- Timnas Basket Amerika Serikat sangat mendominasi di cabang basket Olimpiade.
- Namun, ada saja pemain luar AS yang menonjol di Olimpiade pada setiap edisinya.
- Mantan rekan Michael Jordan di Chicago Bulls, Toni Kukoc, adalah salah satunya.
SKOR.id - Timnas basket Amerika Serikat (AS) merupakan kekuatan dominan di cabang basket Olimpiade.
Bayangkan, dari 19 kali cabang ini dipertandingkan di Olimpiade, Negeri Paman Sam 15 kali meraih emas.
Dominasi AS makin menjadi saat pemain NBA mulai diperbolehkan berlaga di Olimpiade pada 1992 di Barcelona.
Hai Skorer, jangan lupa download apps Skor.id biar enggak ketinggalan update dan bisa mendapatkan banyak hadiah menarik.
Sejak 1992, AS hanya sekali gagal meraih emas yakni pada Olimpiade Athena 2004.
Meskipun AS seolah tak terbendung, ada saja pemain hebat yang muncul dari negara luar AS.
Beberapa nama di antaranya adalah Manu Ginobili dan Luis Scola, dua sosok di balik kegagalan AS meraih emas di Athena.
1. Manu Ginobili (Argentina)
Manu Ginobili tentu sulit dilupakan dalam sejarah basket Argentina. Sebab, dialah yang membuat Argentina membuat kejutan di semifinal Olimpiade 2004 dengan mengalahkan AS, 89-81.
Saat itu, Ginobili sanggup mencetak 29 poin untuk membawa Argentina ke final.
Argentina akhirnya meraih emas usai menundukkan italia, 84-69 di final.
2. Luis Scola (Argentina)
Luis Scola juga merupakan pemain yang berjasa membawa Argentina meraih emas Olimpiade 2004.
Pada final lawan Italia, eks pemain Brooklyn Nets ini mencetak 25 poin.
Luis Scola juga seolah menolak tua. Di usianya yang sudah 41 tahun, ia masih membela Argentina di Olimpiade 2020 Tokyo.
3. Pau Gasol (Spanyol)
Sebagai pemain besar di liga basket AS, NBA, Pau Gasol mampu membuat Spanyol kompeitif di Olimpiade.
Sayang, ia tak pernah membawa Spanyol meraih emas. Torehannya adalah dua perak dan satu perunggu.
Sebagai catatan, langkah Spanyol di era Gasol selalu dihentikan AS.
Ia tercatat sebagai pencetak poin terbanyak ketiga sepanjang sejarah Olimpiade dengan 623 angka. Hanya kalh dari pemain Brasil, Oscar Schmidt (Brasil) dan Andrew Gaze (Austalia).
Sama seperti Scola, usia Gasol juga sudah 41 tahun namun tetap membela Spanyol di Olimpiade 2020.
4. Toni Kukoc (Kroasia)
Toni Kukoc mencuri perhatian pada Olimpiade 1992. Saat itu, desas desus ketertarikan Chicago Bulls terhadapnya sedang kencang-kencangnya.
Dan pada Olimpiade 1992 ia bertemu bintang Bulls ketika itu, Michael Jordan di final.
Sayang, Kukoc gagal membendung keperkasaan The Dream Team. Kroasia pun kalah 85-117.
Toni Kukoc baru bergabung dengan Bulls pada 1993, tepat di saat Jordan memutuskan pensiun sementara.
Ia baru bermain bersama Jordan pada 1995. Ia pun membantu sang legenda membawa Bulls menjadi juara NBA 1995-1996, 1996-1997, dan 1997-1998.
5. Oscar Schmidt (Brasil)
Oscar Schimdt memang tak pernah membawa Brasil meraih medali. Namun, ia adalah pencetak angka terbanyak sepanjang sejarah Olimpiade dengan 1.093 poin.
Aksinya di Olimpiade 1988 Seoul tentu sulit dilupakan. Saat itu, ia membuat rata-rata 42,3 poin per gim (PPG). Sungguh fantastis tentunya.
Jangan lupa untuk follow dan subscribe akun media sosial kami di:
Setelah isu "tempat tidur kardus," kini muncul gosip soal Olynder, aplikasi kencan bagi atlet-atlet di Olimpiade Tokyo 2020 https://t.co/Dg79Us4EB5— SKOR.id (@skorindonesia) July 30, 2021
Berita Olimpiade Lainnya:
Olimpiade Tokyo 2020: Misi Terakhir Ahsan/Hendra, Balaskan Dendam Minions atas Pasangan Malaysia
Hasil Bulu Tangkis Olimpiade Tokyo 2020: Ahsan/Hendra Gagal Melaju ke Final