- Para pemain muda IBL bicara soal legenda basket dunia, Michael Jordan.
- Meski masih terlalu kecil saat Michael Jordan melewati masa jaya, mereka menganggapnya sebagai salah satu anutan.
- Michael Jordan menjalani laga terakhirnya pada 1998.
SKOR.id – Michael Jordan memang melegenda dalam dunia basket. Tak hanya menjadi idola bagi pemain generasi 1990-an, namun juga mereka yang masih berusia muda.
Vincent Rivaldy Kosasih, Abraham Wenas, Widyanta Putra Teja, Rivaldo Tandra P, Govinda Julian S, dan Christian Gunawan, mungkin masih kecil saat Michael Jordan berjaya.
Bayangkan, MJ, begitu Michael Jordan disapa penggemarnya, memainkan laga pamungkas bersama Chicago Bulls pada 1998 atau 22 tahun lalu.
Berita The Last Dance Lain: Sukses Besar, The Last Dance Jadi Inspirasi Menu Makanan
Dengan kata lain, keenam pemain zaman now tersebut belum pernah menyaksikan siaran langsung yang menampilkan sang megabintang beraksi di lapangan.
Vincent Rivaldy Kosasih, Abraham Wenas, Widyanta Putra Teja, Rivaldo Tandra P, Govinda Julian S, dan Christian Gunawan tahu tentang MJ melalui Youtube serta film dokumenter.
Keluarga keenam pemain muda itu disebut-sebut turut andil dalam memperkenalkan sosok Michael Jordan. Berikut komentar mereka tentang legenda Chicago Bulls tersebut:
- Vincent Rivaldy Kosasih (Indonesia Patriots)
Lahir: 17 Juni 1996
Usianya masih sekitar dua tahun saat Michael Jordan membawa Chicago Bulls meraih cincin juara terakhir pada 1998. Vincent mengaku tahu sosok MJ dari orang tuanya.
Pemain yang berposisi sebagai center Indonesia Patriots ini kerap menyaksikan aksi Jordan via Youtube. Sosok yang identik dengan nomor punggung 23 itu diakuinya sangat inspiratif.
"Kalau melihat rekaman pertandingan Michael Jordan di Youtube, membuat semua orang ingin seperti dia. Punya mental baja, ini orang enggak ada nyerah-nya."
Kekaguman terhadap MJ juga diimplementasikan dengan mengoleksi sneakers Air Jordan. Total, ada 20 pasang Air Jordan yang sudah dikoleksi oleh Vincent.
"Yang paling disuka itu Air Jordan 11 Legend Blue/Columbia. Saya juga punya Air Jordan 1 dan suka Black Toe sama Chicago," kata pemain Stapac Jakarta itu.
- Abraham Wenas (Amartha Hangtuah)
Lahir: 5 Juni 1996
Abraham Wenas juga masih dua tahun saat MJ mengelabui Bryon Russell pada gim keenam Final NBA 1997-1998, untuk membawa Chicago Bulls menang 4-2 atas Utah Jazz.
Rookie of The Year IBL 2017/2018 ini mengetahui sosok Jordan dari buku pelajaran di sekolah. Kemudian, dia melihat aksi sang legenda melalui Youtube.
Abraham Wenas menyebut MJ sebagai seorang pekerja keras. "Setelah nonton film The Last Dance, terlihat dia pemain hebat, namun sadar jika basket adalah olahraga tim."
"Dia tahu bahwa dia tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri. Sikap nggak mau kalahnya itu juga patut ditiru," Abraham Wenas menambahkan.
Sama seperti Vincent, Abraham juga mengoleksi sepatu Air Jordan. Total, dirinya memiliki delapan pasang.
- Widyanta Putra Teja (NSH Jakarta)
Lahir: 13 April 1997
Michael Jordan menjalani laga pamungkasnya bersama Chicago Bulls, klub yang juga melambungkan namanya. Kala itu, Widyanta Putra Teja masih berusia 1 tahun.
