- Skor.id melakukan wawancara eksklusif dengan mantan pemain PSPS Pekanbaru serta Persija Jakarta, Ade Suhendra.
- Ade Suhendra saat ini menjadi pelatih akademi Farmel FC dan menjadi asisten pelatih FC Bekasi City.
- Ade Suhendra bicara transisinya dari pemain hingga menjadi pelatih, dan ada kaitannya dengan Hamka Hamzah.
SKOR.id - Ade Suhendra merupakan salah satu legenda sepak bola Indonesia. Dia pernah membela PSPS Pekanbaru hingga Persija Jakarta.
Setelah memutuskan gantung sepatu, Ade Suhendra tetap tidak ingin jauh dengan sepak bola. Ia menjadi pelatih di salah satu akademi sepak bola di Tengerang, Farmel FC.
Di bawah arahan Ade Suhendra, Farmel FC U-13 berhasil menjuarai Liga TopSkor U-13 2022-2023 dengan status unbeaten alias tak terkalahkan.
Lelaki yang sudah mengantongi lisensi kepelatihan A itu juga menjadi bagian dari klub Liga 2 2022-2023, FC Bekasi City, sebagai asisten pelatih.
Kepada Skor.id, ia bercerita soal alasannya terjun di pengembangan pemain usia muda hingga bisa menjadi bagian di FC Bekasi City.
Berikut ini adalah wawancara eksklusif Skor.id bersama Ade Suhendra (bagian 1):
Alasan yang membuat Anda ingin berkecimpung di grassroot dengan melatih SSB?
Sebenarnya ketika saya aktif bermain, saya sudah memiliki lisensi kepelatihan. Saya sudah ambil lisensi C waktu saya masih di PSIM (Yogyakarta) di Liga 2.
Ketika saya ke Dewa United saya juga sudah memiliki lisensi B, kemudian terakhir saya mendapatkan lisensi A.
Jadi memang dari awal saya ada kepikiran kalau setelah selesai bermain itu untuk menjadi pelatih, dari apa yang saya alami memang tidak bisa kita hanya menjadi mantan pemain saja tiba-tiba melatih, tapi harus ada ilmu yang harus dipelajari.
Saya juga tipikalnya lebih baik belajar dulu daripada langsung, sarana paling bagus untuk itu adalah menerapkan apa yang dipelajari dari kepelatihan adalah di SSB.
Kebetulan waktu itu Pak Eko Setyawan (pemilik Farmel) menawarkan saya berada di akademi Farmel untuk melatih.
Saya terima dengan baik karena memang Pak Eko senang dengan pemain usia muda, jadi saya berbicara ke beliau, tujuan dan yang lain sehingga ketemu atau cocok.
Sejak kapan melatih akademi Farmel?
Ketika ada pandemi Covid-19, akhir 2019. Kita semua tahu, liga tidak ada waktu itu, tidak ada kegiatan. Sebagai seorang yang hidup di sepak bola, saat itu saya terganggu karena tidak ada penghasilan.
Ada SSB yang jalan saat itu dengan peraturan-peraturan yang ketat, saya mencoba melatih di SSB sekalian untuk mengeluarkan apa yang saya pelajari.
Saat pandemi Covid-19, apa sempat terpikirkan untuk keluar dari dunia sepak bola?
Jadi sebelum Covid itu saya punya ide untuk membuat SSB sendiri malahan, karena saya memiliki lisensi dan walaupun saya tidak setenar pemain lain, minimal kalau saya bikin (SSB) mungkin ada banyak juga murid dengan berjalannya waktu.
Tapi ketika ada ide itu tiba-tiba Covid, saya berpikir siapa yang akan masuk SSB, sedangkan keluar rumah aja orang jarang. Nah, ketika sudah pandemi sudah mulai ringan, SSB mulai latihan.
Lantas, apa masih ada keinginan untuk membangun SSB sendiri?
