- Persib belum pernah sukses saat ditangani pelatih asing sejak era Ligina.
- Sebaliknya, mantan pemain yang jadi pelatih terbukti memberikan gelar.
- Legenda Persib mengisahkan perjalanan pelatih termasuk baik buruknya.
SKOR.id - Peran pelatih terkadang terkesampingkan. Padahal, ia sangat vital karena baik buruk kualitas tim ada di tangan pelatih.
Istilah yang sering terdengar, menang disanjung kalah dicaci, memang ada benarnya. Seperti dalam tim Maung Bandung, julukan Persib, peran pelatih teramat penting.
Semua pelatih yang pernah menukangi jawara Jawa Barat ini, baik pelatih lokal maupun asing, dijamin sama; mengalami sanjungan dan cacian keras.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Indra Thohir: Persib Bisa Juara Tanpa Pemain Asing
Perekrutan pelatih untuk Persib era dulu dengan sekarang sudah mengalami perubahan yang signifikan. Dulu, perekrutan dilakukan dengan cara mengangkat bekas pemainnya.
Dari era 50-an yang diangkat menjadi pelatih misalnya, Aang Witarsa, Ilyas Hadade, Tomasoa, Ade Dana, Rukma Sujana, dan Omo Suratmo.
Lalu dari pemain yang lahir di era 60-an meski sebatas asisten, ada beberapa nama seperti Rukman DS dan Emen Suwarman.
Sementara itu, Nandar Iskandar, Dede Rusli, Risnandar Soendoro, Max Timisela, Suryamin, dan Djajang Nurdjaman menjadi pelatih mewakili era 70 dan 80-an.
Legenda Persib era 50-an yang masih ada, Rukman D.S, menuturkan bahwa nama-nama tersebut merupakan bintang Persib di zamannya.
Menurut Rukman, tradisi Persib dari dulu merekrut para mantan pemainnya karena semata-mata untuk mempertahankan ciri khas Pangeran Biru, julukan lain Persib.
“Dengan merekrut mantan pemain itu, gaya permainan Persib diharapkan jangan sampai hilang," ucap Rukman kepada Skor.id pada Maret 2020.
"Karena itu, nama-nama mantan pemain yang akhirnya menjadi pelatih rata-rata pemain yang pada masanya sangat menonjol,” Rukman menceritakan.
Rukman pun masih ingat betul siapa-saja mantan pemain yang pernah diangkat menjadi pelatih pada masanya, seperti Aang Witarsa dan Lalu Tomasoa.
“Saya sendiri pada angkatan 70 pernah menjadi asisten pelatih dengan pelatih Pak Omo,” Rukman menjelaskan sambil mengingat-ingat.
Yang menarik, kata Rukman, pernah ada pemain yang sambil merangkap menjadi pelatih. Seperti Aang Witarsa dan Rukma Sujana.
“Kenapa? Karena Persib punya prinsip tidak ingin kehilangan ciri khas permainan yang tadi saya sebutkan itu,” ia mengungkapkan.
Namun, selama 30 tahun tidak kunjung meraih prestasi, Persib memutuskan untuk menggunakan jasa pelatih asing pada akhir 70-an.
Pelatih asing pertama yang didatangkan adalah lelaki asal Polandia, Marek Janota. Tetapi, keberadaan Janota tidak bertahan lama.
Sebab, menurut legenda Persib era 80-an, Adeng Hudaya, Janota bukan pelatih teknik namun lebih condong kepada pelatih fisik.
“Tetapi, kalau saya amati, keberhasilan Janota adalah membina pemain-pemain muda, angkatan, Sukowiyono, Robby Darwis termasuk saya," kata Adeng.
"Setelah ditangani Janota, Persib memang tidak menjadi juara tetapi pemain berhasil dibentuk dari fisiknya,” Adeng mengisahkan.
Setelah Janota diberhentikan, pengurus mengangkat Ade Dana untuk meneruskannya. Berbekal pemain hasil binaan Marek yang telah terbentuk fisik dan staminanya.
Persib Lantas bisa bersaing kembali dan menembus final Perserikatan dua kali berturut-turut, yakni menembus final musim 1983-1984.
Rehat setahun, masih pada kompetisi Perserikatan, Ade Dana kembali dipercaya untuk menangani Persib pada musim 1986.
Berbekal pemain eks asuhan Marek Janota, pada 1986 Persib mampu menjadi juara setelah mengalahkan Perseman Manokwari dengan skor 1-0.
Empat tahun kemudian, Persib merekrut pelatih lokal yang baru, Nandar Iskandar. Dalam asuhan Nandar, Persib menembus final Perserikatan 1989-1990 dan juara.
Memasuki Perserikatan 1993-1994, Persib kembali hadir dengan pelatih baru, yaitu Indra Tohir, seorang pelatih fisik yang naik pangkat.
Sama halnya dengan Ade Dana, Nandar Iskandar, materi Persib di tangan Indra Tohir masih diperkuat pemain-pemain yang mendapat tempaan Janota.
Alhasil, Persib kembali juara, di mana kompetisi perserikatan tersebut merupakan yang terakhir setelah mengalahkan PSM dengan skor 2-0.
Lalu, pada musim 1994, Indra Tohir kembali dipercaya untuk menukangi Persib. Lagi-lagi, Persib menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra lewat skor 1-0.
Gelar tersebut merupakan gelar pertama dan terakhir yang diraih Persib pada era kompetisi semi profesional. Sejak saat itu, Persib terus berganti-ganti pelatih.
