- Joao Lacerda Filho menjadi pelatih timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 1984.
- Sayang, timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 1984 gagal, padahal langkahnya tinggal sejengkal.
- Timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 1984 ini gagal bukan karena kualitas, tetapi penyebabnya 'setengah matang'.
SKOR.id - Bek kiri timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 1984, Budiawan Hendratno bercerita soal perjuangan skuad Garuda era itu.
Pada saat itu, PSSI tak memilih atau mempersiapkan timnas Indonesia secara khusus. Tetapi, PSSI main tunjuk saja sebuah tim yang sedang menjalani program khusus.
Ya, PSSI Garuda 1 adalah tim yang menjalani program itu. Itu adalah timnas Indonesia U-23 yang diisi pemain muda dengan jam terbang belum banyak.
PSSI Garuda 1 dibentuk pada 1982 dan menjalani latihan di Cimahi, Jawa Barat selama beberapa bulan.
Berita Timnas Indonesia Lainnya: 5 Pemain Timnas Indonesia Paling Berpengaruh Versi AFC
Timnas Indonesia U-23 dalam program PSSI Garuda 1 ini dilatih oleh Joao Lacerda Filho asal Brasil. Nama itu sepertinya asing di telinga pecinta sepak bola Tanah Air.
Sebab, pelatih yang datang setelah menangani Atletico Mineiro ini punya nama tenar yaitu Barbatana.
Baca Juga: PSIS Semarang Juara Perserikatan 1987 Bukan karena Si Jago Becek
Barbatana didatangkan bukan oleh PSSI, tetapi saat itu dia tiba di Tanah Air untuk melatih klub Galatama, Tunas Inti. Namun, PSSI meminta Barbatana menangangi pasukan muda Merah Putih.
Akhirnya, PSSI memberikan pendamping Barbatana, salah satu asisten pelatih lokal yaitu Edy Sofyan. Edy bersama Barbatana lalu bekerja memantau sejumlah pemain.
Salah satu kompetisi era itu yang dipantau adalah Piala Soeratin 1982. Budiawan Hendratno salah satu pemain muda yang terpantau lalu lolos seleksi.
"Saya dan Ahmad Muhariyah sempat main untuk tim senior PSIS setelah main pada Piala Soeratin 1982. Lalu, PSSI meminta kami gabung timnas Indonesia U-23 itu," ujar Budiawan kepada Skor.id.
"Kami pun meninggalkan PSIS dan ke Cimahi untuk menjalani pemusatan latihan di bawah asuhan Barbatana serta Edy Sofyan," tuturnya, Senin (4/5/2020) malam.
Baca Juga: Persija Sukses Juara Perserikatan Terakhir dengan Gaya Main Ala Timnas Italia
Timnas Indonesia U-23 dengan nama program PSSI Garuda 1 ini berlatih dengan baik untuk menjalankan sebuah agenda panjang.
Namun, PSSI Garuda 1 sekembali dari Cimahi dan kabarnya akan dikirim ke Brasil, justru "belok" menjadi wakil Indonesia.
PSSI menunjuk tim dari PSSI Garuda 1 sebagai wakil Tanah Air atas nama timnas Indonesia level senior untuk tampil pada Kualifikasi Piala Asia 1984.
Kebetulan, Indonesia jadi tuan rumah ajang kualifikasi ini dan menunjuk Jakarta serta Solo sebagai tempat bertanding.
"Kami sedikit kaget saat itu, sebab secara kematangan belum layak mewakili timnas Indonesia senior untuk ajang sekelas Pra-Piala Asia 1984," ujar Hendrawan.
Baca Juga: 8 Pelatih Belanda untuk Klub Liga Indonesia, 2 Nama Tangani Skuad Garuda
"Namun, ini kan tugas dari PSSI dan Barbatana pun terpaksa mempersiapkan kami ke ajang ini walau program belum penuh dijalankan."
"Pada awalnya, kami cukup bagus memiliki permainan. Apalagi, kami semua anak-anak muda. Tetapi kelemahannya terlihat soal konsistensi," tuturnya.
Timnas Indonesia pada Kualifikasi Piala Asia 1984 tergabung di Grup A bersama dua negara dari Jazirah Arab, Arab Saudi dan Suriah.
