- Karier Granit Xhaka bersama Arsenal nyaris kandas pasca perseteruan dengan suporter pada Oktober lalu.
- Namun, sejak ditangani pelatih anyar, Mikel Arteta, gelandang asal Swiss itu bangkit sebagai salah satu pilar terbaik The Gunners.
- Kepercayaan dan perubahan taktik yang diberikan Mikel Arteta jadi alasan peningkatan performa Granit Xhaka.
SKOR.id - Momen paling kelam Granit Xhaka selama membela Arsenal hadir pada 27 Oktober 2019 di Stadion Emirates.
Puluhan ribu pendukung The Gunners menyoraki gelandang asal Swiss itu saat digantikan dalam laga versus Crystal Palace di Liga Inggris.
Xhaka bermain tak maksimal dan, ketika ditarik keluar, dinilai membuang-buang waktu. Arsenal kala itu sedang mencari gol kemenangan ke gawang The Eagles.
Berita Arsenal Lainnya: Thomas Partey Dikonfirmasi Sedang Bernegosiasi dengan Arsenal
Tak terima dengan perlakuan tersebut, sang kapten secara sarkastis meletakkan tangan di kupingnya, sembari mengumpat ke arah tribune.
Gestur Xhaka itu berbuntut panjang. Statusnya sebagai pemimpin tim dicabut, tempatnya di starter Arsenal pun lenyap.
Tak sampai di sana, Xhaka dan keluarganya pun menerima teror verbal dari para penggemar yang jengkel.
Selama beberapa bulan, karier Xhaka di Stadion Emirates diyakini sudah tamat. Dia bahkan siap hengkang pada bursa transfer musim dingin lalu.
Namun, semua berubah 180 derajat ketika Mikel Arteta datang menggantikan Unai Emery sebagai pelatih Arsenal, akhir Desember.
Dalam waktu singkat, juru taktik asal Spanyol itu sukses memulihkan image Xhaka, dari kambing hitam kembali jadi tulang punggung tim.
Peran Arteta
Kunci utama keberhasilan Arteta dalam mengangkat prestasi Xhaka adalah kepercayaan. Dia tahu bahwa anak asuhnya itu punya kualitas hebat.
Faktanya, semasa jadi asisten pelatih Pep Guardiola di Manchester City, Arteta sempat merekomendasikan untuk memboyong Xhaka dari Borussia Moenchengladbach.
Itulah mengapa Arteta tak ragu memasang eks-kapten The Gunners itu kembali dalam tim utama, meskipun sempat dipandang sinis penggemar.
Seiring waktu, Mikel Arteta membuktikan bahwa keputusannya tersebut tepat, dengan Xhaka tampil solid di lini tengah Arsenal.
Gelandang 27 tahun itu merupakan salah satu pemain terbaik Meriam London selama periode tak terkalahkan di Liga Inggris sejak pergantian tahun.
Penyesuaian taktik
Membuat Xhaka merasa dibutuhkan bukan satu-satunya rahasia Arteta untuk membangkitkan sang pemain.
Dia juga melakukan penyesuaian taktik agar gelandang bernomor punggung 34 itu bisa tampil lebih efektif.
Yang paling terlihat adalah penempatan posisi Xhaka di lapangan. Alih-alih memberi tanggung jawab besar, Arteta memintanya untuk fokus di satu area saja.
Titik yang dimaksud adalah area antara fullback kiri dengan bek sentral kiri.
Dengan adanya Xhaka di sana, bek kiri lebih leluasa membantu serangan, sementara palang pintu tak terlalu tertekan karena ada pemain lain yang memecah konsentrasi lawan.
Tak heran bila performa Bukayo Saka dan David Luiz juga ikut terangkat setelah Xhaka mendapatkan peran baru tersebut.
Saka, yang belakangan kerap diplot sebagai fullback dadakan, rajin berkontribusi dalam serangan Arsenal. Sedangkan Luiz mampu mengontrol aliran bola dari lini belakang.
Sejak ditangani Arteta, catatan area jelajah Xhaka perlaga menurun jadi 4.192,93 meter persegi. Bandingkan dengan 4.808,4 meter persegi semasa Unai Emery dan Freddie Ljungberg.
Artinya, gelandang kidal itu mulai terbiasa beroperasi di ruang yang lebih kecil, dengan peran yang lebih pasti.
Kontribusi bertahan Xhaka juga berkurang, dari rata-rata 14,8 aksi perlaga (19 Agustus-8 Desember 2019) menjadi 10,39 aksi saja sejak empat bulan lalu.
Sang pelatih tak ingin membebani gelandangnya itu dengan peran defensif yang terlalu banyak. Yang penting bisa mengalirkan bola dengan sempurna.
Lebih matang
Xhaka kini terlihat bagai pemain berbeda, baik dari segi peran maupun mentalitas.
Dia kini lebih sering beroperasi sebagai "bek sentral ketiga", di sisi kiri duet utama, kemudian juga lebih hati-hati dalam mengantisipasi ancaman lawan.
Dulu, dia tak berpikir dua kali untuk melakukan tekel saat merebut bola. Tak jarang, aksi itu berbuah pelangaran yang merugikan Arsenal.
Tapi sekarang, Xhaka bisa menimbang situasi dengan cermat. Dia tahu kapan harus menekan, mundur bersama rekan di lini belakang, atau memotong aliran bola.
Frekuensi Xhaka dalam melepas umpan juga dibatasi. Semasa ditangani Unai Emery, dia dibebaskan mengirim bola kepada siapapun di depan. Tak jarang upayanya meleset.
Tapi bersama Arteta, mantan pemain Basel itu hanya melakukan umpan-umpan sederhana kepada rekan terdekat, terutama Saka dan Luiz.
Dengan berkurangnya beban dan bertambahnya kepastian di lapangan, Xhaka menemukan kembali permainan terbaik.
Berita Arsenal Lainnya: Andai Dilatih Pep Guardiola, Arsenal Masih Jauh dari Gelar Juara
Perlahan, fans Arsenal yang sempat mengecamnya berbalik memuji. Bagaimanapun, prestasi bagus memang harus diapresiasi.
"Saya telah memperlihatkan karakter. Saya bukan sosok yang lari ketika situasi berubah sulit. Selama masih bersama Arsenal, saya akan selalu berikan yang terbaik," ujar Granit Xhaka.