SKOR.id - Sepak bola untuk semua. Hanya, terkadang, bagi wanita butuh perjuangan untuk membuktikannya. Nouhaila Benzina nama yang kini muncul ke permukaan seiring bergulirnya ajang Piala Dunia Wanita 2023 yang digelar di Australia dan Selandia Baru.
Nouhaila Benzina adalah role model atau anutan, bukan hanya di sepak bola wanita melainkan juga tentang sepak bola secara luas.
Sejumlah fotonya kini tersebar di media-media massa, ketika dia menggiring bola dalam balutan jilbab putih di lapangan, saat dirinya melompat menanduk bola dengan kepalanya berbalutan hijab putih.
Minggu (30/7/2023) merupakan hari bersejarah, hari di mana tidak perlu lagi perdebatan dan kontroversi tentang hijab di sepak bola.
Hari ketika Bouhaila Benzina melangkah masuk ke lapangan Stadion Hindmarsh, Australia, dalam laga lawan Korea Selatan di fase grup Piala Dunia Wanita 2023, sejarah mencatat bahwa untuk pertama kalinya seorang pemain wanita berhijab tampil di ajang dunia.
Bouhaila Benzina pun kini menjadi pemain pertama di ajang Piala Dunia yang mengenakan hijab, dalam laga yang berakhir untuk kemenangan timnas Maroko, 1-0, atas Korea Selatan.
Penampilan Bouhaila Benzina dalam laga tersebut dapat diartikan pula sebagai langkah maju dari serangkaian perjuangan pesepak bola di masa lalu yang mengalami pahit dan getirnya memegang teguh keyakinan memakai jilbab.
Jauh sebelumnya, perjuangan untuk bisa bermain sepak bola mengenakan jilbab sudah dilakukan. Mereka adalah para pionir atau perintis jalan untuk menyuarakan kesetaraan yang sama.
Perjuangan tersebut bermula dari sosok anak kecil berusia 11 tahun bernama Asmahan Mansour pada 2007 silam.
Bagi Asmahan Mansour, dia hanya ingin bermain sepak bola pada 25 Februari 2007, bermain untuk timnya. Namun, dirinya justru tidak diperbolehkan tampil dalam pertandingan yang digelar di Laval Quebec tersebut.
Alasannya, karena Asmahan Mansour mengenakan jilbab. Larangan tersebut pun membuat timnya memberikan dukungan. Mereka kemudian memutuskan tidak jadi tampil dalam pertandingan tersebut.
"Saya bangga karena teman-teman dan pelatih bersama saya. Saya akan tetap mengenakan jilbab atau tidak akan bermain sepak bola sama sekali," kata Asmahan Mansour seperti yang diberitakan CBC News.
Dari peristiwa di Kanada inilah kemudian menjadi titik tolak bahwa jilbab diperbolehkan dalam sepak bola di dunia. Namun, semua itu baru terwujud tujuh tahun kemudian sejak peristiwa itu terjadi.
Kabar penolakan terhadap anak berusia 11 tahun tersebut kemudian menjadi perbincangan dalam dunia sepak bola. Haruskah pemain diperbolehkan tampil mengenakan jilbab?
Berbagai ulasan atau opini pun bermunculan ketika itu pula. Ada yang menilai bahwa wasit dalam pertandingan tersebut memang telah berpegang kepada aturan.
Dia melarang pemain mengenakan sesuatu yang membahayakan dirinya atau pemain lainnya. Dan jilbab Asmahan, termasuk kriteria melanggar aturan tersebut.
Tindakan wasit ini mendapat dukungan dari Federasi Sepakbola Quebec. Masalah ini kemudian mendapat perhatian pula dari Kepala Kementrian Quebec.
"Wasit melakukan tindakan yang benar, karena dia ingin menerapkan peraturan permainan dengan benar pula," kata Kepala Kementrian Quebec, Jean Charest.
Hingga kemudian Internasional Football Association Board (IFAB) memutuskan bahwa jilbab tidak boleh dikenakan dalam permainan sepak bola karena beradasarkan Laws of the Game (Aturan Permainan) FIFA.
Sejak itu, perjuangan untuk memperbolehkan jilbab dalam sepak bola pun diperjuangkan.
