketika para pemain membela tim nasional negara masing-masing, yang membayar gajinya adalah federasi negara sang pemain, bukan klub.
G-14 juga menuntut jika ada pemain mereka yang cedera, klub mendapatkan kompensasi.
Dan saat turnamen seperti Piala Eropa maupun Piala Dunia berlangsung, klub yang melepas pemainnya mendapatkan persentasi dari pendapatan turnamen.
Tadinya, Presiden FIFA ketika itu, Sepp Blatter, menolak untuk bernegosiasi terkait hal tersebut.
Pada 28 Mei 2007, dalam Kongres Luar Biasa UEFA di Zurich, Presiden UEFA kala itu, Michel Platini, pun meminta G-14 untuk dibubarkan. Ia menyebut, klub-klub dapat menyampaikan keluhan mereka kepada badan baru yang dibentuk oleh UEFA.
Hingga akhirnya, G-14 dan UEFA mencapai kesepakatan pada Januari 2008. FIFA dan UEFA sepakat untuk memberikan kompensasi kepada klub yang pemainnya ambil bagian di Piala Dunia dan Piala Eropa, serta mengalami cedera saat membela timnas.
Jumlah kompensasinya disebutkan mencapai 252 juta dolar AS atau sekitar Rp2,6 triliun selama enam tahun. Rinciannya, 110 juta dolar AS dari FIFA dan sekitar 142 juta dolar AS berasal dari kocek UEFA.
Sebagai gantinya, G-14 setuju untuk dibubarkan pada 15 Februari 2008, dan membuka jalan untuk terbentuknya Asosiasi Klub Eropa, yang direstui oleh UEFA.
Asosiasi Klub Eropa itu terdiri dari 103 klub dari 53 negara Eropa. Setidaknya, masing-masing negara menempatkan satu klub sebagai perwakilan dalam asosiasi tersebut.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Drama Manchester United Hari Ini: Ed Woodward Mundur, Saham Anjlok, dan Rencana Dibeli Conor McGregorhttps://t.co/qX0ce4UIkE— SKOR Indonesia (@skorindonesia) April 21, 2021
Baca Juga Berita European Super League Lainnya:
Banyak yang Mundur, European Super League Akhirnya Ditangguhkan
Kongres UEFA Kutuk Pembentukan European Super League