- Warna Agung sudah tinggal nama, tetapi klub asal Jakarta ini adalah jawara edisi pertama Galatama, kompetisi semi-pro Indonesia.
- Galatama adalah kompetisi semi-pro pertama di Indonesia dan Warna Agung sukses jadi jawara pada musim pertama pelaksanaannya.
- Saat itu, Warna Agung yang dari Jakarta dan sejumlah klub swasta Tanah Air berlaga pada kompetisi semi-pro Indonesia atau liga era baru buatan PSSI.
SKOR.id - Warna Agung pada kompetisi semi-pro pertama Indonesia dengan nama Liga Sepak Bola Utama atau Galatama musim 1979-1980 adalah juaranya.
Tampil pada Galatama 1979-1980, Warna Agung ditangani pelatih legendaris Endang Witarsa, yang juga dokter gigi.
Tim kepelatihan Warna Agung dipimpin Endang Witarsa dengan bantuan pelatih berpengalaman lainnya, Harry Tjong sebagai asistennya.
Secara teknik, Warna Agung cukup mumpuni apalagi mereka memiliki sejumlah pemain berpengalaman berstatus bintang.
Berita Galatama Lainnya: Konon Jepang Belajar ke Galatama, Tetapi Liga Indonesia Saat Ini Justru Jeblok
Skuad Warna Agung diperkuat gabungan pemain muda dan senior dengan pengalaman matang pada kompetisi amatir PSSI Perserikatan.
Para pemain itu sebelumnya membela Persija, jawara Perserikatan musim 1978-1979, lalu eks-pilar Persipura, yang saat itu sedang naik daun, plus mantan pesepak bola tim asal Indonesia lainnya.
Baca Juga: Memori SEA Games 1991: Jalan Timnas Indonesia Meraih Emas Penuh Ketegangan
Namun menurut pengakuan Marsely Tambayong, bek tengah Warna Agung, peran penting Endang Witarsa yang jadi kunci sukses tim yang dia bela saat itu.
Marsely yang semusim sebelumnya juara Perserikatan bersama Persija mengatakan, disiplin yang diterapkan Endang Witarsa sangat ketat.
Kewibaan sang pelatih juga membuat semua pemain termasuk berstatus bintang sangat menghargai semua yang diinginkan Endang Witarsa.
"Pak Endang Witarsa adalah pelatih dengan kedisiplinan tingkat dewa. Semua diatur dengan matang dan membuat tim ini sangat kompak di dalam dan luar lapangan," ujar Marsely kepada Skor.id akhir April 2020.
"Saya merasakan sebuah tim dengan peraturan yang penuh disiplin, tetapi semua mematuhi dan sangat memahami yang diinginkan pelatih."
Baca Juga: PSSI Ingin Liga 1 Ikuti Jejak Liga Korea Selatan
"Kami pun bermain selalu spartan. Walau banyak pemain bintang, Warna Agung bukan tim yang bermain santai tetapi kami selalu tampil maksimal dan cukup menghibur," tuturnya.
Menurut Marsely, detail disiplin yang diinginkan Endang Witarsa bukan hanya soal latihan. Tetapi, itu juga saat di mess serta meja makan.
"Kalau latihan, kami jelas harus disiplin. Tak ada pemain yang terlambat, sebab jika telat pelatih pasti marah besar. Tetapi, kami mematuhi itu dengan tidak terpaksa," kata Marsely.
"Bahkan soal makan saya waktu di mess, kami harus selalu bersama dan menunggu pelatih datang untuk bersantap bersama. Hal kecil dan baik itu terbawa ke lapangan lalu kami juara," ucapnya.
Pada musim pertama Galatama itu, Warna Agung memiliki pesaing yang sangat kuat dan sesama klub asal Jakarta yaitu Jayakarta.
Baca Juga: Pelatih yang Dipecat Gara-gara Timnas Indonesia, Dibebani Target Tinggi di Vietnam
Jayakarta bersama Warna Agung adalah dua dari delapan tim asal Jakarta yang jadi kontestan Galatama edisi perdana.
Peserta Galatama musim 1979-1980 adalah 14 tim, tetapi satu klub asal Jakarta, BBSA mundur walau sudah menjalani 13 laga dari 25 partai semusim.
Wakil Jakarta kala itu selain tiga tim tersebut ada Cahaya Kita, Arseto (sebelum akhirnya pindah ke Solo), Buana Putra, Tunas Inti, dan Indonesia Muda.
Sedangkan tim asal Jawa lainya adalah Niac Mitra (Surabaya), PS Sari Bumi Raya (Bandung), Perseka '78 (Bogor), dan Tidar Sakti (Magelang).
Dari luar Jawa ada Pardedetex asal Medan dan Jaka Utama dari Tanjungkarang, Lampung.
Warna Agung jadi juara setelah dalam 25 laga mengumpulkan poin 38, kala itu nilai kemenangan dua bukan tiga seperti sekarang.
Baca Juga: Buku Bola Kita, Kolaborasi Akademisi dan Jurnalis di Tengah Pandemi Covid-19
Jayakarta ada di bawah Warna Agung dengan hanya kalah satu poin saja. Indonesia Muda ada di posisi tiga dengan nilai akhir 36.
Untuk Warna Agung, mereka menang 17 kali dan merasakan imbang serta kalah pada empat laga. Jayakarta sepanjang 25 laga hanya dua kali kalah, tetapi hanya meraih 14 kemenangan plus sembilan imbang.
Komposisi starter terbaik Warna Agung ketika itu memakai skema 4-3-3, tetapi dengan memakai 'setengah' libero sistem.
Kiper utamanya adalah Endang Tirtana, lalu di depannya ada Ronny Pattinasarani sebagai libero yang dibantu Marsely untuk stopper.
Baca Juga: Remy Di Gregorio Kembali Menodai Balap Sepeda dengan Doping
Bek kiri diisi Simson Rumapasal dan bek kana ada Hengky Heipon. Sementara itu, posisi gelandang Endang Witarsa banyak pilihan.
Pemain tengah Warna Agung saat itu ada trio yang sering dimainkan Gusnul Yakin, plus duo mutiara asal Papua, Timo Kapissa, serta Rully Nerre.
Lini depan, striker jadi milik Risdianto. Lalu tiga pemain bergantian jadi dua penyerang pembantu Risdianto antara lain: Yopi Saununu, Stevanus Sirey, serta Kiki Turangan.
Melihat komposisi itu, tentu sedikit kalah mentereng dengan skuad Jayakarta. Sebab, sejumlah bintang timnas Indonesia era tersebut jadi kekuatan Jayakarta.
Baca Juga: Pahlawan Hari Ini: Lionel Messi Beri Donasi Rp8 Miliar untuk Enam Rumah Sakit di Argentina
Jayakarta pada Galatama edisi perdana punya pelatih J Arlis dan kiper Sudarno. Mereka juga memiliki Iswadi Idris dan Anjas Asmara, bintang tenar kala itu.
Mereka juga punya pemain potensial macam Isack Liza, Dananjaya, Taufik Saleh, Andi lala, Suhanta, serta Sofyan Hadi.