Pemain yang musim lalu terpilih sebagai most improved player (MIP) IBL itu baru tahu sosok MJ dari film dokumenter berjudul His Airness.
VCD film tersebut didapat Widyanta Putra Teja dari kakak dan ayahnya. Mantan pemain Stapac Jakarta ini menyebut Jordan punya etos kerja luar biasa.
Menurutnya, Jordan juga seorang pembaharu dalam dunia basket. "Dia datang dan mampu mengubah segalanya," kata Widyanta Putra Teja.
"Industri basket makin hidup. Sepatu pemain basket sekarang bisa keren-keren juga karena Jordan," pemain yang akrab disapa Widi itu menambahkan.
- Rivaldo Tandra Pangesthio (Satria Muda Pertamina Jakarta)
Lahir : 3 April 1996
Rivaldo Tandra Pangesthio baru sekitar dua tahun saat Michael Jordan menyudahi kariernya bersama Chicago Bulls usai final NBA 1997/1998.
Pria yang saat ini berstatus rookie Satria Muda Pertamina Jakarta itu mengaku baru tahu tentang Jordan saat duduk di bangku SMP.
Saat itu, Rivaldo Tandra Pangesthio memutuskan untuk serius menekuni basket. Jordan adalah sosok yang tak mau kalah dan sangat fokus di setiap pertandingan.
Aksi-aksi MJ di lapangan layaknya pemain basket di era 2000-an dan 2010-an. "Padahal, Jordan bermain di era 1980-an dan 1990-an," katanya.
"Tapi, permainannya seperti pebasket abad 21. Warisannya akan hidup selamanya. Sampai sekarang pun dia masih dibicarakan," ujar pemain 24 tahun itu.
Rivaldo juga memiliki beberapa pasang Air Jordan. "Kalau berapa pasang, saya tak bisa kasih tahu, haha," kata pemain yang mengidolai Arki Dikania Wisnu dan LeBron James itu.
- Govinda Julian Saputra (Pelita Jaya Bakrie Jakarta)
Lahir: 13 Juli 1996
Govinda Julian Saputra belum genap dua tahun saat laga terakhir Michael Jordan bersama Chicago Bulls. Ia pun mengaku baru tahu sosok Jordan saat duduk di bangku SMU.
Itu karena pemain yang berposisi sebagai power forward itu baru menekuni basket. Govinda pernah menggeluti bulu tangkis tapi gagal Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis PB Djarum.
Jebolan STIE Perbanas ini tahu soal Michael Jordan dari Youtube dan pelatih. Govinda menyebut Jordan sangat disiplin, baik di luar maupun di dalam lapangan.
"Dia tak ragu menyeterika baju sendiri. Pemain sebintang itu dan memiliki uang banyak, masih mau menyeterika. Sangat patut dicontoh,” Govinda mengungkapkan.
- Christian Gunawan
Lahir: 1 Mei 1994
Di antara lima pemain muda di atas, Christian Gunawan mungkin agak besar saat Chicago Bulls mendapatkan gelar keenamnya. Saat itu, usianya sudah empat tahun.
Tapi, ia belum pernah melihat siaran langsung pertandingan Bulls. Ia baru mengetahui saat dibelikan DVD film dokumenter soal Jordan oleh sang ayah.
"Bokap tahu anaknya suka main basket, makanya ngebeliin DVD pertandingan-pertandingan Michael Jordan. Dan, itu saya tonton berulang-ulang," ujar pemain yang akrab Coke ini.
Menurutnya, Jordan adalah pemain yang selalu ingin jadi nomor satu. Dia pun tidak takut menasihati pemain lain. Jiwa kepempinannya, menurut Christian Gunawan, luar biasa
"Saat menyerang, daya 'bunuhnya' luar biasa. Dia tak pernah ragu mengambil keputusan. Dia rela melakukan apa saja untuk menang," Coke mengunkapkan.