Kemudian ada dua negara Asia Tenggara, Thailand serta Filipina, plus Bangladesh. Laga pertama pada 6 Agustus 1984, Indonesia menang 2-1 atas Thailand.
Laga ini dimainkan di Stadion Utama Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno), Jakarta Pusat, dan gol skuad Garuda dicetak Dany Bolung serta Sain Irmis.
Pada laga kedua, timnas Indonesia menang 2-0 atas Bangladesh di stadion yang sama. Kali ini, Sain Irmis memborong semua gol skuad Garuda pada 9 Agustus 1984.
Baca Juga: 9 Penyerang Asing Asia Tenggara di Liga Indonesia, Satu Saja yang Juara
Partai ketiga dimainkan di Stadion Sriwedari, Kota Solo, skuad Garuda menang 1-0 atas Filipina pada 11 Agustus 1984. Gol tunggal Indonesia dicetak Noach Meriem.
Kembali ke Senayan pada laga ketiga 13 Agustua 1984, Indonesia kalah dari tim terkuat grup ini, Iran dengan skor 0-1.
Pascakalah, peluang timnas Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia 1984 di Singapura masih besar sebagai runner-up grup.
Anak asuh Barbatana berebut peluang dengan Suriah, yang sama-sama juga baru kalah sekali dari Iran. Laga kontra Suriah dilaksanakan di Jakarta pada 15 Agustus 1984.
Sayang, timnas Indonesia kalah 1-2 dari Suriah. Padahal, timnas Indonesia sempat unggul satu gol pada menit ke-27 melalui gol Sain Irmis.
Skuad Garuda kebobolan dua gol pada menit ke-78 dan 85'. Asa timnas Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia 1984 pun sirna.
Baca Juga: 4 Pelatih Asing Asia Tenggara di Liga Indonesia, 3 dari Malaysia
"Kami sebenarnya memulai laga dengan sangat bagus dan unggul dulu. Sayang, kematangan tim ini jadi pertaruhan," tutur Budiawan.
"Saat unggul satu gol, kami gagal mempertahankan keadaan dan masuk menit-menit akhir babak kedua kebobolan. Ini buah kenyataan kekuatan kami masih setengah matang."
Pada saat lawan Suriah, timnas Indonesia juga tak bisa turun dengan kekuatan biasa. Dua dari bek tengah utama tak bisa main.
Anzhari Rakuti tak bisa main lalu digantikan pemain muda Isman Jasulmei. Menurut Budiawan, Isman tak kalah secara kualitas, tetapi jam terbang belum tinggi.
"Posisi yang ditinggalkan Anzhari itu sangat krusial. Isman sebagai pengganti dan masih muda walau secara kualitas sama. Tetapi, jam terbang dia belum tinggi, ini jadi masalah," tutur Budiawan.
Baca Juga: Didi Kempot Juga ''Terhubung'' dengan Kejayaan AC Milan
"Tetapi, persoalan pemain PSSI Garuda 1 yang belum matang memang menyimpan bom waktu. Jadi kegagalan ini karena kami masih setengah matang, persiapan belum paripurna."
Budiawan lalu menjelaskan starter utama timnas Indonesia dari program PSSI Garuda 1 ini. Kiper diisi Hermansyah.
Lalu, ada empat pemain bertahan sejajar. Bek kanan ada Patar Tambunan dan bek kiri Budiawan sendiri. Duet bek tengah Marzuki Nyak Mat dan Anzhari Rakuti.
"Saat itu, Barbatana pakai empat bek sejajar. Ini juga skema baru dan pertama diterapkan di sepak bola Indonesia pada era itu," ucap Budiawan.
Lalu di tengah ada Aji Ridwan mas, Abdul Khamid, dan Noach Meriem sebagai trio gelandang.
Aji Ridwan dikatakan Budiawan bertugas jadi jangkar selau pemotong serangan dari tengah. Pada lini depan diisi Dony bolung, Anjar Rahmulyono, Sain Irmis atau Sugianto.
Baca Juga: Mimpi ke Eropa Kandas, Bek Persib Justru Sukses di Indonesia