Hingga akhirnya pada 1 Maret 2014, setelah begitu banyak diskusi, Sekretaris FIFA ketika itu, Jerome Valcke, mengumumkan bahwa semua atribut keagamaan yang menutup atau melindungi kepala, diperbolehkan di lapangan.
Meski demikian, sejak 2007 hingga 2014, dalam rentang waktu tersebut, sudah terjadi sejumlah peristiwa menyangkut jilbab bahkan hingga ke ajang internasional.
Timnas wanita Iran contohnya yang dikeluarkan dari Kualifikasi Olimpiade London 2012. Hal itu karena seluruh timnas wanita Iran pada laga lawan Yordania mengenakan jilbab
Protes pun dilayangkan pihak Timnas Iran. Bahkan Iran akan mengadukan penyelenggara pertandingan kepada FIFA. Momen tersebut ditandai pula dengan para pemain wanita timnas Iran yang kemudian menangis di lapangan karena mereka tidak diperbolehkan bertanding.
Kini, kontroversi jilbab dalam sepak bola telah berakhir dengan penampilan Nouhaila Benzina di Piala Dunia Wanita 2023 .
Dan, semua perjuangan tersebut bermula dari sosok anak kecil berusia 11 tahun bernama Asmahan Mansour pada 2007 silam.
Setelah itu, terdapat beberapa atlet yang kemudian juga berjasa dalam mengampanyekan hijab untuk diterima dalam olahraga. Berikut ini 10 di antaranya:
1. Bilqis Abdul-Qaadir (Basket)
Mimpi Bilqis Abdul-Qaadir menjadi pemain basket profesional sempat terancam kandas. Karena menurut aturan FIBA, hijab atau jilbab dilarang dalam pertandingan basket FIBA.
Merasa menjadi korban, Bilqis memperjuangkan aturan agar hijab dibolehkan dalam pertandingan Internasional. “Saya telah sejauh ini dengan basket dan juga dengan agama saya. Saya tidak akan berubah sampai kapan pun," kata Bilqis.
Waktu empat tahun adalah waktu bagi Bilqis hingga Federasi Bola Basket Internasional menyetujui aturan baru yang memungkinkan pemain untuk memakai penutup kelapa pada tahun 2017.
2. Noor Alexandria Abukaram (Cross Country)
Noor Alexandria Abukaram adalah atlet lari muslim asal Amerika Serikat. Pengalaman pahitnya tentang jilbab dialami ketika dirinya didiskualifikasi karena mengenakan jilbab dalam sebuah lomba di Ohio pada 2019 silam.
Media lokal meliput kejadian tersebut dan mewawancarai Noor. Peliputan tersebut kemudian mendorong OHSAA untuk mencabut aturan berjilbab.
3. Indira Kaljo (Basket)
Indira Kaljo atlet basket Bosnia-Amerika. Kaljo menginspirasi lewat kisahnya yang tidak diizinkan bermain secara profesional di Eropa karena penggunaan jilbabnya.
Indira Kaljo tidak menyerah begitu saja, Kaljo memperjuangkan haknya bisa bermain basket di pertandingan dunia walaupun menggunakan jilbab.
Indira Kaljo lalu memberikan contoh bahwa negara seperti Indonesia, Qatar, Mesir, dan Swedia sudah mengizinkan jilbab.
Indira Kaljo berusaha mengubah peraturan FIBA yang melarang pebasket wanita mengenakan jilbab, Kaljo membuat kampanye untuk FIBA agar mengizinkan wanita berjilbab bisa bertanding di lapangan.
4. Tim Putri Olimpiade Iran (Sepak Bola)
Tidak boleh tampil dalam olahraga karena berjilbab boleh jadi sudah cukup menyakitkan. Namun, lebih menyakitkan lagi jika itu terjdi di level internsional seperti Olimpiade.
Inilah yang dialami timnas putri Iran jelang Olimpiade 2012. Mereka sudah siap tampil dalam kualifikasi menghadapi timnas Jordan tapi kemudian mereka didiskualifikasi karena pekaian yang mereka kenakan.
Setelah Jordan dihadiahkan kemenangan, para pemain timnas Iran melangkah ke lapangan dan menangis. FIFA kemudian pada 2014 mengubah peraturan, membolehkan wanita berhijab main di sepak bola.
