- Lazio tampil buruk usai Liga Italia kembali digulirkan.
- Skuad Simone Inzaghi kalah empat kali dalam enam laga.
- Ini seperti mengulangi mimpi buruk mereka lebih dari dua dekade silam.
SKOR.id - Kehancuran yang terjadi di Lazio saat ini mirip dengan memori buruk yang mereka alami 22 tahun lalu.
Ada dua pepatah yang mungkin bisa menggambarkan perjalanan Lazio pada akhir musim gelaran Serie A saat ini.
Pertama, ada pepatah dari Prancis, l'histoire se répète, yang berarti sejarah akan berulang. Kedua, yaitu pepatah "Pengalaman adalah guru terbaik".
Pada laga terbaru Liga Italia, Lazio harus kalah 1-2 saat menyambangi markas Sassuolo, Sabtu (11/7/2020) malam waktu Italia atau Minggu dini hari WIB.
Kekalahan ini semakin menjauhkan Elang Ibu Kota dari Juventus di puncak klasemen dan meyakinkan publik akan satu hal: Lazio payah sejak Liga Italia kembali digulirkan.
Sebelum pandemi virus Corona melanda dunia, performa Lazio sedang ada di langit ketujuh, hanya kalah dua kali dalam 26 laga dan menempati posisi kedua klasemen sementara.
Kini, hal tersebut seperti menguap dengan skuad asuhan Simon Inzaghi kalah dalam empat dari enam laga usai liga kembali dilanjutkan.
Rentetan tiga kekalahan beruntun dalam tiga laga terakhir membuat sebuah memori kelam kembali muncul ke permukaan: mimpi buruk mereka 22 tahun silam.
Cedera dan Pertarungan Colosseum
Usai kekalahan tadi malam, Sport Mediaset melaporkan bahwa ruang ganti Lazio berubah menjadi colosseum modern.
Para pemain terlibat adu argumen panas antar sesama dan dengan staf pelatih. Bek Lazio, Francesco Acerbi, jadi gladiator utama. Ia melawan kepala staf medis, Ivo Pulcini.
Hal ini karena para pemain menyalahkan bahwa kondisi tak prima dan cedera jadi alasan utama penampilan buruk mereka dalam beberapa laga terakhir, hal yang diamini pelatih Simone Inzaghi sejak pekan lalu.
"Kami melanjutkan kompetisi dengan skuad yang pincang. Banyak pemain cedera, sementara yang turun ke lapangan juga tidak seratus persen. Anda bisa lihat perbedaannya dengan sebelum jeda," ujar Inzaghi.
Cedera pula yang menjadi awal mimpi buruk mereka 22 tahun lalu, tepatnya musim 1997-1998.
Saat itu, Sven-Goran Eriksson baru ditunjuk sebagai pelatih pada awal musim. Ia kemudian membeli Roberto Mancini dan Vladimir Jugovic, serta membawa pulang Alen Boksic dari Juventus.
Dalam 27 giornata awal semua berjalan lancar, Lazio bahkan ada di peringkat kedua Liga Italia berselisih dua poin dari Juventus di puncak klasemen, mirip dengan kejadian musim ini.
Semua tampak indah sampai Boksic yang jadi andalan di lini depan harus mengalami cedera lutut parah, bahkan ia harus absen di Piala Dunia 1998 saat negaranya Kroasia meraih peringkat ketiga.
Cedera Boksic jadi katalis keterpurukan Lazio, mereka kalah enam kali dan sekali imbang dalam tujuh laga terakhir Liga Italia.
Tak hanya gagal juara atau gagal masuk ke Liga Champions, Lazio harus rela terjun bebas hingga menempati urutan ketujuh klasemen akhir Serie A.
Kini, dengan tiga kekalahan beruntun, memori buruk ini bukan hal yang tidak mungkin akan terulang kembali.
Harapan Si Cenayang
Jika tak jadi pelatih sepak bola, Simone Inzaghi mungkin bisa meniti karier sebagai seorang cenayang.
Sejak pekan lalu, Inzaghi seperti tahu bahwa Lazio asuhannya sudah sulit mendapatkan Scudetto, selain juga ia mencemaskan soal tiket ke Liga Champions meski duduk di tangga kedua klasemen.
"Mimpi kami harus terus berlanjut. Bukan scudetto, tetapi memastikan langkah ke Liga Champions musim depan. Saya berharap ini bisa dicapai secepatnya," kata Simone Inzaghi.
Kini Lazio menyisakan enam laga di Liga Italia, dengan bisa saja musim ini lebih kelam daripada mimpi buruk mereka saat itu jika terus mengalami kekalahan.
Secara matematis, Lazio memang belum menyegel tiket ke Liga Champions dan masih berpeluang terlempar hingga posisi tujuh.
Apalagi, dalam enam laga terakhir, mereka akan bertandang ke markas tim kuat Juventus dan Napoli, selain melawan Udinese (tandang), Cagliari (kandang), Verona (tandang), dan Brescia (kandang).
Kini, Lazio ada di persimpangan jalan tentang mana pepatah soal masa lalu yang akan mereka gunakan.
Menjadikan pengalaman sebagai guru terbaik dan menghindari kehancuran, atau malah sejarah akan berulang dengan mimpi buruk kembali datang.
Sepertinya semua tergantung para pemain Lazio, staf kepelatihan Simone Inzaghi, dan mungkin keberuntungan.
Ikuti juga Instagram, Facebook, YouTube, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Sulitnya Regenerasi La Masia di Panti Jompo Barcelonahttps://t.co/QLT1xPi2wo— SKOR Indonesia (@skorindonesia) July 4, 2020
Berita Lazio Lainnya:
Hasil Lengkap dan Klasemen Liga Italia: Lazio Gagal Dekati Juventus
Lazio Menyerah Kejar Scudetto, Tiket Liga Champions Saja Cukup