- Pemain rugbi Italia, Maxime Mbanda, seharusnya bertanding melawan Inggris di Roma sepekan yang lalu dalam Six Nation Championship.
- Alih-alih mengisolasi diri, Maxime Mbanda yang kini berusia 27 tahun itu secara sukarela menjadi supir ambulans dari Yellow Cross.
- Lokasi tugas Maxime Mbanda adalah kawasan yang paling terpengaruh oleh virus corona di Parma.
SKOR.id – Atlet rugbi Italia, Maxime Mbanda, terjun langsung di garis paling depan dalam pertarungan melawan pandemi virus corona di negaranya.
Maxime Mbanda secara sukarela mengajukan diri untuk menjadi supir ambulans. Tidak tanggung-tanggung, dia bertugas di kawasan yang paling berbahaya.
Sabtu pekan lalu, Maxime Mbanda dijadwalkan bertanding menghadapi Inggris di depan 60 ribu orang di Roma, Italia, dalam penampilannya ke-21 bersama Italia.
Namun, seperti yang lain, pertandingan turnamen Six Nations Championship itu pun ditunda.
Alih-alih mengkarantina diri, Maxime Mbanda justru memakai masker dan protective suit untuk kemudian bergabung dengan sukarelawan lainnya dari Yellow Cross.
Lokasi tugasnya adalah Emilia-Romagna, salah satu area di Parma yang paling terpengaruh oleh virus corona.
Dari data terbaru pada Sabtu (21/03/2020), terjadi penambahan lebih dari 800 kasus kematian akibat virus ini, menjadikan total korban meninggal di negara itu, 4.825 orang.
"Ketika rugbi dibatalkan, saya bertanya-tanya bagaimana saya bisa membantu, bahkan tanpa keahlian medis," Mbanda, yang bermain untuk Zebre Rugby di Parma, mengatakan kepada AFP.
"Saya menemukan Yellow Cross, yang memiliki layanan transportasi untuk obat-obatan dan makanan untuk orang tua," ujarnya.
Baca Juga: Karantina Mandiri, Nozomi Okuhara Bagikan Momen Olahraga dalam Ruangan
Pada hari pertama, Mbanda bertugas mendistribusikan masker, makanan, dan resep.
Hari berikutnya, kekuatan fisik pemain depan berusia 27 tahun itu dimanfaatkan di tempat yang paling dibutuhkan: "di jantung masalah".
“Saya memindahkan pasien positif corona dari satu rumah sakit lokal ke rumah sakit lainnya.
"Saya membantu membawa tandu atau jika ada pasien harus digendong dari kursi roda. Juga memegang oksigen.”
Kata Mbanda, ini situasi yang sangat mendesak. Sekitar 95 persen dari fasilitas di rumah sakit didedikasikan untuk pasien virus corona.
"Jika orang melihat yang saya lihat di rumah sakit, tak ada lagi antrian di depan supermarket. Mereka akan berpikir dua, tiga atau empat kali sebelum meninggalkan rumah, bahkan untuk berlari."
"Yang saya lihat adalah orang-orang dari segala usia, dipasangi respirator, oksigen.”
“Dokter dan perawat menjalani shift 20 atau 22 jam, tidak tidur satu menit pun dalam sehari dan hanya mencoba untuk beristirahat pada hari berikutnya.”
“Saya berharap bisa mengatakan bahwa situasi di sini telah mencapai limitnya. Tetapi, bukan itu masalahnya."
Mbanda tidak punya pengalaman medis, tapi dia bekerja dengan dukungan dari pacar dan ayahnya, seorang ahli bedah di Milan, yang juga “berada di garis depan."
Yang paling menyesakkan, kata Mbanda, ketika harus bertemu pasien yang ditempatkan di bangsal "ketika kematian hanya perkara hari".
"Saat Anda melihat sorot mata mereka. Bahkan saat tak bisa bicara, mereka berkomunikasi dengan mata, memberi tahu Anda hal-hal yang tak dapat Anda bayangkan," kata Mbanda.
“Mereka mendengar suara sirene, para dokter, dan perawat berlarian dari satu bangsal ke bangsal berikutnya.”
“Orang pertama yang saya pindahkan dari rumah sakit memberi tahu saya bahwa ia telah berada di sana selama tiga jam ketika pasien di ranjang sebelahnya meninggal.”
Malam harinya, dua pasien perempuan lainnya di kamar itu merenggang nyawa. “Ia belum pernah melihat orang mati,” ujar Mbanda.
Terkadang, mau tidak mau, Mbanda harus memperlakukan para pasien "seolah-olah mereka adalah saudara atau teman".
"Yang mengerikan adalah bahwa tiap kali Anda menyentuh mereka, belaian sederhana saat di ambulans untuk menghibur mereka, Anda harus segera mendesinfeksi tangan Anda."
Baca Juga: Sejenak Lupakan Covid-19, Vittinghus Ungkap Kekaguman Terhadap Legenda Indonesia
“Saya mulai bekerja delapan hari lalu, tanpa istirahat satu hari, dan dengan shift 12 atau 13 jam. Tapi, dihadapkan dengan apa yang saya lihat di rumah sakit, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya tidak boleh lelah!”
Mbanda yakin orang lain juga bisa membantu. “Rasa takut itu normal. Tetapi, banyak hal kecil yang bisa tetap menjaga kita tetap aman di garis depan.”
Terbiasa, sebagai pemain internasional Italia, menghadapi lawan yang lebih kuat, Mbanda mengatakan dia tidak akan menyerah.
"Selama saya kuat, selama ada keadaan darurat, saya akan tetap bertahan di sini."