Sepertinya tidak ya, karena saya juga senang di Farmel ini karena Pak Eko orangnya concern. Maksudnya ketika kita ingin menyampaikan ide sesuatu tentang usia muda dia mendukung.
Jadi kalau saya bikin SSB saya mau melakukan ini, tapi saya di Farmel ingin melakukan ini, tapi Pak Eko tidak masalah, beliau mendukung. Hal seperti ini seperti SSB saya juga, tapi namanya bukan nama saya.
Apa hal yang menyenangkan melatih anak-anak atau pemain usia muda?
Ya ini bedanya usia muda dengan senior adalah karakter mereka belum terbentuk. Kalau di senior kita bilang A mungkin dia bilang tidak benar jadi masih ada kontradiksi.
Tapi kalau di anak usia muda, kita instruksikan harus seperti ini, mereka ngikutin. Di Farmel alhamdulillah anak-anak ketika saya munculkan ide saya tentang sepak bola mereka bisa jalani, tidak ada yang protes, karena memang usia muda, semua berjalan dengan baik.
Bagaimana anda menilai soal kompetisi Liga TopSkor?
Saya sudah dua kali memegang tim Farmel FC untuk bermain di Liga TopSkor. Dari dua edisi itu kami masuk final, tapi tahun pertama kalah lawan Young Warrior di final.
Alhamdulillah tahun ini kami juara. Selama ikut kompetisi Liga TopSkor kami sangat excited karena lawan-lawannya bukan regional saja, ada yang dari Bekasi, Bogor, Bandung yang ibaratnya tim dari semua tempat.
Jadi ketika kami berhasil, kami agak progres lah, karena kalau kami main di Tengerang saja, kami juara ya hanya bertemu tim-tim yang ada di situ, kualitas juga kami sudah tahu.
Kalau ini di Liga TopSkor kami tidak tahu. Ketemu ASIOP, ketemu tim dari Bogor, kami tidak tahu kerena mereka di daerah yang berbeda.
Ketika kami bermain dan bertanding jadi tahu mereka bermain begini, begini, jadi kami beradaptasi dengan itu.
Anda juga melatih di klub Liga 2 FC Bekasi City, bagaimana cara untuk membagi waktu?
Jadi tahun lalu saya di Dewa United masih pemain, tapi saya tetap mengontrol anak-anak SSB jadi pelatihnya saya, tapi kami punya staf ada asisten dua dan pelatih kiper juga.
Jadi ketika saya tidak bisa hadir, saya kasih program untuk mereka jalani. Tapi ketika saya libur (latihan) saya sendiri langsung melatih anak-anak.
Itu berlanjut ke FC Bekasi City, ketika saya memutuskan bermain sepak bola ada tawaran dari teman Hamka (Hamzah), kebetulan kita lagi main bola fun game.
Bagusnya Hamka Hamzah, dia berpikir dia ingin teman-teman yang sudah berhenti bermain bola itu bisa berkarier di kepelatihan. Dia lihat dan tahu saya sudah punya lisensi, kenapa tidak dia bantu orbitkan di Liga 2 atau Liga 1.
Dia menawarkan saya untuk menjadi asisten FC Bekasi City, kebetulan saya juga waktu itu ada tawaran dari PSPS Pekanbaru, pelatih dan manajer menghubungi saya untuk merangkap pelatih sekaligus pemain.
Tapi saya berbicara dengan keluarga bagaimana yang bagusnya, karena Pekanbaru bisa diibaratkan rumah saya, karena saya lama juga di sana, enam tahun. Tapi kata keluarga mengambil yang dekat saja dulu, akhirnya saya memiliki Bekasi City.
Tapi Pak Eko Setyawan mendukung, dia tidak ada masalah, dia cuma berpesan anak-anak (Farmel) tetap diawasi.
Makanya kadang kalau tim Bekasi City latihan pagi terus anak-anak Farmel latihan sore, saya sorenya melatih anak-anak seperti itu. Sekarang ketika Liga 2 berhenti tidak ada kegiatan lagi di Bekasi City, saya 100 persen melatih anak-anak.