- Tingginya komisi agen pemain membuat klub-klub Liga Italia makin boros.
- Selama lima tahun terakhir, alokasi dana untuk mereka terus meningkat.
- Krisis yang timbul akibat wabah Covid-19 membuat para agen harus memilih langkah sederhana dan konkret untuk menyelamatkan bisnisnya.
SKOR.id – Seorang agen bisa jadi pisau bermata dua bagi sebuah klub. Mereka kunci kedatangan para pemain berkualitas, tapi di sisi lain membuat pengeluaran klub membengkak.
Juventus yang paling royal terhadap para agen dibandingkan klub-klub lain di Liga Italia.
Seperti peribahasa ‘ada harga, ada rupa’, seorang pemain bagus tentunya dihargai tinggi. Para agen akan menuntut komisi cukup besar atas jasanya.
Mereka tak hanya bernegosiasi dengan klub peminat tapi kadang menekan klub pemilik untuk melepaskan pemainnya.
Para agen juga punya pengaruh besar terhadap keputusan pesepak bola bertahan atau pergi.
Berita Liga Italia Lainnya: Presiden Klub Divisi Dua Liga Italia Pulih dari Virus Corona
Menurut data dari Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), selama lima tahun terakhir, komisi agen mencapai 7 persen dari pengeluaran atau setara dengan 775 juta euro (sekitar Rp13,1 triliun).
Dalam periode itu terjadi peningkatan secara konstan permusim. Dari 84,4 juta euro pada 2015 menjadi 187.851.487,86 juta euro tahun lalu.
Terjadi lonjakan 9,5 persen ketimbang tahun lalu, 171,5 juta euro. Rekor tertinggi dicatatkan pada 2016, sebesar 193,3 juta euro.
Juventus dan Inter Milan yang bertabur bintang, banyak bekerja dengan superagen Mino Raiola dan Jorge Mendes. Konsekuensinya komisi untuk agen membengkak.
I Bianconeri bertengger di puncak klasemen membukukan 44,3 juta euro, dua kali lipat dibanding fee dari seluruh klub Seri B yang mencapai 19,4 juta euro.
Inter Milan mengekor dengan 31,8 juta euro. Angka tersebut terasa sangat fantastis jika melihat pengeluaran komisi klub Seri C, 4,6 juta euro.
AS Roma mengekor dengan 23,3 juta euro dan AC Milan 19,6 juta euro. Hanya empat klub kasta elite tersebut yang menggelontorkan dobel digit.
Brescia yang paling sedikit mengalokasikan dana untuk agen, yakni 506 ribu. Hal ini karena mereka tidak banyak melakukan pembelian dalam bursa transfer.
Seiring dengan krisis akibat pandemi virus corona, bisnis para konsultan pemain ini otomatis terdampak.
Klub-klub yang dilanda krisis tidak bisa bergerak bebas di mercato. Nilai para pemain ikut anjlok lantaran kompetisi dibekukan.
Menurut situs Transfermarkt, terjadi penurunan yang sangat dalam hingga 9,2 miliar euro di pasaran.
Sementara nilai para pemain Liga Italia menjadi minus 18,75 persen atau sekitar 1 miliar euro.
Liga Inggris yang paling terpukul karena kehilangan 1,8 miliar euro, sedangkan Liga Spanyol nilainya berkurang 1,17 miliar euro.
Nilai pasar skuad Juventus yang susut paling banyak di Liga Italia, sebesar 140,8 juta euro. Sementara Inter Milan menurun 19,3 persen atau 132 juta euro.
Napoli berada di posisi ketiga dengan 120 juta euro karena punya banyak pemain mahal dengan kinerja mengecewakan.
Berita Liga Italia Lainnya: Klub Liga Italia Diharapkan Kembali Berlatih pada 4 Mei
Dengan kondisi ini tentu saja para agen tak bisa lagi menuntut dana besar dari klub. Bursa transfer jelas tak akan berhenti hanya saja geliatnya melemah.
Seperti dikutip dari Heute.at, Presiden Asosiasi Agen Pemain Swiss, Cristoph Graf mengaku pesimistis dengan bisnis ke depannya.
“Tidak semua agen pemain meraup jutaan euro seperti Mino Raiola atau Jorge Mendes. Rata-rata konsultan di Eropa menghasilkan 30 ribu euro,” ujarnya.
“Tidak ada banyak pemain seperti Cristiano Ronaldo dan Neymar. Berkurangnya transfer dan gaji akan berimbas kepada agen. Prospeknya sangat buruk dan tidak ada dukungan dari pemerintah.”
Berita Liga Italia Lainnya: FIGC Resmi Hentikan 12 Kompetisi di Italia
Dalam kondisi ini, mereka mungkin akan mulai melakukan penyesuaian. Apalagi di musim panas mendatang, ada banyak pemain yang berstatus bebas transfer.
Philipp Degen, bos SBE Management AG, yang juga jadi agen bek Arsenal, Shkodran Mustafi, menegaskan pantang menyerah.
“Kami perlu solusi, tapi kami juga harus mau berkompromi. Menyerah bukan sebuah opsi. Ini prinsip saya yang selalu saya pegang dan saya sampaikan kepada para pemain dan staf,” katanya.
“Kami harus kembali normal dan mengamankan pekerjaan. Ini merupakan kesempatan untuk memikirkan lagi langkah yang lebih sederhana dan serius.”