Persib lantas memberhentikan Indra Tohir dan digantikan Risnandar pada Liga Indonesia (Ligina) II sampai Ligina III tahun 1997.
Karena prestasi Persib tidak terangkat, pada Ligina IV 1997-1998, Persib kembali mengganti pelatih dan memanggil Nandar Iskandar, Suryamin, dan Djadjang Nurdjaman.
Dari sini Persib mulai mengalami kemerosotan dan peceklik gelar. Seiring dengan itu, keberadaan Nandar Iskandar hanya bertahan sampai Ligina V 1998-1999.
Selanjutnya Persib merombak total materi pemain dengan mendatangkan pemain nasional, seperti Khair Rifo, M. Halim (PSMS), Iskandar (Persijatim), serta Gatot Indra (Barito Putera).
Pada masa ini Persib tertahan di peringkat ketiga setelah kompetisi dihentikan akibat suhu politik yang memanas pada 1998.
Setelah situasi Tanah Air kembali normal, pada Liga Indonesia VI 1999-2000, Suryamin ditunjuk menjadi pelatih.
Pada tahun ini Persib nyaris degradasi kalau saja tidak berhasil mengalahkan Persita. Pada musim kompetisi tahun ini Indra Tohir kembali dipanggil.
Indra Tohir pun kembali dipercaya saat memasuki Ligina VI 2000-2001. Pada tahun ini, prestasi lumayan mentereng, menembus babak delapan besar.
Pergantian pelatih tidak pernah surut dilakukan pengurus Persib. Setelah gagal pada 2001, memasuki Liga Indonesia VII 2001-2002, Indra Tohir digantikan Denny Syamsudin.
Lagi-lagi, pada musim ini kembali gagal karena tidak punya waktu bagi pemain-pemain luar yang direkrutnya untuk beradaptasi. Persib di peringkat ke-16 dari 20 kontestan.
Mengkaji hasil evaluasi pada saat itu, pengurus akhirnya memutuskan menggunakan pelatih asing yaitu, Marek Andrejz Sledzianowski asal Polandia.
Dalam perjalanannya, keputusan Sledzianowski banyak ditentang oleh praktisi sepak bola Bandung karena dianggap gegabah dalam merekrut pemain.
Tidak tahan mendapat kritikan tajam, pengurus Persib akhirnya memecat Sledzianowski dan mendatangkan pelatih asing lainnya, Juan Antonio Paez dari Cili.
Dalam asuhan Paez Persib terselamatkan dari degradasi karena kompetisi dihentikan menyusul bencana gempa di Bantul.
Pada Ligina X 2004-2005, Juan Paez dipertahankan hingga akhir musim dan berakhir di peringat keenam.
Bila ditarik kesimpulan, pelatih Indra Tohir yang paling sering dipanggil. Faktanya, pada Ligina XI 2005-2006, Indra kembali menangani Persib.
Ini pemanggilan kesekian kalinya sejak menjadi pelatih fisik pada 1986, lalu pelatih pada Perserikatan 1993-1994, Ligina 1 1994/95, dan Ligina 200i dan 2005.
Pelatih asing lainnya yang menjadikan Persib juara paruh musim, Arcan Iurie (Moldova) pada Ligina XII 2005-2006, akhirnya mundur sebelum kompetisi selesai.
Lalu ada Mario Gomez (Argentina) dalam Liga 1 2008 yang mampu menjadi juara paruh musm. Namun, kontraknya tak diperpanjang.
Sedangkan, pelatih lokal dari luar Bandung adalah Jaya Hartono (2008-2009). Satu lagi, Daniel Roekito, yang menyelesaikan kompetisi tanpa dipecat pada 2012.
Sedangkan, pelatih asing yang tidak bisa bertahan lama dan harus mundur dari kontrak awal karena besarnya tekanan ada tiga nama.
Ketiganya yakni, Daniel Darko Janackovic dan Jovo Cukovic (ISL 2010), Drago Mamic (ISL 2011/2012), Dejan Antonic (2016), serta Miljan Radovic (Liga 1 2019).
Satu-satunya pelatih asing yang mampu bertahan hingga dua musim adalah yang sekarang, yakni peatih asal Belanda, Robert Rene Albert.
Sedangkan satunya-satunya pelatih lokal yang membawa Persib juara di era milenial adalah Djadjang Nurdjaman, yaitu ISL 2004 dan Piala Presiden 2015.
Bersama Djadang, materi pemain kala itu memang super karana banyak yang berlabel timnas, seperti Firman Utina, Supardi, M. Ridwan, dan Ahmad Jupriyanto.
Ada pula nama lainnya, yakni Hariono, I Made Wirawan, Ferdinand Sinaga, dan dua pemain asing andal, Vladimir Vujovic dan Makan Konate.
Adeng Hudaya mengatakan, memang ada perbedaaan ketika tim dilatih pelatih lokal dan asing, utamany pelatih yang tidak kenal karakter Persib.
“Pelatih asing menerapkan kedisplinan yang tinggi sehingga pemain dituntut untuk patuh, berbeda ketika dilatih oleh pelatih lokal, ” Adeng mengenang masa lalu.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Indra Thohir: Pujian, Harapan, dan Kritik untuk Persib
Namun, Adeng pun tidak memungkiri bahwa hanya pelatih lokal yang selama ini mampu mempersembahkan gelar juara.
“Saya berharap untuk tahun ini setelah dua musim ditangani Robert Rene Alberts bisa memecahkan rekor itu,” Adeng menuturkan.