- Ciro Immobile menjadi contoh sukses penyerang asal Italia setelah meraih Sepatu Emas pada musim lalu.
- Penyerang Lazio ini berhasil memperlihatkan sebagai mesin gol terbaik di Eropa.
- Immobile penyerang andalan Lazio dan timnas Italia.
SKOR.id - Penyerang Lazio, Ciro Immobile, salah satu yang terbaik yang dimiliki timnas Italia saat ini.
Lahir di Torre Annunziata, wilayah Napoli, Immobile justu tidak pernah memperkuat I Partenopei. Garis kariernya dimulai bersama Juventus.
Ciro Immobile telah melalui fase sulit dalam kariernya ketika di Borussia Dortmund dan Sevilla.
Namun, dia kembali ke Italia dan membangun kembali kariernya.
Dia memperlihatkan kemampuannya sebagai penyerang, bahkan meraih Sepatu Emas (Golden Boot) pada musim lalu (2020-2021) setelah mencetak 36 gol untuk Lazio.
Penyerang 31 tahun ini menyampaikan kisahnya kepada Marca pada Maret ini tentang karier, keluarga, dan ambisinya. Berikut petikannya:
Anda telah meraih Sepatu Emas musim lalu. Setelah upaya yang panjang…
Upaya yang pantas dan yang paling penting, saya telah memilikinya.
Anda pemain Italia ketiga yang berhasil meraih Sepatu Emas setelah Luca Toni dan Francesco Totti….
Mereka adalah juara dunia dan pemain luar biasa. Saya sangat bangga punya jejak Sepatu Emas, melihat nama saya ada di antara para pemain hebat yang telah meraih gelar ini sebelumnya.
Apakah trofi ini juga sebagai jawaban untuk kritik yang pernah ada dalam karier Anda?
Mungkin bisa disebut sebagai salah satu pembalasan saya (tertawa), namun bukan untuk semuanya secara personal.
Setiap orang punya momen dalam karier, dan musim lalu adalah momen saya.
Dalam masa-masa Covid-19 di awal tahun ini, dengan lebih banyak di rumah, apakah Anda menemukan kegiatan baru yang menarik?
Ya, dari semua hal, memasak dan merawat tanaman menjadi kegiatan saya.
Berdansa dengan istri dan anak-anak. Memasak, berkebun, dan berdansa.. tiga kegiatan itu yang membuat saya memiliki aktivitas.
Dalam usia 17 tahun, Anda sudah pergi meninggalkan rumah Anda yang berada di Naples (Napoli) bergabung ke Juventus. Apa yang mendorong Anda saat itu?
Itu memang transisi yang sangat sulit. Ketika itu saya masih sangat muda dan pikiran saya dipenuhi mimpi untuk bermain di Liga Italia.
Untuk melakukannya Anda harus berkorban dan harus memiliki cinta yang besar kepada sepak bola. Saya berupaya sangat keras untuk meraih Sepatu Emas ini.
Saya tahu banyak generasi muda yang juga memiliki mimpi namun masa pandemi ini menjadi menyulitkan.
Saya ingin berpesan, jangan menyerah, kita semua memiliki kesempatan yang dapat diwujudkan sebagai seorang profesional.
Benarkah ibu Anda ketika itu sampai datang ke Turin dan meminta Anda kembali ke Naples?
Ya, saat itu hari ulang tahun saya dan dia berkata, "Cepat kembali ke rumah, apa yang kamu lakukan di sini di Turin?"
Itu kali pertama saya tidak mendengarkan keinginan ibu saya.
Anda berasal dari keluarga yang religius...
Ya, tentu. Februari lalu saya bertemu dengan Pope bersama Presiden Claudio Lotito. Itu hari yang emosional bagi saya.
Apa yang dibicarakan?
Dia menyukai ketika tahu saya memiliki tiga anak. Dia suka dengan keluarga besar dan berharap saya menambah anak lagi.
Delapan klub dalam delapan tahun karier Anda. Tapi sekarang Anda masih di Lazio sejak 2016. Mengapa?
Kami sangat bahagia di Roma dan keluarga saya senang tinggal di sini.
Bersama dengan klub dan pelatih Simone Inzaghi, kami membangun rencana dan membuat kami meraih sukses.
Kami ingin terus melanjutkannya tentu dengan berharap lebih banyak meraih kegembiraan.
Di Lazio, Anda harus mengikuti jejak bintang sebelumnya, Miroslav Klose….
Ya, Itu awal tantangan yang sulit karena Miroslav Klose adalah idola di sini.
Situasinya saat itu mirip seperti di Borussia Dortmund, ketika saya menggantikan peran Robert Lewandowski.
Tidak mungkin menggantikan peran pemain hebat seperti mereka. Anda hanya harus menciptakan sukses anda sendiri
Soal Dortmund, mengapa karier Anda di sana tidak sukses seperti di Italia?
Sejujurnya tidaklah seburuk Itu. Saya banyak belajar di Jerman dan Spanyol dalam level personal maupun profesional. Meski dari aspek olahraga memang tidak terlalu optimal.
Anda menjalani sejumlah hal yang berbeda. Bagaimana pengalaman Anda saat bersama Jurgen Klopp?
Dia selalu memperlihatkan mentalitas petarung. Dia pelatih yang selalu ingin Anda menang dalam penguasaan bola.
Bagaimana dengan Thomas Tuchel?
Saya tidak terlalu lama bersamanya. Tapi, dia terlihat sebagai pelatih yang selalu tertatik dengan detail. Sedikit memiliki gaya pelatih Italia.
Zdenek Zeman?
Pelatih yang menuntut Anda untuk menyerah, menyerah, dan menyerang.
Dia yang membantu saya meraih gelar pertama sebagai top skorer di Seri B bersama Pescara pada 2011-2012.
Ketika itu, saya masih satu tim dengan Lorenzo Insigne dan Marco Verratti.
Kini Anda bersama Roberto Mancini di timnas Italia. Tapi sebelum Mancini datang, Anda melewatkan Piala Dunia di Rusia…
Itu salah satu fase mengecewakan dalam karier saya. Saya belajar agar tidak terulang kembali dalam karier.
Bersama Mancini, kami melakukan hal fantastis sejak 2018 dan hasilnya sudah berbicara.
Anda dapat merasakan suporter kini kembali bersemangat tentang sepak bola Italia.
Bagaimana Anda melihat generasi baru pemain Italia?
Kami memiliki tim yang sangat kuat. Dengan banyak pemain muda yang siap bermain di timnas.
Apakah itu cukup untuk Piala Eropa nanti?
Kami sangat optimistis.
Anda hanya mencetak 10 gol dari 42 laga bersama timnas. Bukankah itu jumlah yang sedikit?
Saya mencetak banyak gol di klub ketimbang di timnas. Saya memang harus memperbaiki rapor gol saya di timnas.
Apa target personal Anda, selain Piala Eropa?
Jelas sekali bagi saya. Saya berharap untuk meraih Sepatu Emas lagi, jika itu mungkin.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Posisi Andrea Pirlo di Juventus Terancam, 2 Eks Timnas Italia Beri Pembelaan https://t.co/s62nTXVRxW— SKOR Indonesia (@skorindonesia) March 23, 2021
Berita Lazio Lainnya:
Simone Inzaghi Puas dengan Perjalanan Lazio di Liga Champions Musim Ini
Ciro Immobile Sebut Covid-19 Hancurkan Momentum Lazio Menangkan Scudetto 2019-2020