- Liga Belanda musim 2019-2020 sudah dihentikan tanpa hasil apapun, tapi AZ Alkmaar punya cerita.
- Mereka bersaing dengan Ajax Amsterdam di jalur juara Liga Belanda dengan sekelompok pemain jebolan akademinya.
- Sebagian pemain AZ Alkmaar saat ini sudah bersama sejak masih berusia 12 tahun.
SKOR.id - AZ Alkmaar menyisakan kisah unik setelah Liga Belanda musim 2019-2020 dihentikan akibat pandemi 2019-2020.
Saat Liga Belanda musim ini dibatalkan dan tidak menghasilkan tim juara atau degradasi dan promosi, AZ Alkmaar berada di posisi kedua. Mereka cuma kalah selisih gol dari Ajax Amsterdam.
Liga Belanda pun menetapkan Ajax lolos ke Liga Champions. Keputusan ini disambut gembira oleh CEO Ajax, Edwin van der Sar.
Namun, momentum Liga Belanda musim ini bukan Ajax, melainkan AZ --klub yang baru dua kali menjuarai divisi pertama (1980-1981 dan 2008-2009).
Berita Lain Liga Belanda: Operasi Oranye: 3 Incaran Barcelona dari Liga Belanda
Kehebatan AZ musim ini bisa dilihat dari keberhasilan skuad asuhan Arne Slot dalam mengurangi defisit enam poin dari Ajax hanya melalui tiga pertandingan.
Bahkan AZ sukses mengalahkan Ajax di Amsterdam Arena pada Maret 2020 atau sebelum kompetisi ditangguhkan pada 13 Maret dan kini dihentikan total.
Itu sebabnya Direktur Umum AZ, Robert Eenhorn, tidak setuju dengan keputusan Liga Belanda yang menghentikan kompetisi tanpa hasil apapun.
Akan tetapi, Eenhorn dan seluruh stakeholders AZ patut bangga pada pencapaian musim ini. Para pemain muda jebolan mereka bersinar sepanjang musim ini.
Kapten mereka, Teun Koopmeiners, baru berusia 22 tahun. Sedangkan top scorer-nya adalah Myron Boadu, pemain 19 tahun yang kini dibidik Barcelona.
Sedangkan Calvin Stengs yang masih 21 tahun menjadi pemain dengan assist terbanyak. Stengs pun dikaitkan dengan Barcelona.
Tiga pemain tersebut, serta bek kiri Owen Wijndal adalah produk akademi AZ. Bahkan mereka satu angkatan yang sudah bersama di AZ sejak berusia 12 tahun.
Ini mengingatkan figur populer di Manchester United yang terkenal dengan sebutan Class of 92; Ryan Giggs, David Beckham, Nicky Butt, dan Gary Neville.
Dua tahun kemudian giliran Paul Scholes dan Phil Neville --adik Gary, mentas dari tim junior Manchester United. Mereka berenam adalah figur sentral di balik keberhasilan Setan Merah merajai Liga Inggris dan Eropa dalam satu dekade pada 1990-2000.
Kembali ke AZ; Koopmeiners, Boadu, Stengs, dan Wijndal bukan sekadar alumni akademi AZ, tapi juga lulusan yang berkualitas.
Apalagi AZ juga punya Thomas Ouwejan, Kenzo Goudmijn, Joris Kramer, dan Ferdy Druiijf dari akademinya. Mereka berbeda generasi dengan empat kolega sebelumnya.
Namun, ini sudah menggambarkan bahwa AZ layak disebut sebagai salah satu pemilik akademi pemain terbaik di Eropa.
"Setiap generasi berbeda, semuanya soal bakat dan individu," ujar Paul Brandenburg, Direktur Akademi AZ kepada Sky Sports yang dilansir pada Minggu (26/4/2020).
"Namun dengan terus mempelajari dan mengamati bakat, kami yakin program pembinaan kami akan menghasilkan pemain bertalenta," kata Brandenburg yang menjadi pembina junior AZ selama lebih dari satu dekade dan menjabat direktur akademi mulai 2015.
50 Persen Jebolan Akademi
Brandenburg tidak omong besar. AZ memang punya kebijakan bahwa 50 persen skuad utama harus dari akademi junior mereka.
Bahkan kini jumlah pemain alumni akademi AZ yang layak masuk tim utama lebih dari 50 persen.
"Tim utama kami sekarang berisi 67 persen pemain jebolan akademi. Enam atau tujuh pemain di antaranya menjadi starter," Brandenburg menjelaskan.
Gambaran ini bisa dijadikan panduan para pemain junior AZ karena kebijakan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun.
"Mereka (para junior) ingin sukses dan kisah kesuksesan itu ada di fasilitas latihan kami. Jadi, mereka bisa mencapainya. Kami pun terbantu dalam merekrut pemain," kata Brandenburg.
AZ menggunakan pendekatan analisis ilmiah untuk para pemain juniornya. Misalnya mereka menguji usia biologis para pemain juniornya secara berkala untuk memantau perkembangannya.
Kemampuan (skill) para pemain junior juga dibina di "lapangan performa". Mereka bukan cuma diuji di atas rumput, tapi juga di lapangan semen dan pasir.
Sepak bola pantai memang menjadi salah satu alat pembinaan yang dikembangkan Brandenburg dan para koleganya.
"Setiap latihan harus memiliki unsur kejutan, jadi kami mengubah tempat latihan secara acak untuk menantang kemampuan para pemain.
"Kadang-kadang kami juga mengganti bola dengan ukuran berbeda sehingga para pemain harus menggunakan teknik yang berbeda," kata Brandenburg.
Kemudian para pemain juga sering mendapat perubahan formasi bermain. Para pelatih junior ingin para pemainnya bisa berpikir cepat dalam memahami konsep permainan dan sekaligus mendapatkan solusi.
Berita Lain Liga Belanda: Ajax Pahami Keputusan Tak Ada Gelar Juara di Liga Belanda
"Kami harus mengedukasi pemain agar berguna untuk semua taktik pada masa depan. Kami yakin cara ini akan menghasilkan pemain yang kreatif," Brandenburg mengungkapkan.
Brandenburg dan timnya pun terus mengembangkan pendekatan mereka dalam membina para pemain junior.
Namun, untuk sementara, ia yakin cara yang sekarang ada sudah cukup mumpuni bagi AZ untuk bersaing di Liga Belanda. Musim ini adalah buktinya.