- Pada Liga Indonesia edisi ketiga musim 1997, Persebaya Surabaya kesulitan keuangan.
- Saat itu, Persebaya masih murni dibiayai dan dikelola Pemerintah Kotamadya (kini Kota) Surabaya.
- Efek kesulitasn keuangan itu, Persebaya "menggerakkan" para pegawai negeri lingkungan Pemkot Surabaya dari level camat hingga lurah.
SKOR.id - Persebaya Surabaya kesulitan uang, lurah, camat, kabag (kepala bagian), kadis (kepala dinas) jadi korban.
Itulah judul Koran Kompas halaman 8 pada 8 April 1997 soal masalah pelik melanda Persebaya Surabaya.
Dituliskan surat kabar nasional itu, lurah dan camat di Kotamadya Surabaya, tidak henti-hentinya dibebani berbagai pekerjaan untuk mendukung keuangan Persebaya.
Dukungan yang diminta untuk klub berjulukan Baujil Ijo ini antara lain dengan menjual tiket laga setiap Persebaya saat bertanding di kandang mereka kala itu, Stadion Gelora 10 November.
Ternyata, tambahan pekerjaan ini mengganggu tugas para lurah, camat, kepala bagian (kabag), sampai kepala dinas (kadis).
Penyebabnya adalah ketidakmampuan aparatur sipil negara (ASN) ini menjual karcis pertandingan.
Efek kesulisan mereka adalah menimbulkan utang berjumlah Rp 336.000.000. Sebab karcis yang tidak terjual, ditolak dikembalikan kepada panitia pertandingan (panpel) dan dianggap telah laku.
Keterangan yang dihimpun Kompas di Pemda Kotamadya (kini Pemkot) Surabaya pada Senin, 7 April 1997, selama digelar Liga Kansas semua ASN ini wajib menjual tiket laga.
Mereka yang diwajibkan menjuar karcis laga Persebaya adalah seluruh camat, lurah, kabag, dan kadis di lingkungan Pemkot Surabaya kala itu.
Lantas, berapa jumlah tiket yang mereka harus jual? Menurut salah satu lurah, masing- masing diwajibkan menjual 1.000 lembar karcis setiap Persebaya tampil di Surabaya.
Lurah yang enggan disebut jati dirinya itu menjelaskan, semula konsep yang diberlakukan adalah jika karcis tidak habis terjual, sisanya dapat dikembalikan kepada panpel.
Hanya saja, sistem ini hanya berlaku hingga akhir musim 1996. Pada awal 1997 muncul peraturan baru, tidak ada istilah konsinyasi.
"Pokoknya karcis yang sudah di tangan lurah, camat, maupun kabag dan kadis, menjadi tanggung jawab masing-masing. Jika tidak terjual risikonya nombok," ucap sang lurah berkeluh kesah.
Namun, Kadis Pendapatan Kotamadya Surabaya, Koentjoro SH yang dihubungi, membantah keluhan para ASN itu.
"Tidak benar utang Persebaya ditanggung lurah, camat, kabag, dan kadis," kata Koentjoro yang juga bendahara Persebaya itu.
Koentjoro mengatakan, masih banyak lurah dan camat belum melunasi pembayaran penjualan karcis pertandingan itu, tanpa menyebutkan jumlah utangnya.
Lalu, Koentjoro menjelaskan, penjualan karcis masuk setiap Persebaya bertanding di kandang sebagian dilimpahkan kepada lurah, camat, kabag, dan kadis.
"Sistem ini untuk mengurangi kepadatan penonton membeli karcis di loket-loket Stadion Tambaksari (nama lain Gelora 10 November)," kata Koentjoro.
Sumber lain yang tidak mau disebut jati dirinya di lingkungan Pemkot Surabaya menyebutkan, seluruh lurah, camat, kabag, dan kadis di kotamadya rata-rata berutang ke Persebaya Rp4 juta.
Bahkan, sumber ini mengarakan wilayah Kecamatan Gubeng dan Asemrowo, para lurah dan camatnya berhutang sampai Rp14 juta dan Kadis Tata Kota utangnya Rp26 juta.
"Hambatan tidak terjualnya karcis, karena warga tidak senang menonton sepak bola," ujar seorang Kabag, yang bawahannya juga tidak senang menonton bola.
Anehnya, karcis yang tidak terjual dianggap sebagai utang kepada Persebaya.
Penetapan keharusan membantu menjual karcis itu berdasarkan surat yang dikeluarkan Sekkodya (kini Sekda) Surabaya, Samsulhadi Siswoyo.
Surat itu bertanggal 22 November 1996 dan intinya menyatakan seluruh pegawai Pemda Kodya Surabaya harus beli karcis pertandingan sepak bola.
Secara lisan Sekkodya pernah membatalkan kewajiban itu, sayang kenyataannya masih berlanjut pada waktu itu.
Semua itu adalah memori dan jalan sejarah Persebaya masa lalu. Sebab kini, Persebaya telah bertransformasi dengan pengelolaan yang profesional oleh swasta di bawah pimpinan Azrul Ananda.
Ikuti juga Instagram, Facebook, dan Twitter dari Skor Indonesia.
Baca Berita Persebaya lainnya:
Mahmoud Eid Cinta Persebaya dan Bonek, tapi Pemerintah Indonesia Abai