5. Zeina Nazzar ((Tinju)
Zeina Nassar petinju perempuan pertama yang bertanding mengenakan hijab di Jerman. Ia sosok yang berperan mengubah peraturan berhijab dalam pertandingan tinju di Jerman.
Zeina Nassar sempat dilarang untuk bertanding mengenakan hijab karena aturan dari International Boxing Association (Asosiasi Tinju Internasional) yang melarang penggunaan segala atribut keagamaan--termasuk hijab, dalam pertandingan.
Perjuangan Zeina Nassar untuk bisa bertanding mengenakan hijab tidaklah mudah. Ia dan pelatihnya kerap menghadiri berbagai konferensi untuk mendesak perubahan aturan penggunaan hijab tersebut.
6. Amaiya Zafar ((Tinju)
Penggunaan hijab di atas ring pertandingan sempat menjadi isu yang dipermasalahkan. Pada 2016, seorang petinju asal AS, Amaiya Zafar, dilarang berkompetisi di kejuaraan Nasional Sugar Bert Boxing di Florida.
Amaiya Zafar pun melakukan protes. Satu tahun kemudian, USA Boxing mencabut larangan pemakaian atribut agama dan Zafar dapat kembali bertanding mengenakan hijabnya.
7. Kulsoom Abdullah (Angkat Besi)
Kulsoom Abdullah atlet berdarah Pakistan-Amerika Serikat menjadi wanita pertama yang mewakili Pakistan di Kejuaraan Dunia Angkat Besi pada 2011 silam. Selain itu, dia juga wanita berjilbab pertama yang tampil di Kejuaraan Dunia Angkat Besi.
Kulsoom sempat ditolak mengikuti kompetisi nasional karena mengenakan hijab. Akan tetapi, penolakan itu mengangkat nama Kulsoom di masyarakat melalui pemberitaan media.
Dia pun memanfaatkan itu demi menentang aturan sehingga bisa berkompetisi setahun setelahnya.
8. Jeri Villarreal (Triathlon/pelatih)
Jeri Villarreal merupakan atlet pertama yang mengenakan hijab dalam lomba triathlon di Chicago.
Jeri Villarreal ketika itu memperlihatkan dan membuktikan bahwa dengan semua atribute yang menutupinya sebagai muslim, tidak menghalangi gerakannya terkait dunia olahraga yang ditekuninya.
9. Ibtihaj Muhammad (Anggar)
Kesungguhan Ibtihaj Muhammad di olahraga anggar membuahkan hasil ketika dirinya tampil di pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil, bersama Amerika Serikat. Ibtihaj jadi anggota tim sabel putri Amerika Serikat yang meraih perunggu usai mengalahkan Italia di Olimpiade 2016.
Prestasi di Brasil itu membuat Ibtihaj jadi atlet Muslim Amerika Serikat pertama yang meraih medali Olimpiade, termasuk anggota tim Amerika yang mengenakan hijab di multi-cabang empat tahunan tersebut.
Berkat kesuksesannya tersebut, Ibtihaj tidak saja dipuji Presiden Amerika Serikat saat itu, Barack Obama, namun juga menjadi satu dari 100 orang paling berpengaruh versi majalah Time.
10. Zahra Lari (Seluncur Indah)
Zahra Lari merupakan atlet selucur indah asal Uni Emirat Arab. Di kompetisi internasional, Zahra tidak saja harus melawan bakat-bakat para pesaingnya, tetapi juga sempat menghadapi peraturan yang menilai hijab membahayakan atlet seluncur indah.
Peristiwa tersebut terjadi ketika tampil di European Cup 2012 di Canazei, Italia. Di ajang itu, Zahra tidak saja menjadi atlet Timur Tengah pertama yang tampil di kompetisi internasional, tetapi juga yang mengenakan hijab.
Namun, Zahra Lari mendapatkan pengurangan poin karena kostum dan hijab yang dikenakannya. Zahra melakukan banding ke International Skating Union (ISU). Zahra mengampanyekan agar ISU mengubah aturan soal penggunaan hijab di ajang resmi tersebut.
Upaya Zahra membuahkan hasil karena pada Kejuaraan Nebelhorn Trophy di Jerman pada September 2017, panitia menginstruksikan untuk tidak menganggap jilbab melanggar Aturan Teknis ISU tentang pakaian.